Tingginya ketergantungan Indonesia terhadap pasar global, menjadi faktor utama tidak stabilnya perekonomian Indonesia. Banyak kalangan melihat kalau perekonomian Indonesia memiliki karakteristik pasang surut karena ketergantungan tadi.
Untuk capaian ekonomi makro untuk tahun 2018, dinilai tidak mencapai target. Pasalnya dilihat dari dua indikator yaitu pertumbuhan ekonomi dan defisit neraca transaksi berjalan (CAD). Dua indikator tersebut mengakibatkan neraca pembayaran sepanjang tahun mengalami defisit.
Itulah mengapa Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Piter Abdullah yakin melesetnya capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia dari target 5,2 persen sebagaimana yang diproyeksi oleh Kementerian Keuangan.Â
Berbagai kalangan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di pada triwulan IV hanya pada level 5,1 persen, jauh sekali dari target 5,4 persen dalam asumsu makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 dengan mengamati capaian pertumbuhan ekonomi pada tiga triwulan terakhir yakni 5,07 persen, 5,27 persen, dan 5,17 persen.
Dua dekade yang lalu, ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1997-1998, bisa dikatakan Indonesia diselamatkan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pada tahun 2018, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dilihat bergerak positif, tumbuh 5,5 persen karena ditopang oleh peningkatan pertumbuhan permintaan domestik yang terdiri atas konsumsi dan investasi seperti banyaknya proyek inprastruktur pemerintah.
Mengingat bahwa karakteristik perekonomian Indonesia sangat bergantung pada perekonomian global, apabila ekonomi global memburuk, maka memburuklah perekonomian Indonesia. Dengan buruknya kinerja CAD, bisa menjadi modal kurang baik memasuki tahun 2019 karena meninggalkan pekerjaan rumah di tahun 2019.[*]
Sekadar berbagi untuk Indonesia yang lebih sejaktera.
KL: 280122018