Berkarya itu tidak mengenal umur. Masih ingat Nelson Mandela mantan presiden Afrika Selatan? Dia sudah berumur tujuhpuluhan tahun ketika menjabat presiden. Demikian halnya wakil presiden kita sekarang. Drs. Jusuf Kalla. Untuk kedua kalinya beliau menjadi wakil presiden disaat umurnya sudah tujuhpuluhan tahun juga. Bagi mereka umur bukan penghalang untuk berkontribusi bagi bangsa dan masyarakat. Mereka dengan semangat yang enerjik tetap memimpin dengan baik. Menunjukkan kepada dunia, bahwa umur itu masalah angka saja. Tapi kualitas hidup ditentukan oleh pilihan dan tindakan yang berguna bagi banyak orang.
Ternyata di Kompasiana juga mempunyai sosok yang demikian. Tjiptadinata Effendi namanya. Kalau belum kenal beliau, silahkan langsung berkunjung langsung ke akun Pak Tjiptadinata Effendi di Kompsiana, tinggal klik saja! Pria yang dilahirkan 73 tahun lalu di Padang, tepatnya 21 Mei 1943 ternyata adalah seorang ‘selebriti’ Kompasiana loh. Artinya, saya yakin semua kompasianer aktif, atau mungkin yang tidak aktif pun mengenalnya. Wajar….karena tulisannya rutin setiap hari di Kompasiana, jadi yang sering buka Kompasiana memungkinkan melihat karya-karyanya yang sedang lewat di beranda Kompasiana tersebut. Bukan hanya pada indeks terbaru, tapi sering juga mampir sebagai indeks pilihan dan di indeks headline. Hebatnya, terkadang bukan hanya satu artikel saja dalam sehari, terkadang bisa sampai dua kali atau lebih.
Bagi sebagian orang, pengenalan akan diri beliau kenyataannya bukan hanya melalui tulisannya saja. Bagi kalangan kompasianer yang aktif sosok yang satu ini sangat istimewa. Dalam berbagai diskusi, Pak Tjip sering menjadi bahan perbincangkan, dan ulasan. Tentu memperbincangkan hal-hal yang positif. Mulai dari semangat yang luar biasa di usia senja, kerendahan hati seorang Pak Tjip, bahkan disiplin dan konsistensinya dalam menulis.
Semenjak bergabung di Kompasiana 15 Oktober 2012, hingga kemarin (16/05/2015), ternyata Pak Tjip sudah menuliskan 1.940 artikel. Artinya kalau dibuat rata-ratanya, selama 43 bulan, Pak Tjip menulis lebih kurang 45 artikel setiap bulan. Bisa dibilang, sangat produktif. Dari sisi pembaca, semua artikel tersebut telah dibaca sebanyak 2,063,783 kali. Bila dirata-ratakan dengan jumlah artikelnya, setiap artikel dibaca sebanyak 1.083 kali. Ini menunjukkan bahwa tulisan-tulisan Pak Tjip ternyata disenangi banyak pembaca. Tentu karena bernas dan mampu menginspirasi banyak orang.
Saya sendiri, baru mengenal Pak Tjip dalam setahun terakhir. Itupun melalui tulisan. Walau sebatas pengenalan melalui buah pikiran atau tulisan-tulisannya di Kompasiana, setidaknya sedikit banyak pribadinya bisa dikenali dari tulisan tersebut. Intinya saya salut deh dengan Pak Tjip. Pengakuan ini saya tulisankan juga secara singkat pada tulisan ulang tahun pertamaku di Kompasiana dengan judul artikel ‘Setahun Bersama Kompasiana’ (29/4/2016).
Berbicara tentang tulisan Pak Tjip, ada beberapa tulisan beliau yang langsung nyantol dipikiran saya. Salah satunya, “Sering Lupa? Jangan Anggap Remeh!” tulisan ini diposting Pak Tjip tanggal 2 Mei 2016. Tulisan ini sangat menarik hati saya karena memang saya sering lupa. Saya makin menyadari banyak waktu yang sia-sia karena faktor “L”, lupa. Ketika mau berangkat kerja misalnya, saya lupa dimana kacamata. Ini bukan hanya sekali, tapi berkali-kali, bahkan sudah sangat mengganggu. Bukan hanya itu saja, terkadang lupa letak kunci mobil, sampai-sampai pernah terlambat dalam beberapa kegiatan. Rasanya aneh tapi nyata.
Nah, kalau yang satu ini lebih aneh lagi. Kalau keluarga berangkat bersama-sama, yang sering saya tanyakan diperjalanan sama istri, apakah keran air kamar mandi sudah dimatikan? Padahal saya sendiri yang mematikan sebelumnya. Bukan tidak pernah terjadi, pulang ke rumah hanya untuk memastikan. Alhasil ternyata sudah dimatikan. Kalau dah begini, keselnya tuh disini!
Ternyata bukan hanya saya saja yang begitu, hehehe (lagi nyari temen yang sama nih). Ternyata Pak Tjip juga mengakuinya di dalam tulisannya. Lihat saja kutipan tulisan tersebut di alinea pertama.
Diperjalanan tiba tiba terpikir : ”Aduh. jangan jangan pintu rumah lupa dikunci”, padahal sudah hampir sampai ditempat tujuan. Namun dari pada sepanjang hari hati gelisah dan pikiran kacau membayangkan maling masuk kerumah dan mengasak semua harta, maka dengan perasaan apa boleh buat, kembali lagi kerumah.
Tapi setelah saya pikir-pikir, Pak Tjip masih saya maklumi kalau lupa. Tapi kalau saya? Masih muda ‘bro n sis’……tidak seharusnya begitu. Bahkan baru merayakan Life begin is Forty. Jadi malu dong sama Pak Tjip. Bahkan hebatnya Pak Tjip sendiri segera berjuang dari masalah kebiasaan lupanya dan berhasil. Untunglah saya sempat membaca tulisan Pak Tjip, bahkan berkenan memberikan tips, Berharap saya juga bisa menyelesaikan "penyakit" lupa. Hingga lupa kelak bisa membawa keberuntungan (seperti pada kutipan tulisan dari alinea berikutnya).
Untuk mengantisipasi jangan sampai gangguan tersebut merasuki kehidupan lagi, maka saya rajin menulis dan membaca. Hasilnya adalah saya tidak pelupa lagi, belasan buku karya saya sudah diterbitkan . Dan memiliki perpustakaan pribadi.