Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tekad Kuat dalam Sarana Pendidikan yang Minim

2 Desember 2017   21:32 Diperbarui: 4 Desember 2017   14:16 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkunjung ke Community Learning Center (CLC) di wilayah pedalaman Borneo, memberikan pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga sekali. Selama lima tahun berkecimpung sebagai koordinator Pendidikan Non-Formal bagi anak-anak pekerja migran Indonesia di Semenanjung Malaysia, Sabah dan Sarwak banyak hal yang saya petik dari tugas yang menantang ini, karena kebanyakan pusat layanan pendidikan anak-anak Indonesia, didirikan di remote area seperti di kawasan perkebunan kelapa sawit Malaysia. 

Jum'at (1/12/2017) kemarin, setelah menempuh perjalanan lebih dua jam, saya mendampingi Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur dan tim Kemdikbud RI, kami bersua dengan guru serta siswa-siswa CLC Cempaka, Kundasang, Sabah yang selama ini belajar dalam suasana sarana sekolah yang cukup memperihatinkan. Gedung yang terbuat dari papan, dinding dan atap seng dengan meja dan kursi seadanya, dilengkapi dengan papan tulis yang sangat sederhana dan dinding yang dihias dengan gambar-gambar pahlawan nasional.

CLC yang selama ini menjadi pusat kegiatan belajar dan mengasah bakat anak-anak Indonesia di daerah Kundasang, terdiri dari dua dua petak bangunan. Satu diperuntukkan sebagai tempat belajar anak-anak jenjang SD, dan yang satu petakan lagi diperuntukkan bagi anak-anak jenjang SMP. Tiap kelas dibatasi dengan papan triplek yang terlihat bolong-bolong .

Bisa dibayangkan perjuangan guru guru-guru CLC saat mengajar di salah satu kelas, sementara ada kelas kosong di sebelahnya yang siswanya bisa saja ribut, pasti akan menguji kesabaran tentunya. Terdapat ratusan CLC di wilayah Sabah dan Sarawak yang dibangun atas kerjasama Kemdikbud RI, Kantor Perwakilan RI dan juga perusahaan perkebunan Malaysia. Kondisinya berbeda-beda, ada yang sangat bagus dengan bangunan dan fasilitas yang memadai, namun masih banyak yang memperihatinkan seperti kondisi CLC Cempaka.

CLC Cempaka yang terletak di lereng Gunung Kinabalu itu memang tak seindah pemandangan sekitarnya berupa lereng dan puncak gunung serta lembah yang sangat indah dengan suasana udara yang bersih tanpa polusi. Namun cerita berdirinya CLC Cempaka cukup menarik. Pada awalnya, tempat belajar anak-anak Indonesia ini diinisiasi oleh tiga orang pekerja migran asal Makassar dan Toraja. Berkat kegigihan tiga lelaki yang merantau ke Malaysia Timur setelah lulus SMA itu, kini dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. bahkan mereka mendapat perhatian dari Atdikbud dan Universitas Terbuka yang memberikan mereka kesempatan kuliah dengan beasiswa pada program PGSD-UT.

Bersama tiga iisitor pusat pendidikan bagi anak pekerja migran di Kundasang, Sabah. Dok. Pribadi.
Bersama tiga iisitor pusat pendidikan bagi anak pekerja migran di Kundasang, Sabah. Dok. Pribadi.
 Tentunya kondisi seperti ini perlu sentuhan pemerintah RI untuk melakukan langkah-langkah strategis mendukung sumber daya yang ada dengan perbaikan dan melengkapi fasilitas pendukung belajar anak-anak Indonesia yang berdomisili jauh di pedalaman Malaysia karena mengikuti orang tua mereka merantau.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Ari Purbayanto bersama tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berkunjung untuk memastikan rencana pelaksanaan ujian paket kesetaraan bagi anak pekerja migran Indonesia di seluruh Community Learning Center (CLC) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pada tahun 2018 mendatang yang akan berlangsung berbasis komputer.

Para rombongan yang berkunjung ke CLC Cempaka terdiri dari Prof. Dr. Ari Purbayanto, Ibu Eka Nugraheni Ciptawati (Kepala Bagian Kebijakan dan Evaluasi Program), Ibu  Siti Marfuah (Kepala Subbagian Evaluasi, Bagian Kebijakan dan Evaluasi Program), Bpk. Rekso Grahara (Kepala Subbagian Fasilitasi Atase Pendidikan dan Sekolah Indonesia), Drs. H. Istiqlal, M.Pd., Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, Taufiq Hasyim Salengke (Koordinator Pendidikan Non Formal KBRI Kuala Lumpur). 

Berdasarkan data dari Koordinator Pendidikan Non-Formal Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), sebenarnya ada tiga pusat belajar anak-anak Indonesia di daerah Kundasang yaitu CLC SD Cinta Mata yang siswanya berjumlah 235, CLC SD Cempaka berjumlah 153, dan CLC SMP Kundasang yang berjumlah 73 siswa.

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur dalam kesempatan bertemu guru CLC di Kundasang berharap untuk terus bekerja dengan penuh dedikasi dalam membina generasi muda Indonesia walaupun dalam kondisi sarana dan prasarana yang terbatas. Sementara itu, Atdikbud juga memotivasi para siswa untuk giat belajar dan menggantungkan cita-cita yang tinggi walau sarana belajarnya tidak sebagus siswa di kota dengan sarana belajar yang lengkap.

Dalam kesempatan tersebut, tim dari Kemdikbud RI satu per satu menyambangi siswa-siswa yang dalam jiwanya memiliki semangat tinggi untuk maju. Mereka berjanji, Pemerintah RI akan berusaha melakukan perbaikan sarana dan juga meningkatkan kualitas layanan pendidikan di wilayah-wilayah pedalaman Malaysia, khususnya di Kundasang, Sabah.

Dari hasil dialog dan juga paparan Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu yang merupakan sekolah induk ratusan CLC di wilayah Sabah dan Sarawak, diketahui bahwa sudah banyak siswa CLC yang tembus ke perguruan tinggi bergengsi nasional dan internasional. Baru-baru ini dua orang siswa CLC dari Kundasang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Negeri Tirai Bambu selain beberapa lainnya masuk tanpa tes di perguruan tinggi negeri dalam negeri.

Dalam kunjungan tersebut, guru CLC dan siswanya juga sempat menampilkan persembahan bermain musik dan menyanyi serta menyuguhkan kepada para tamu yang berkunjung aneka jenis kue hasil kreativitas siswa dalam belajar materi ekskur memasak.

Dari semua itu, memberikan pelajaran berharga kepada saya pribadi bahwa sarana yang minim bukan menjadi pengahalang untuk meraih sesuatu yang luar biasa dalam hidup. Apa yang dikatakan oleh Atdikbud bahwa kita harus senantiasa optimis dan terus berkarya memacu diri untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal sesuai kapasitas masing-masing.(*)

Sekadar berbagi untuk Indonesia cerdas.

Negeri Bawah Bayu, 01122017 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun