Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berjuang Menyelamatkan Diri dari Drop Out Kampus

29 April 2021   16:10 Diperbarui: 29 April 2021   20:18 2624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya pendidikan (Dok.www.awbs.id)

Memasuki alam perkuliahan bukan untuk gaya-gaya, karena tak seindah megahnya kampus tempat para orang cerdik pandai berkecimpung. 

Di dalamnya ada segudang masalah terkait nilai dan norma yang harus diikuti dengan baik, karena bila tidak, maka kegagalan akan menghantui proses perkuliahan mahasiswa.

Banyak sekali yang mencapai kesuksesan hidup lewat pendidikan, tetapi perlu kita akui, tak sedikit juga yang gagal menjalani rutinitas belajar di "menara gading" itu. 

Saya sendiri punya pengalaman pahit mendapat IPK kecil di bawah standar 2.0 yang ditetapkan kampus. Akibatnya saya terancam drop out saat kuliah di sebuah perguruan tinggi di Malaysia.

Di saat situasi darurat seperti itu, keterampilan mengatur diri dan bijak mengambil keputusanlah yang bisa menormalkan kembali situasi yang genting. Apalagi saya kuliah sambil bekerja serabutan di negeri orang, begitu berat dan perlu sabar serta konsisten intropeksi diri dan selalu mengiringi segala usaha dengan doa kepada Allah.

Pada tahun 2018, Kemenristek Dikti merilis angka mahasiswa putus kuliah sebanyak 254.810 dari 8.043.480. Dari jumlah yang putus kuliah tersebut, ada yang dikeluarkan dan ada juga yang mengundurkan diri atas berbagai sebab dan alasan. Riau dan Kepulauan Riau menempati posisi tertinggi, yakni masing-masing 13% dan 12% dari total mahasiswa aktif.

Pentingnya pendidikan (Dok.www.awbs.id)
Pentingnya pendidikan (Dok.www.awbs.id)
Memang banyak faktor mengapa tingginya angka mahasiswa putus kuliah di Indonesia juga negara-negara lain. Yang paling mendasar adalah salah memilih jurusan, rendahnya dukungan finansial, dan kurang bijak mengatur diri sebagai mahasiswa selama menjalankan kewajiban atau tanggungjawab kuliah. Alhasil Indek Prestasi Komulatif (IPK) tiap semester di bawah standar, sehingga menyebabkan hilang semangat belajar untuk meneruskan cita-cita awal masuk perguruan tinggi.

Kiat Sederhana Manikkan IPK dan Hindari Drop Out

Mahasiswa tak perlu khawatir dengan masalah drop out, karena hal ini tidak selalunya berkaitan dengan tingkat tinggi rendahnya IQ seseorang. Hanya saja ada langkah-langkah yang kurang tepat, sehingga terbelit dengan masalah putus kuliah.

Oleh karena itu, mulailah pasang target belajar, termasuk nilai yang diinginkan. Mencatat dengan baik perkembangan kuliah, mulai dari kehadiran, diskusi, mengerjakan tugas, dan kondisi saat menghadapi ujian akhir semester. Semuanya ditulis dengan rapih dalam buku catatan hariannya. Ketika keluar nilai akhir, kita bisa mencocokkannya dengan target dan juga catatan perkembangan saat berlangsungnya waktu perkuliahan tiap semester.

Skema target nilai yang pernah saya gunakan saat kuliah. (Dok. Pribadi).
Skema target nilai yang pernah saya gunakan saat kuliah. (Dok. Pribadi).
Karena di semster pertama saya mendapat IPK di bawah 2.0, maka saya mulai menggunakan strategi kuliah seperti ini sejak semester kedua di jenjang S1. Dan kiat-kiat ini tetap saya praktekkan ketika menempuh pendidikan pada jenjang-jenjang selanjutnya, karena saya yakin segalanya harus punya target dan selama proses kuliah berlangsung harus ada catatan perkembangan yang rapih .

Hasilnya memang sangat bagus, mulai semester kedua, IP saya naik dan demikian seterusnya hingga lulus meraih gelar sarjana. Aturan di kampus saya saat itu, bila mahasiswa mendapat IPK di bawah standar selama dua kali berturut-turut, maka pasti akan dikeluarkan dari kampus. 

Alhamdulillah saat itu saya bisa bertahan kuliah karena IPK naik sedikit di atas standar ketentuan kampus, sementara belasan anak Indonesia dan puluhan dari Malaysia mengalami drop out.

IPK kecil di awal masa perkuliahan harus menjadi cambuk penyemangat bagi diri kita untuk tetap berusaha di semester selanjutnya. Bukan malah sebaliknya, mendapat IP rendah, dunia langsung terasa gelap gulita, akhirnya putus asa dan memilih jalan pelampiasan yang tidak baik.

Bagi saya, situasi perkuliahan pada semester pertama, merupakan gambaran di semester akhir. Alasannya apabila di semester pertama nilai IPK sudah tinggi di atas 3.0, maka lebih mudah memastikan niai akan bagus sampai lulus selama kita bisa menjaga performa belajar. Sebaliknya kalau di semester pertama nilai sudah jatuh di bawah 2.0, maka berat sekali untuk menaikkan IPK  dan untuk itu harus bekerja keras pada setiap semesternya dengan mengatur pola belajar yang baik.

IPK tinggi menjadi dambaan semua mahasiswa, namun belum dapat dijadikan jaminan suksesnya dalam berkarir. IPK rendah merupakan masalah besar yang harus ditata pelan-pelan selama kuliah, supaya tidak drop out dan tetap bisa lulus menjadi sarjana. Yakinlah bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil, dan hasil selalunya menggambarkan besar kecilnya usaha.

Masing-masing kita, tentu memiliki cara tersendiri menghadapi dan mengatasi masalah selama menempuh pendidikan. 

Ibarat kata pepatah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, dan lain laut lain pula badai gelobangnya.

Sekadar berbagi.

KL: 29042021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun