"Tantangan tersulit pihak asuransi adalah mengedukasi masyarakat akan pentingnya skema perlindungan diri. Lebih berat lagi, menghapus stigma miring akibat ketidaktahuan masyakat tentang eksistensi asuransi."
MARAKNYA masalah banjir dan juga pandemi Covid-19, dirasakan sangat perlu bagi penyedia jasa asuransi untuk membuat skema perlindungan dampak banjir dan juga dampak Covid-19 secara eksplisit--tidak secara implisit. Banjir yang melanda di berbagai daerah telah memusnahkan harta benda dan menggangu usaha kerja serta bisnis masyarakat. Demikian halnya dengan pandemi Covid-19.
Dua manfaat bagi perusahaan jasa asuransi bila membuka produk perlindungan banjir dan Covid-19, yakni pasti masyarakat lebih bisa menerima produk yang disediakan dan dengan senang hati bergabung menjadi nasabah. Selain itu, tentu masyarakat lebih tenang dan nyaman bila sudah ada jaminan dari perusahaan jasa asuransi. Setidaknya bila terindikasi atau bahkan terinfeksi positif Covid-19, masyarakat lebih ringan menghadapi dugaan tersebut. Demikian juga halnya dengan korban banjir.
Apabila penderita Covid-19 mendapat jaminan dan bantuan biaya dari pemerintah, maka asuransi bisa membuat skema lain, seperti bantuan untuk keluarga, pasalnya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, apalagi kepala keluarga sebagai tulang punggung pencari rezeki yang bekerja di sektor swasta atau usaha sendiri seperti petani dan nelayan, maka berakibat kepada berhentinya pemasukan bagi keluarga. Di sinilah asuransi bisa berbuat lebih banyak terhadap masyarakat yang menjadi nasabahnya.
***
Di negara-negara maju, asuransi merupakan bagian dari kehidupan masyarakatnya. Semua urusan terintegrasi dengan asuransi. Contohnya untuk urusan penyambungan visa tinggal di luar negeri, seseorang harus memiliki asuransi terlebih dahulu. Demikian juga terkait pajak kenderaan bermotor, kita tidak bisa perpanjang bila tidak terlebih dahulu memperbarui asuransinya.
Namun demikian, di kalangan masyarakat tertentu yang kurang mendapat sosialisasi, asuransi masih terkesan seolah-olah menentang kehendak yang kuasa, seperti kematian yang merupakan takdir Tuhan, mengapa harus diasuransi segala? Hal ini bukti bahwa masih minimnya pengetahuan akibat kurangnya sosialisasi terkait konsep dan mekanisme asuransi.
Bahkan dengan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi, sudah saatnya untuk memasuki era digitalisasi asuransi. Tidak lagi manual dan prosesnya harus lebih mudah serta praktis. Hal ini juga akan menarik minat masyarakat berurusan dengan asuransi. Selama ini masyarakat sedikit alergi mendengar tentang asuransi karena masuknya mudah, tetapi saat berurusan klaim masih terkesan ribet.
Apabila sistem sudah digitalisasi dan segalanya mudah bagi masyarakat mendapat informasi dari waktu ke waktu, maka akan semakin banyak masyarakat mendapat pengetahuan tentang asuransi. Pada masa yang sama, perusahaan jasa asuransi akan semakin mendapat kepercayaan dari calon nasabah.
Hal demikian di atas, tentu akan semakin sempurna bila pemerintah pro aktif membantu dan mendukung program asuransi secara maksimal, karena kita ketahui bahwa era konektivitas sekarang ini, eksistensi dan peran asuransi dilihat sangat penting dan perlu. Bila peran pemerintah sudah maksimal, maka perusahaan jasa asuransi tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri.[]