Setelah dilantik pada akhir Oktober 2019 yang lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Anwar Makarim ngebut bekerja. Diawali dengan mereformasi internal kementeriannya hingga merubah sistem pendidikan nasional. Sejak dulu, di kementerian inilah yang paling selalu disorot masyarakat setiap ganti menteri pasti ganti sistem.
Nadiem tak terkecuali seperti juga para pendahulunya. Sebagai menteri baru tentu lumrah bila dirinya ingin mengaplikasikan buah pikirannya dalam memajukan pendidikan di negerinya. Konsep yang diusung Nadiem sangat visioner, yakni"Kampus Merdeka" dan "Merdeka Belajar."Â
Kedua konsep tersebut memiliki makna yang luas dan dalam. Dipastikan bahwa  selama ini pendidikan di Indonesia masih rumit, belum sesederhana yang diterapkan oleh negara-negara lain, seperti contoh terdekat negara tetangga kita, yakni Singapura dan Malaysia.
Intinya Mendikbud ingin membuat pendidikan lebih menyenangkan dengan menyederhanakan rencana pembelajaran. Guru dan siswa diberi kesempatan lebih kreatif dan interaktif. Bahkan ujian nasional akan di ganti dengan sebentuk asesmen, sekolah menentukan sepenuhnya kelulusan siswa.Â
***
Sebenarnya Universitas Terbuka (UT) sudah mencerminkan konsep pendidikan yang diusung Nadiem. Jauh-jauh hari telah memprakarsai konsep kampus merdeka dan merdeka belajar dengan sistemnya sendiri. Perguruan tinggi negeri ke-45 Indonesia yang diresmikan pada tahun 1984 oleh Presiden Soeharto itu merupakan cerminan kemerdekaan dan keluwesan dalam mensikapi pendidikan.Â
UT-lah model sebenar kampus merdeka di Indonesia yang mengamalkan sistem yang sangat fleksibel kepada dosen dan mahasiswanya. Ketika perguruan tinggi lain membatasi umur ijazah, UT akan menerima lulusan SMA/MA/Paket C tanpa melihat tahun kelulusan calon mahasiswa. Banyak hal yang menunjukkan keluwesan UT terhadap dosen dan mahasiswanya.
Di awal pendirian kampus berbasis belajar jarak jauh ini, UT langsung gencar mensosialisasikan programnya ke seluruh penjuru tanah air, mengamalkan sistem "jemput bola" untuk membangkitkan semangat belajar masyarakat sampai ke lapisan bawah atau grass root.
Dengan demikian UT telah menjadi solusi atas pendidikan tinggi zaman Orde Baru, dimana banyak para guru, baik di sekolah dasar maupun menengah yang belum memiliki kualifikasi sarjana. UT datang dengan konsep mempermudah segalah yang sulit agar guru PAUD, SD, SMP, dan SMA yang hanya lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Agama (PGA), Sekolah Guru Olahraga (SGO), dan lulusan tingkat diploma.
Pada zaman milenial ini keberadaan UT di tengah masyarakat semakin relevan dengan tuntutan masyarakat modern. Bahkan Menteri Pendidikan meminta kepada perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia supaya belajar kepada UT dalam mengembangkan sitem belajar jarak jauh (online).
Banyak hal yang membuktikan UT merupakan perguruan tinggi masa depan yang akan menjawab tantangan zaman. Hal ini disebabkan tingginya mobilitas masyarakat dan tinggi persaingan hidup dalam perjalanan waktu yang begitu cepat.
beberapa hal yang perlu disoroti mengapa UT layak disebut sebagai kampus merdeka adalah mengalakan sistem terbuka dalam segala hal, fleksibel dapat diakses secara online dari mana saja dan kapan saja dengan biaya yang terjangkau bila dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri lainnya.
Hal tersebutlah yang sangat mendukung UT disebut sebagai model Kampus Meredeka dan pencetus konsep merdeka belajar bagi masyarakat Indonesia sejak Orde Baru hingga zaman milenial ini.[]
Sekadar berbagi untuk Indonesia pintar.Â
KL: 10032020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H