Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dilema ke Mana Membawa Diri Setelah Menjadi Sarjana

28 Februari 2022   16:07 Diperbarui: 1 Maret 2022   11:57 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lulus perguruan tinggi dan menjadi seorang sarjana merupakan kebanggaan banyak orang. Apalagi zaman saya kecil, bila seorang itu sudah bergelar Insinyur atau Doktorandus, segalanya jadi mudah dicapai, termasuk melamar gadis cantik sekalipun besar kemungkinan diterima. Tapi sayang, saat itu saya belum bersekolah.

Kini, terjadi pergeseran pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan dan juga dunia kerja. Apalagi perihal melamar gadis, sudah tidak bisa lagi dengan gelar mentereng di depan dan belakang nama. Kalau tidak percaya, silahkan dicoba pasti akan ditolak mentah-mentah, karena saat ini gelar akademik strata satu (S1), belum menggambarkan jaminan kerja dan juga kemapanan hidup seseorang.

***

Bagi calon sarjana, hendaknya mengejar kematangan berpikir, jangan terjebak dengan framming bahwa seorang sarjana pastinya bekerja di instansi pemerintah sebagai pegawai negeri sipil.  Kuliah di perguruan tinggi hebat dengan nilai tinggi sehingga mendapat gelar mentreng yang dibanggakan orang sekampung, justeru menjadi sesuatu yang dilematis bagi penyandang gelar bila tidak memiliki keterampilan dan self approach yang bagus.

Hal terpenting lainnya adalah aktif bersosialisasi dengan berbagai kegiatan amal dan organisasi sosial di kampus dan masyarakat, menjalin silaturrahmi dengan siapapun selama itu untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama, menjaga pertemanan dan persaudaraan, serta senantiasa berusaha dan berdoa.

***

Banyak calon sarjana yang terpengaruh bahwa sarjana harus bekerja sebagai pegawai pemerintah dengan baju seragam penuh tempelan logo atau setidaknya pegawai swasta yang berdasi di ruangan kerja yang nyaman. Maka ketika lulus kuliah, akan memaksa diri mencari kerja dengan segala cara demi mengikuti pola pikir masyarakatnya.

Masyarakat umum masih melihat miring bila seorang sarjana bertani dan berkebun atau beternak, padahal justeru memiliki penghasilan yang tinggi bila mampu mengurus dan measarkannya dengan baik. Selain pekerjaan berbaju seraga dan berdasi akan dicap tidak berhasil meaktualisasikan kesarjanaannya yang disandang. Akhirnya sang sarjana menjadi stress, tidak bisa mengimbangi diri dalam persaingan kerja yang semakin ketat.

Instansi pendidikan harus lebih bisa menyadarkan para pelajar dan mahasiswa, bahwa keberhasilan belajar bukan diukur dengan dimana seseorang itu bekerja, tetapi bagaimana seseorang itu bisa bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, dan agamanya. Bekerja di manapun dan sebagai apapun, selama itu baik dan bermanfaat, seseorang itu sudah dikatakan sukses.

Contohnya saat ini banyak orang jadi kaya gara-gaya memiliki keterampilan membuat konten menarik dan bermanfaat di platform Youtube atau platform digital lainnya. Banyak juga yang memanfaatkan media sosial untuk menjual produk apapun secara kecil-kecilan. Bisa dikatakan semua orang berksempatan memiliki kios digital untuk menjual barang dagangan secara online. Dengan demikian, seseorang semakin memiliki banyak peluang untuk menghasilkan uang sebagai imbalan untuk memenuhi kebutuhan hidup layaknya bekerja di instansi pemerintahan.

***

Pada kesempatan ini, saya ingin mengatakan bahwa kesuksesan hidup, bukan hanya diukur dengan keberhasilan seseorang menjabat jabatan formal di instansi pemerintahan, tetapi sejatinya semua orang memiliki jalan suksesnya masing-masing, selama itu bisa bermanfaat bagi diri, keluarga yang ditanggung, masyarakat sekitar dan agamanya.

Sarjana yang berhasil adalah mereka yang bisa kreatif menciptakan kerja untuk bisa membantu orang lain, berkomitmen menemukan jati diri dengan mengaktualisasikan ilmu, keterampilan, dan pengalamannya dalam bentuk apapun selama itu bermanfaat. []

Mari menebar kebaikan untuk sesama.

KL: 28022022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun