Memasuki tahun 1999, Ust. Syihbuddin Syirat mulain menginisiasi berdirinya yayasan pendidikan Al-Muhajirin Satata di atas areal satu hektar tanah untuk madrasah dan pondok pesatren Al-Muhajirin Satata. Keberhasilan itu membuat desa Seloto memiliki dua pondok pesantren yang menjadi basis pendidikan dan dakwah. Â Â
**
Tingginya minat masyarakat untuk mendalami ilmu agama, membuat desa ini dikenal sebagai "Desa Santri."
Saya amati, kebersamaan dan bersatunya masyarakat Seloto dapat dilihat dari bersatunya tempat menunaikan ibadah. Di Seloto  berkembang organisasi Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU) dan juga Nahdhatul Wathan (NW). Tetapi dalam hal ibadah, mereka berkumpul di masjid yang sama, dimana setiap waktu solat fardhu, masjid selalu ramai dengan jamaah. Tua dan muda senantiasa memenuhi panggilan azan untuk solat berjamaah lima waktu.
Pemerintah Desa Seloto mencanangkan program Seloto mengaji di mana masyarakatnya secara beramai-ramai mengadakan tartil al-Qur'an setiap minggu. Selain itu, pada hari tertentu, masyarakat umum juga mengadakan kajian keagamaan yang berpusat di Masjid Baiturrahman.
***
Seloto memiliki sejarah tersendiri sejak zaman penjajahan Belanda hingga hari ini. Cerita Seloto sebagai benteng dan persembunyian pejuang pada zaman penjajahan, cerita sikap pemerintah rezim orde baru terhadap masyarakat Seloto yang kekeh dengan prinsip berpolitik di bawah partai Islam berlambang Ka'bah (PPP) dan hingga saat ini dengan sikap dan pendirian masyarakatnya membangun desa dengan penuh kemandirian.Â
Maju mundur Seloto terletak di tangan masyarakatnya untuk menentukan eksistensinya menjadi  desa madani yang disinyalirkan dalam al-Qurán, baldatun toyyibatun warobbun ghafur. (*).
Seloto, KSB: 02072017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H