Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sedikit Keluh Kesah Pramugari di Langit Malam

23 Juni 2018   13:05 Diperbarui: 30 September 2021   19:22 3267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesawat Boing 737-900 ER milik maskapai Lion Air yang akan membawaku dari Pulau Bangka ke Palembang sudah siap lepas landas. Kami berangkat agak sedikit terlambat, karena telah terjadi sedikit cekcok antara penumpang dengan pramugari bertugas.

Seorang pemuda yang menumpang pesawat tersebut merasa tidak puas dan marah-marah bahkan dengan angkuh mau menampar pramugari hanya gara-gara sistem pendingin udara dalam pesawat belum berfungsi dengan baik.

Hujan agak deras malam itu, saat pesawat berlepas landas meninggalkan pulau yang terkenal dengan merica dan timah itu, tampak landasan pacu bandara Depati Amir basah kuyup dan licin, namun pilot terlatih berhasil melakukan take off dengan baik walau pun pesawat yang membawa ratusan penumpang itu sedikit berguncang saat menembus awan tebal di langit Bangka. 

Aku duduk satu baris ke belakang dekat di pintu darurat, di depanku ada tempat duduk khusus buat pramugari saat pesawat akan mendarat. Karena penerbangan hanya 30 menit, maka dari lepas landas hingga mendarat, pramugari terus duduk dan berhadapan denganku. 

Dari wajah manis sang pramugari yang dibaluti make up tipis, tak lupa polesan gincu yang disesuaikan dengan kulitnya yang kuning langsat, tetap tampak bahwa dirinya sangat letih, kepalanya ditempelkan ke sandaran kursi dan sesekali memejamkan matanya namun tetap siaga dan bergerak cepat setiap ada isyarat komunikasi dari cockpit. 

"Mudik ke Palembang ya Pak?" Sapanya sambil senyum ketika kami bertentang mata. 

Aku hanya mengangguk dan membalas  senyuman pramugari yang namanya jelas tertera di pin nama yang menempel di baju dinasnya.

Sebut saja namanya "Nindy." Aku tak serta merta menjawab pertanyan Nindy karena memang aku ke Palembang bukan untuk mudik.

Karena penasaran dengan kejadian yang dialami Nindy, kulemparkan pertanyaan tentang kejadian cekcok dengan penumpang di kursi bagian depan pesawat.

Dengan ramah dia menjelaskan bahwa seorang pemuda marah-marah karena panas dan ayahnya malah ikutan marah. Demi keselamatan penumpang lain, akhirnya sebelum pesasawat lepas landas keduanya diturunkan paksa oleh petugas keamanan bandara.

"Apakah sering kejadian serupa terjadi di dalam pesawat?" Tanyaku penasaran.

"Wuih sering banget, Pak!" jawabnya sedikit semangat.

Dia jadi curhat banyak hal, dari status kontrak para pramugari hingga sikap kasar penumpang yang pernah dialaminya.

Menurut kisahnya, bahkan pernah ada penumpang yang sampai bilang "makan itu "tai" kalau tidak bisa memberi layanan yang baik," tuturnya sambil memperlihatkan wajah sedihnya.

Banyak kejadian perilaku tidak sopan penumpang pesawat termasuk penumpang yang menggodanya juga bahkan memberikan isyarat "fuck" kepadanya.

"Kami capek terbang estafet dari pagi sampai malam," keluhnya lalu memaparkan bahwa hari ini dia dan kru lainnya terbang dari pagi untuk rute Jakarta-Medan-Pekan Baru-Padang-Batam-Bangka-Palembang-Jakarta dan diceritakan bahwa setiap tempat selalu saja ada masalah yang tidak mengenakkan dengan sikap penumpang di dalam pesawat.

Obrolannya tersekat gara-gara ada kode komunikasi bahwa pesawat akan merendahkan ketingginggian jelajah terbangnya karena waktu mendarat sudah dekat. Dengan cekatan dia menggapai alat komunikasi ke cockpit.

Cuaca selama penerbangan dilaporkan baik, hanya saja sedikit berawan. Dari jendela pesawat, tampak bintang bertebaran di langit dan bulan sabit yang malam sebelumnya pernah kufoto dari alun-alun kota Pangkal Pinang. (Baca: Bulan Sabit di Langit Bangka).

Setelah ngobrol-ngobrol selama 20 menit, akhirnya pesawat berhasil mendarat dengan selamat.

Saya dan pramugari Nindy juga penumpang di sebelahku tetap duduk manis sampai pesawat benar-benar berhenti sempurna di bandara Sultan Mahmud II, Palembang.

Karena Nindy berdiri, juga penumpang sebelahku berdiri, kuikut berdiri tuk mengambil koper dan ransel kecil di kabin yang sudah dibuka oleh Nindy.

"Terima kasih ngobrol-ngobrolnya ya Pak, selamat beristirahat dan sampai jumpa di lain kesempatan," ucap Nindy sambil tersenyum akrab.

Tanpa jabat tangan, kujawab ucapan persahabatannya. "Senang ngobrol denganmu juga, Nindy!" ucapku singkat dan tentu tak lupa kubalas senyum manisnya yang penuh keakraban.

Sampai ruang bandara segera kusongsong taksi menuju hotel Anugerah di Jalan Sudirman, pusat kota Pelembang.

Sebelum tidur kutulis cerita ini dan cepat-istirahat karena keesokan harinya aku ingin segera menikmati empek-empek kaki lima di bawah jembatan Ampera yang historik itu.

(*)

Sekadar berbagi dari Sumatera Selatan.

Palembang: 21062018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun