Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop! Jangan Lagi Membandingkan Kemampuan Anak

16 Juni 2020   11:10 Diperbarui: 16 Juni 2020   11:07 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang tua memiliki kewajiban mendidik anak hingga menjadi insan yang berbudi pekerti luhur. Demikian juga memastikan mereka sukses dalam pendidikan dan berhasil mencapai profesi yang dicita-citakan sesuai dengan kecenderungan masing-masing.

Kita ketahui beragam karakter dan kemampuan anak, membuat kecenderungan anak juga berbeda-beda. Buktinya tidak semua anak memiliki hobi dan cita-cita yang sama. Ada yang ingin jadi dokter, polisi, tentara, guru, hakim, pengacara, pengusaha, dan lain sebagainya. Ribuan dan bahkan jutaan brofesi yang bisa ditekuni, dan semunya bagus, yang penting bermanfaat serta sesuai dengan nilai dan norma yang dianuti bersama dalam agama dan masyarakat.

Kita pasti sering mendengar orang tua yang suka membanding-bandingkan kemampuan anaknya. Ada anak yang cemerlang dalam akademik, ada juga yang biasa-biasa saja. 

Dalam bekerja, ada yang rajin ada juga yang kurang rajin. Dalam interaksi sehari-hari, ada yang sangat nurut keinginan orang tua dan ada juga yang suka selalu memberikan argumen. Semua itu dinamika hidup dan tantangan sebagai orang tua. Yang terpenting adalah teknik dan kepintaran orang tua dalam mendidik anak masing-masing.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa seorang anak harus dididik menjadi dirinya sendiri. Kalau orangtua menekan anak supaya menjadi seperti anak lain yang berbeda minat dan kecenderungannya, maka akibatnya si anak akan stres dan minder karena dirinya merasa tidak dihargai oleh orang yang seharusnya mengakui keberadaannya dalam keluarga.

Kalau terpaksa harus membanding-bandingkan anak, bandingkanlah dengan dirinya sendiri. Misalnya sebelumnya anak pintar membawa sepeda motor tetapi sekarang sudah pintar membawa mobil, sebelumnya anak sering beribadah namun sekarang sedikit kendor. Maka dengan demikian anak kita akan senantiasa termotivasi meningkatkan memampuan diri tanpa merasa tertekan dengan capaian saudara-saudaranya atau dengan anak lain di luar luar lingkungan keluarga.

Perlu juga kita pahami dan maklumi bahwa setiap orang tua berbeda-beda cara mendidik anak. Tidak ada standar tertentu yang dikatakan paling baik karena beda karakter anak pasti juga beda cara penanganannya. Beda keinginan orang tua terhadap anaknya juga akan beda cara sebuah keluarga mendidik anak-anaknya.

Dalam hal ini sering juga kita temukan orang yang menilai ada orang tua yang begitu perhatian kepada anaknya ada juga yang dinilai kurang perhatian kepada anak-anaknya. Yakinlah bahwa itu semua bukan tentang sangat perhatian dan kurang perhatian, tetapi tentang perbedaan cara dan metode yang diterapkan sehingga di mata orang lain yang kurang memahami konsep kita akan terlihat janggal.

Kembali kepada judul di atas bahwa yang terpenting adalah bahwa kita terapkan metode dan cara tersendiri mendidik anak-anak kita, tidak perlu sibuk dengan cara keluarga lain dan juga tidak perlu memusingkan apa kata orang lain terhadap cara yang kita terapkan. 

Demikian juga tidak perlu membanding-bandingkan kemampuan anak, apalagi sampai sampai mengatakan ini anak yang baik dan itu anak yang kurang baik. Pada dasarnya semuanya baik kalau orang tua telaten dan konsisten mendidik anak sejak kecil.[]

Sekadar berbagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun