Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Fenomena Menyikapi Malam Ganjil-Genap Ramadan

8 Juni 2018   12:50 Diperbarui: 8 Juni 2018   13:04 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok. JariJari.co.id)

Malam lailatul qadar merupakan malam misteri tetapi pasti. Dalam QS. Al-Qodar 1-5 disinyalirkan bahwa sebuah malam dengan kelebihan pahala ibadah lebih baik dari 1000 bulan atau melebihi rata-rata umur manusia secara umum. Tentu sangat menarik untuk dibahas dan betapa beruntungnya mereka-mereka yang benar-bernar berhasil memperolehnya dengan sempurna sesuai ketentuan Ilahi.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah yang intinya anjuran untuk mencari lailatul qadar di malam-malam ganjil pada 10 malam terakhir Ramadan. Difahami bahwa malam lailatu qadar itu turun di salah satu malam ganjil saja. Mensikapi isyarat tersebut telah melahirkan berbagai fenomena perilaku umat Islam khususnya di alam Melayu Nusantara.

Yang saya amati, banyak umat Islam yang semangat tarawih di awal-awal saja dimana-mana masjid penuh dengan jamaah. Apabila puasa sudah melebihi setengah, intensitas ke masjid menjadi berkurang dan jamaah di masjid sangat sedikit sekali karena sudah sibuk ke pusat-pusat perbelanjaan untuk mempersiapkan lebaran.

Ada juga fenomena perilaku lainya dimana umat Islam akan ke masjid dan itikap di malam ganjil saja dengan harapan mendapat lailatul qadar tersebut tetapi di malam genap tidak itikaf bahkan tidak tarawih karena pertama sudah letih dan tidak turun lailatul qadar.

***

Menurut hemat saya, seharusnya umat Islam mengacu pada kelebihan bulan Ramadan secara keseluruhan bukan memaknai secara khusus di malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan sehingga sepanjang Ramadan suasana di masjid tetap meriah dengan kegiatan ibadah, bukan malah beralih ke pusat-pusat perbelanjaan.

Apabila sikap tersebut berlaku maka jelas kita beribadah hanya untuk mwndapatkan lailatul qadar bukan semata mencari keridhaan Allah.

Artinya standar dan target ibadah secara keseluruhan harus ada dan dijaga supaya tidak turun, serta di 10 malam terakhir khususnya di malam ganjil intensitas dan kualitas ibadah lebih ditingkatkan seperti itikaf serta memperbayak solat sunnah dan tadarus al-Qur'an.

Namun perlu diingat bahwa bukan berarti di malam-malam genap tidak menstabilkan atau meningkatkan kualitas ibadah karena seperti yang saya katakan di atas bahwa kita harus memaknai dan mensikapi bulan Ramadan secara utuh.(*)

Sekadar pemikiran dangkal yang mungkin bisa bermanfaat.

KL: 08062018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun