Kemeriahan lebaran Idul Fitri patut dicapai oleh semua umat Islam sebagai bentuk syukur atas kemenangan dari jihad akbar berpuasa selama sebulan penuh. Namun demikian, ternyata juga memiliki sisi yang tidak nyaman bagi orang tertentu saat bertemu sanak saudara dan sahabat handai di hari yang mulia itu.
Sedikitnya ada tiga pertanyaan yang sangat tidak diinginkan saat bersilaturahmi di hari lebaran, yakni kapan menikah, sudah isi belum, dan kapan memiliki momongan.
Kapan Menikah?Â
Suasana meriah berlebaran sering diganggu oleh anggota keluarga yang bertanya "kapan menikah?"
Pertanyaan di atas tentu sangat tidak diinginkan oleh mereka yang masih belum punya calon pendamping. Golongan ini oleh orang sekarang disebut jomblo. Mereka yang berstatus jomblo cenderung mengelakkan anggota keluarga yang mulutnya suka iseng ceplas-ceplos berbicara asal bunyi.
Pendamping hidup atau calon pendamping bukanlah masalah krusial yang mutlak ada. Perlu kita selami perasaan orang lain kerana tidak ada manusia yang tidak ingin memiliki pasangan hidup. Toh urusan memilih pasangan adalah urusan perinsip hidup masing-masing. Yang pasti bahwa jodoh merupakan urusan Tuhan yang tak ubahnya rezeki dan kematian. Manusia hanya bisa berusaha dan berdoa namun Allah-lah yang akan menentukan.
Sudah Isi Belum?
Kemesraan pasangan pengantin baru saat berlebaran bersama keluarga dan sahabat handai juga bisa terganggu bila ditanya tentang kehamilan sang istri yang biasa kita didengar "sudah isi belum?"
Orang yang telah berhasil menemukan pasangan hidup dan selamat diijabkabulkan ternyata belum selesai berurusan dengan pertanyaan yang tidak enak saat bertemu sanak keluarga dan sabahat handai di hari lebaran.
Bagi pasangan pengantin baru banyak hal yang dirisaukan, salah satunya khawatir sang isteri tidak bisa hamil. Hal itu muncul karena urusan kehamilan dikaitkan dengan kejantanan sang suami dan kesuburan sang istri.Â
Di kalangan kaum Adam, kehamilan sang istri itu sangat penting karena bila tak kunjung hamil, bisa-bisa dikatakan tidak bisa menjalankan kewajiban di ranjang. Sebaliknya bagi kaum Hawa juga demikian, kehamilan sangat berarti sebagai bukti kemampuan menjalankan amanat meneruskan keturunan.Â
Kapan Punya Momongan?
Suasana meriah berlebaran juga sering diganggu oleh anggota keluarga yang bertanya "kapan akan punya momongan?"
Pola interaksi bermasyarakat baik di desa maupun di kota begitu sangat dinamis bahkan interaksi masyarakat ini cenderung negatif dengan  banyaknya dari mereka yang sok tahu, merasa paling pintar dan ujungnya cenderung bergosip. Tentu pertanyaan di atas selalu diterima oleh pasangan suami istri yang belum dianugerahi cahaya mata.
Salah tujuan perkawinan adalah untuk menyambung keturunan. Terkadang publik hanya tahu bahwa seseorang itu harus punya pasangan hidup dan manakala sudah menikah mereka harus memiliki keturunan. Di luar hal yang menurut publik itu adalah hal yang ideal dalam perkawinan, publik sering melihat bahwa belumnya memiliki momongan adalah  sesuatu yang tidak wajar.  Jadilah ini menjadi bahan gunjingan, gosip, bully, candaan, dan lain sebagainya.Â
Menyikapi karakter masyarakat sedemikian rupa, mereka yang jomblo dan pasangan suami istri yang belum punya cahaya mata tentu akan sedih karena pasti menjadi objek candaan di hari lebaran saat bertemu keluarga atau sahabat handai. Akibatnya, tak sedikit mereka yang jomblo malas mudik lama-lama di rumah orang tua karena tidak suka ditanya perihal calon pendamping apalagi kalau dijodoh-jodohkan dengan sepupu atau anak teman orang tua mereka.
Masyarakat yang bijak adalah masyarakat yang melihat fakta sosial secara objektif dan tentunya tidak mendiskreditkan seseorang yang belum memiliki pasangan hidup dan mereka yang belum mendapat cahaya mata. Mempermasalahkan hal ini secara berlebihan sama dengan kita mempersoalkan Tuhan.[]Â
Sekadar berbagi di bulan Ramadan.
KL: 25052019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H