Hasilnya memang sangat bagus, mulai semester kedua, IP saya naik dan demikian seterusnya hingga lulus meraih gelar sarjana. Aturan di kampus saya saat itu, bila mahasiswa mendapat IPK di bawah standar selama dua kali berturut-turut, maka pasti akan dikeluarkan dari kampus.Â
Alhamdulillah saat itu saya bisa bertahan kuliah karena IPK naik sedikit di atas standar ketentuan kampus, sementara belasan anak Indonesia dan puluhan dari Malaysia mengalami drop out.
IPK kecil di awal masa perkuliahan harus menjadi cambuk penyemangat bagi diri kita untuk tetap berusaha di semester selanjutnya. Bukan malah sebaliknya, mendapat IP rendah, dunia langsung terasa gelap gulita, akhirnya putus asa dan memilih jalan pelampiasan yang tidak baik.
Bagi saya, situasi perkuliahan pada semester pertama, merupakan gambaran di semester akhir. Alasannya apabila di semester pertama nilai IPK sudah tinggi di atas 3.0, maka lebih mudah memastikan niai akan bagus sampai lulus selama kita bisa menjaga performa belajar. Sebaliknya kalau di semester pertama nilai sudah jatuh di bawah 2.0, maka berat sekali untuk menaikkan IPK Â dan untuk itu harus bekerja keras pada setiap semesternya dengan mengatur pola belajar yang baik.
IPK tinggi menjadi dambaan semua mahasiswa, namun belum dapat dijadikan jaminan suksesnya dalam berkarir. IPK rendah merupakan masalah besar yang harus ditata pelan-pelan selama kuliah, supaya tidak drop out dan tetap bisa lulus menjadi sarjana. Yakinlah bahwa usaha tak akan mengkhianati hasil, dan hasil selalunya menggambarkan besar kecilnya usaha.
Masing-masing kita, tentu memiliki cara tersendiri menghadapi dan mengatasi masalah selama menempuh pendidikan.Â
Ibarat kata pepatah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, dan lain laut lain pula badai gelobangnya.
Sekadar berbagi.
KL: 29042021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H