Pragmatisme memberikan kebebasan kepada peneliti untuk memilih metode penelitian yang dirasakan sesuai, bahkan dapat menggabungkan kedua metode dasar tersebut sesuai situasi di lapangan. Sikap seperti ini juga terlihat saat membahas axiologi, metodologi, dan retorika yang selalu pada posisi jalan tengah.
 Demikian juga perihal konsep ontologi, pragmatisme melihat relaitas dalam dua dimensi, bisa tuggal seperti positivism dan bisa juga jamak seperti halnya konstruktivisme.
Dalam melihat permasalahan sosial hendaklah kasus per kasus. Teori-teori yang ada, dengan berbagai kelebihan masing-masing, tentu tetap sangat signifikan untuk permasalahan tertentu, mengingat permasalahan sosial sangatlah luas dan beragam. Yang saya pahami, teori ibarat pisau bedah di ruang operasi. Beda penyakit, tentu berbeda pisau bedah yang digunakan serta berbeda pula cara membedahnya.
Pradigma positivisme melahirkan metodologi penelitian kuantitatif, sementara paradigma konstruktivisme telah mendasari lahirnya metodologi penelitian kualitatif. Masalah sosial yang mencakup berbagai aspek kehidupan, tentu harus diteliti dengan berbagai metode kuantitatif dan kualitatif, atau gabungan kuantitatif dan kualitatif seperti konsep pragmatisme.Â
Oleh karena itu, semua paradigma di atas, tentu sangat mendukung perkembangan ilmu manajemen hingga saat ini.[]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI