Presiden Filipina Rodrigo Duterte membuat keputusan besar di negeri yang dipimpinnya. Bisa dikatakan hampir setengah abad, Bangsamoro di Mindanao, menuntut pisah dengan Manila.Â
Bangsamoro atau Muslim Moro, Mindanao memiliki sejarah tersendiri yang tidak bisa dipisahkan dengan Kesultanan Sulu, yang dulu pernah jaya dan berpengaruh di seantero Nusantara. Isu agama juga menjadi faktor dasar tuntutan untuk merdeka dan membentuk pemerintahan sendiri berdasakan ajaran agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di sana.Â
Selama ini, perairan Sulu memang sangat tidak aman karena sering terjadi penculikan terhadap wisatawan oleh kelompok milisi separatis Abu Sayyaf yang juga dikenal Al-Harakat Al-Islamiyyah. Aksi itu bermotif tuntutan terhadap Manila yang selama ini mereka perjuangkan sejak hampir setengah abad yang silam.
Setahun pasca jatuhnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, saya sempat menyambangi pulau yang saat itu sedang dijaga ketat oleh tentara Malaysia. Sambil menikmati keindahan dasar laut Sipadan, pemandu selam saya bilang, kelompok Abu Sayaf sering menyatroni pulau Sipadan dan pulau-pulau lain di Laut Sulu untuk menculik wisatawan asing dan juga nelayan setempat. maka dari itu, tentara mengawal para wisatawan yang berkunjung ke Sipadan dan sekitarnya.
Keputusan Duderte memberikan otonomi penuh, memang belum bisa memuaskan para anggota milisi Mindanao, karena target tertinggi mereka ingin benar-benar pisah dari negara induk untuk bisa menentukan status, bentuk negara, dan sistem pemerintahan sendiri.
***
Walaupun keputusan Duterte saat ini tak lain demi terciptanya perdamaian bagi rakyatnya, namun pasti akan berbuah protes dari berbagai pihak, baik di Manila maupun di Mindanao, karena keputusan itu tak selalunya dilihat sebagai sebuah kebaikan.
Sekali lagi hanya keamanan dan perdamaian yang diharapkan oleh Duterte, sekaligus menamatkan konflik panjang yang telah mengorbankan lebih 120 ribu jiwa.
Senin (21/1/2019) yang lalu, menjadi titik sejarah baru bagi 2.8 juta masyarakat Mindanao yang diberikan hak memberikan suara pada referendum untuk menentukan otonomi yang lebih luas.Â
Apabila menang, maka kekuasaan eksekutif, legislatif, dan fiskal akan diberikan kepada pemerintah otonomi, sementara urusan pertahanan, keamanan, keuangan, dan moneter tetap berada di tangan pemerintah pusat.Â
Untuk mencapai semua itu, tentunya kubu milisi yang selama ini berjuang untuk pembebasan Moro, diharapkan bisa bekerja sama dengan pemerintah pusat, khususnya dalam mendorong investasi lebih luas dalam bidang infrastruktur serta pengelolaan sumber daya alam.
Berdasarkan informasi, proses pemberian suara diadakan sebanyak dua kali putaran. Untuk putaran kedua akan diselenggarakan pada tanggal 6 Februari 2019.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa proses referendum dikawal ketat oleh 20 ribu aparat keamanan karena dikhawatirkan ada pihak yang dengan sengaja mengganggu proses pemberian suara. Hal tersebut sangat bisa dimaklumi karena status otonomi penuh yang ditawarkan Duterte kepada Bangsamoro, tidak semua kelompok milisi mengaminkan komando sang Presiden.
Sekadar berbagai.
KL: 25012019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H