Papan tanda warna biru bertuliskan Lorong Haji Taib, berdiri tegak di pangkal jalan. Di situlah sentral bisnis esek-esek murah di kawasan Chowkit, Kuala Lumpur. Para pekerja migran dari berbagai negara di Malaysia, tidak asing dengan nama itu. Dan kalau ditanya tentang Lorong Haji Taib, langsung tersenyum penuh makna.
Tak susah untuk mengorek cerita tentang cerita seronok di area Chowkit. Â Intinya banyaknya gadis-gadis Indonesia di lorong itu.
Bisnis Seronok Tak Ada Ujungnya
Matahari masih condong di ufuk barat. Lorong Haji Taib, Chowkit, mulai ramai. Para pedagang kaki lima tampak sibuk menggelar dagangannya. Itulah pasar malam Lorong Haji Taib yang membentang sekitar 500 meter di kanan-kiri ruas jalan itu.
Siang berlalu, malam pun tiba. Azan Magrib berkumandang dari sebuah masjid terdekat. Lampu-lampu restoran dan rumah toko menyala mengusir gelapnya malam. Walau begitu, di sudut-sudut lorong yang agak remang, berdiri beberapa orang laki-laki alias germo yang menawarkan kenikmatan birahi.
"Mari lihat-lihat dulu bang, ada Jawa, Melayu, India, Cina, dan Vietnam. Murah saja bang --cukup 30 ringgit--untuk satu kali kongkek," demikian tawar lelaki kurus cekung bermata sipit kepada setiap lelaki yang lalu lalang di lorong itu. Satu kali kongkek dalam bahasa Cina, bermaksud satu kali "main" short time.
"Harga ditentukan tergantung kondisi perempuan, kalau yang masih muda, tentu lebih mahal dari itu," kata seorang mucikari yang mengaku sebagai Ah Cong. Berdasar informasi di sekitar Chowkit, cukup merogoh kantong RM70 (sekitar 210 ribu rupiah, lelaki hidung belang sudah bisa bercumbu dengan gadis-gadis seksi asal Indonesia.
Bagaimana kalau ingin bermanja dalam pelukan gadis Melayu, India Cina, dan Vietnam? "Oh...itu, tarifnya agak tinggi namun tetap terjangkau," ujar Ah Chong meyakinkan.
Generalisir Gadis Jawa
Ikon Jawa di Negeri Jiran, seolah-olah mewakili daerah lain di Indonesia. Buktinya, perempuan-perempuan yang menjadi penghuni beberapa wisma di lorong Haji Taib, bukan saja dari Jawa. Asal usul beberapa gadis berpakaian menor di situ adalah beragam. Ada Medan, Maksar, Lampung, Jawa Timur, Jawa tengah dan Jawa Barat.
Modus operandi pelacuran di lorong Haji Tayib, cukup sederhana. Lelaki hidung belang yang menginginkan kenikmatan sesaat, akan melakukan penjajakan awal dengan mucikari yang bertugas di luar bangunan. Mucikari itulah yang akan membawa pelanggan ke lokasi khusus di ruko yang berderet sepanjang lorong itu.
Di pintu masuk sebelum tangga ke lantai atas, duduk antara dua atau tiga orang gadis yang menunggu pelanggan. "Ini boleh pilih bang, di atas banyak lagi ooo," tawar sang mucikari, lalu disambut senyum manja gadis berumur 20-an tahun yang segera berdiri menyambut tamunya.
Kalau pelanggan tidak berkenan dengan gadis-gadis yang ada di pintu masuk, maka gadis lain di lantai atas akan dipanggil turun sampai ada keputusan. Pelanggan tidak diizinkan naik ke lantai atas sebelum menentukan pilihan di pintu masuk. Kalau tidak jadi, maka pelanggan akan pindah ke tempat lain.
Antisipasi Tawaran Kerja ke Luar Negeri
Gadis-gadis itu bak dipingit. Mereka dikawal ketat oleh para germo. Ada yang tinggal di area Chowkit dan banyak yang diinapkan di apartemen-apartemen terdekat.
Sedihnya, tak jarang dari mereka yang tertipu di tanah air, dijanjikan calo untuk bekerja restoran dan salon, tapi sampai di Negeri Jiran, justru terjerumus dalam bisnis prostitusi.
Para orang tua yang anak-anaknya kini akan lulus SMP dan SMA, agar berhati-hati dengan tawaran kerja ke luar negeri. Pastikan diurus oleh agen penyalur yang resmi, menggunakan dokumen dan izin kerja yang jelas, serta diketahui oleh Kementerian tenaga Kerja dan kantor perwakilan RI di negara setempat.[]
Sekadar berbagi untuk kebaikan bersama.
KL: 11042019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H