Oleh : Thufi’ul Lailatul Magfiroh
Bersuci menjadi masalah yang sangat penting dalam hidup manusia. Bukan hanya sekedar bersih tapi juga suci dari hadats dan najis.
Najis adalah sesuatu yang menjadi penghalang beribadah kepada Allah SWT, berbentuk kotoran yang menempel pada zat, tubuh, pakaian atau benda lainnya. Diantara najis-najis tersebut adalah darah, anjing, babi, minuman keras, air kencing dan bangkai kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang. Cara membersihkannya dengan membasuh air pada tempat najis hingga hilang zat, rasa dan baunya. Tetapi pada najis mugholadhoh atau najis berat harus dibasuh tujuh kali berturut-turut dan satu diantaranya diganti dengan tanah.
Hadats adalah keluarnya sesuatu benda dari kubul dan dubur. Hadast sendiri dibagi menjadi hadast kecil dan hadast besar. Hadast besar adalah hadast yang terdiri atas air mani, haid (menstruasi), nifas (mengeluarkan darah sesudah bersalin), wiladah atau melahirkan. Sedangkan hadast kecil adalah hadast yang mencakup keluarnya sesuatu dari dua jalan (dubur dan qubul), hilangnya kesadaran karena mabuk atau pingsan, tidur nyenyak, (kecuali tidur sambil duduk dengan tidak berubah posisi pantatnya) dan menyentuh qubul dan dubur dengan telapak tangan. Untuk mensucikan diri dari hadast kecil cukup dengan berwudlu, namun untuk hadast besar harus dengan mandi besar (mandi junub).
Dalam hidup wanita ada tiga macam darah yang keluar. Yaitu haid (menstruasi), nifas dan wiladhah. Namun, kadang ada darah yang keluar selain tiga tersebut. Darah yang dimaksud adalah darah istihadhoh.
Haid (menstruasi) adalah darah yang keluar dari farji wanita dalam keadaan sehat.Pada dua minggu pertama dalam satu bulan, estrogen membuat lapisan dalam rahim yang semakin menebal. Lalu, telur yang matang keluar dari salah satu indung telur dan turun ke tuba falllopi. Progesterone kemudian lebih mempertebal lapisan rahim. Tetapi, jika sel telur tidak bertemu dengan sperma, maka sel telur dan kadar estrogen serta progesterone turun. Hal ini menyebabkan lapisan itu luruh dan menstruasi terjadi.
Dalam buku Problematika Wanita karangan Drs. Abdul Mujib Maria Ulfah, menurut madzhab Imam Syafi’i dan Imam Hambali batas minimal haid adalah sehari semalam. Darah dikatakan haid jika keluarnya terus-menurus ataupun terputus-putus selama 24 jam. Tapi jika darah keluar kurang 24 jam bukan termasuk darah haid. Lazimnya wanita haid selama enam atau tujuh hari. Adapun batas maksimal haid adalah 15 hari. Pernyataan ini dikuatkan oleh kitab Matnul Ghoyah wa Taqrib karangan Al-Qodhi Abu Suja’ Ahmad Ibnu Husain Ibnu Ashfihani.
Namun kadang kurang dari 15 hari suci atau kurang dari 24 jam seorang wanita mengeluarkan darah. Menurut perhitungan hari itulah darah istihadhoh. Darah istihadhoh adalah darah yang keluar di luar masa haid, nifas dan wiladah, karena darah ini merupakan darah penyakit yang keluarnya tidak alami.
Banyak kejadaian mengenai darah pada kehidupan wanita. Sehingga wanita dituntut belajar mengenai darah-darah tersebut. Disilah sebagai wanita muslimah kita harus mengetahui apa itu darah haid atau bukan. Hal itu untuk menunjukkan apakah kita sedang diwajibkan sholat atau sedang dilarang melakukan sholat dan ibadah lain.
Di dunia ini tidak semua wanita mampu mengeyam pendidikan mengenai hal tersebut. Ini menjadi PR bagi laki-laki. Ketika istri tidak mengerti masalah hukum haid, dan tidak paham maka laki-laki atau suaminya harus mengajarinya. Apabila ia tidak mampu maka dia harus menyuruh istrinya untuk menimba ilmu tersebut.
Allah menciptakan surga dan neraka. Diantara keduanya, wanita lebih banyak menghuni neraka. Entah karena durhaka pada orang tua atau pun suami. Namun yang menjadi penghuni paling banyak karena wanita tidak bisa menjaga diri dalam masalah thaharoh.
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali berkata, “Seorang wanita diwajibkan mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan hokum-hukum haid, nifas dan istihadhoh. Jika suaminya mengerti, wajib mengajarinya. Jika tidak, wanita diwajibkan bertanya pada ulama dan suami diharamkan mencegahnya. Kecuali, suami mau bertanya pada ulama, selanjutnya memberi petunjuk pada istrinya atas masalah yang dihadapi.
Allah berfirman dalam QS. At-tahrim:6 yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, peliharah dirimu dan keluargamu atas api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka yang selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dari ayat tersebut, Allah membebankan tugas menjaga diri dan keluarganya terutama pada laki-laki yang bertugas sebagai kepala keluarga. Tugas yang diemban laki-laki sangatlah besar. Mereka harus menafkahi keluarga dan menjaga serta membimbing keluarganya agar selalu dijalan-Nya. Diantara tugas menjaga keluarganya dari api neraka adalah mendidik istri dan anaknya dalam hal bersuci. Pada wanita, yang paling rawan adalah darah haid dan istihadhoh. Laki-laki harus benar-benar paham pada masalah dan hukum-hukum yang ada pada bab haid, karena menyangkut dengan ibadah sholat dan ibadah mahdhoh lain yang langsung berhubungan dengan Allah. Sangatlah bersyukur rmemang, jika laki-laki mendapat istri yang sholehah dan paham betul terhadap bersuci. Tapi bagaimana kalau mendapat istri yang awam dengan agama dan tidak mengerti masalah bersuci dengan benar. Ini menjadi tanggungjawab laki-laki sebagai suami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H