SEBUAH kerangka wawancara beruntun masuk untuk menelisik alasan para awak Kompasiana menulis. Ini wawancara yang kesekian kalinya. Pastinya terdapat berbagai ragam jawaban dalam konteks kepenulisan di media online. Intinya sama sekali bukan untuk  mendapatkan popularitas. Itulah yang bisa saya tegaskan.
Selama ini, menulis di Kompasiana benar-benar mengalir begitu saja, menyalurkan hoby menulis untuk menyampaikan aspirasi atau gagasan yang bisa dikonsumsi oleh khalayak ramai dalam bentuk informasi dan wawasan keilmuan dengan mengasah otak dan insting agar senantiasa peka dalam melihat dan menganalisa permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Media online seperti Kompasina sudah sangat jelas sebagai blog pribadi yang difasilitasi oleh Kompas Grup dengan slogan Beyond Blogging tanpa ada editing bahasa dan struktur kepenulisan. Dalam hal ini, penulis bertanggung jawab keatas konten artikelnya masing-masing, sementara admin Kompasiana bertugas memonitor dan menyaring artikel yang berbau hasutan dan menyinggung SARA.
Keterangan di atas secara langsung memisahkan pengertian media online seperti Kompasiana yang penulisnya berdiri sendiri tanpa adanya ikatan kerja layaknya Detik.com dan edisi online-nya media cetak dan elektronik lainnya karena wartawan, admin, editor, dan medianya memiliki ikatan kerja yang diatur dengan kontrak kerja serta konsekuensi kerja yaitu gaji.
***
Pengalaman pribadi selama menulis di Kompasiana sangat memuaskan karena artikel bisa saya publish dan edit sendiri dengan mudah. memiliki akun pribadi menjadi dasar bagi para penulis menjadi bagian dari warga Kompasiana baik disertakan dengan verifikasi biru, hijau, dan bahkan tanpa verifikasi. Warga Kompasiana diperkuat oleh dukungan para kompasianer lain baik melalui grup komunikasi, pasilitas chat dan melalui komentar pada artikel yang terpublish.
Pada umunya komentar yang ada pada bagian bawah artikel merupakan bentuk dukungan langsung dimana para awak Kompasiana akan senantiasa menulis komentar sebagai masukan atas ide dan gagasan yang terpublish. Oleh karena itu, cara saya menanggapi setiap komentar yang masuk adalah dengan mengakomodir ke dalam artikel yang ada atau mengembangkannya menjadi artikel baru.
Publikasi informasi dari editor menjadi dasar gagasan menulis yang up to date dan terarah. Gagasan dan inspirasi lainnya tentu lewat membaca, mendengar dan pengalaman yang dialami penulis sehari-hari.
Agar artikel yang terpublish bisa dibaca oleh masyarakat secara luas, maka penulis menggunakan media sosial lain sebagai perantara seperti Face Book, blog, e-mail, WhatsApp, twitter, instagram dan lain sebagainya.
Bagi saya, Kompasiana sudah bisa mewakili media massa lainnya karena penulisnya terdiri dari berbagai latar belakang profesi yang menulis berdasarkan keahlian dan minat masing-masing. Jadi artikel di Kompasiana sangat beragam dan lengkap maka cara mudah untuk mendapatkannya adalah lewat fitur rubrik yang telah tersedia.
Berbicara tentang manfaat yang saya peroleh selama menulis di Kompasiana sangat banyak sekali seperti dapat menyalurkan gagasan dan ide dengan bebas, menambah wawasan dan mempertajam daya kepekaan terhadap isu sosial yang terjadi dalam masyarakat. Manfaat silaturrahmi antar penulis memiliki kepuasan tersindiri walaupun antar penulis tidak pernah bertemu karena terpisah jarak yang jauh. Itulah uniknya hubungan yang terjalin diantara warga Kompasiana.
Kompasiana benar-benar menjadi wadah warga media online berbasis blog untuk berbagi, sama sekali bukan untuk mencari popularitas.(*)
Sekadar respon atas pertanyaan dan pelurusan persepsi tentang Kompasiana.
Seloto:28062017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H