Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inisiator Pendidikan Anak Indonesia di Lereng Gunung Kinabalu, Malaysia

7 Desember 2017   05:09 Diperbarui: 7 Desember 2017   12:28 2825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Kundasang di Lereng Gunung Kinabalu. Dok. Pribadi.

Kundasang, daerah indah di lereng Gunung Kinabalu yang senantiasa menjadi incaran para petualang dan yang hobi muncak. Gunung dengan ketinggian 4095 meter di atas permukaan laut itu memiliki tipelogi puncak berbatu seperti beberapa puncak gunung tinggi lain di Indonesia atau Myanmar.

Perjalanan dua jam dari Kota Kinabalu, Sabah, akan sangat terasa berkesan karena akan disuguhi dengan pemandangan indah di lereng gunung dan juga lembah-lembah yang hijau dengan air terjun yang tinggi di salah satu dinding gunung. Indah dan sangat mengagumkan.

Sekitar lereng Gunung Kinabalu hampir semuanya menjadi spot cantik untuk mengabadikan kenangan saat berkunjung ke destinasi wisata alam yang terkenal di Malaysia itu.

Kampung Kundasang di Lereng Gunung Kinabalu. Dok. Pribadi.
Kampung Kundasang di Lereng Gunung Kinabalu. Dok. Pribadi.
Community Learning Center (CLC)

Di lereng gunung yang indah itu, terdapat sebuah perkampungan kecil namanya Kundasang, di sana banyak sekali pekerja migran asal Sulawesi, seperti Gowa, Makassar, Toraja, dan beberapa daerah lainnya.  Mereka merantau ke Sabah untuk memperbaiki taraf ekonomi keluarga di kampung halaman.

Karena aturan hukum di Malaysia Timur membolehkan pekerja migran menikah dan membawa keluarga, maka kebanyakan mereka memboyong anak dan isteri masing-masing ke Malaysia Timur. Namun seiring berjalannya waktu, muncul masalah pendidikan bagi putra dan putri mereka yang sudah menginjak usia sekolah, sementara mereka tidak bisa bersekolah di sekolah Malaysia karena kebanyakan anak-anak Indonesia di sana tidak memiliki izin tinggal (undocumented).

Atas kepentingan itu, maka di tengah-tengah kampung Kundasasang, didirikanlah pusat pendidikan anak Indonesia yang kini resmi disebut Community Learning Center (CLC). Ada CLC Cinta Mata, CLC Cempaka, dan CLC Kundasang yang melayani jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.

Memang kondisi CLC tersebut sangat sederhana, bangunannya bisa dikatakan jauh dari layak tetapi guru dan siswanya senantiasa ceriah dan penuh semangat. Dinding dan atap bangunan terbuat dari seng. Batas-batas kelas terbuat dari triplek yang tidak sempurna. Di dalam kelas ada meja, kursi papan tulis sumbangan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) yang merupakan sekolah induk CLC di seluruh Malaysia Timur.

Menariknya, ternyata awal berdirinya CLC tersebut diinisiasikan oleh tiga orang pekerja Indonesia asal Sulawesi yaitu Daud (45 tahun), Martin (46 tahun), dan Agustinus Misi (36 tahun). Mereka yang mendirikan dan mereka juga yang menjadi tenaga pengajar walaupun mereka sendiri hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kondisi ruang kelas di CLC Kundasang. Dok. Pribadi.
Kondisi ruang kelas di CLC Kundasang. Dok. Pribadi.
Peran Pemerintah

Kini Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur dan kantor perwakilan RI setempat mengirim ratusan guru bina yang telah lulus ujian saringan yang diadakan oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud RI. Setiap CLC akan ditempatkan minimal satu orang guru bina yang akan mendampingi guru-guru lokal yang nota bene belum sarjana.

Supaya guru CLC memiliki kualifikasi yang memadai, maka pada tahun 2015, Atase Pendidikan dan kebudayaan KBRI Kuala Lumpur Prof. Dr. Ari Purbayanto melakukan terobosan yang sangat berarti, melobi Universitas Terbuka (UT) Jakarta dalam upaya mensarjanakan para guru lokal di CLC Kota Kinabalu dan Tawau. Semua guru CLC tersebut dikuliahkan pada program PGSD dengan beasiswa penuh sampai lulus.

Hingga saat ini kantor perwakilan RI telah mendirikan ratusan CLC dan tentunya dengan itu semua akan dapat memberikan layanan pendidikan bagi ribuan anak Indonesia di Malaysia, khususnya mereka yang berdomisili di perkebunan-perkebunan di wilayah pedalaman Sabah dan Sarawak.

Ibu Vina asal Sumatera Barat yang dikirim oleh Dir.GTK yang mengaku senang mengajar anak-anak CLC. Dok. Pribadi.
Ibu Vina asal Sumatera Barat yang dikirim oleh Dir.GTK yang mengaku senang mengajar anak-anak CLC. Dok. Pribadi.
**

Apa yang dilakukan oleh tiga pekerja Indonesia itu patut diapresiasi dan dicontohi bahwa untuk berbuat baik tidak harus terlebih dahulu menunggu orang lain atau pihak yang berwenang karena apa yang mereka lakukan di dunia ini merupakan perintah Tuhan yang akan menjadi amal ibadah yang tentunya akan mereka petik di akhirat kelak.(*)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun