Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memotret Pulau Rupat

20 Juni 2017   22:00 Diperbarui: 21 Juni 2017   19:41 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Rupat (Dokumentasi Pribadi)

Dari ketinggian 28 ribu kaki di atas permukaan laut, pesawat OD316 yang kutumpangi melewati Selat Melaka, Senin (19/6). Cuaca siang itu baik dan cerah, sejenak kumelongok ke luar jendela, tampak gundukan tanah yang disisinya melingkar pantai panjang nan indah berwarna putih. “Pulau Rupat,” gumamku dalam hati. Cepat-cepat kuraih ponsel lalu menjepretnya.

Ada yang menarik yang pernah kutemui di daerah ini. Tepatnya 12 tahun yang silam saat berkesempatan ke sana, kuterserempak dengan beberapa bocah sekolahan yang sedang berlarian, bermain sesama temannya di sebuah gang kecil.

“Dik…siapa namamu?” sapaku berusaha akrab kepada salah seorang bocah bernama Ahmad yang mengaku duduk di kelas 3 SD sebuah sekolah di Rupat Utara. Kulanjutkan lagi ke-kepoan-ku yang saat itu memang memaksaku untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana pengetahuan tentang ke-Indonesia-an dimata anak-anak kecil Pulau Rupat.

“Kamu hafal Pancasila tidak?” Tatapan matanya kepadaku nampak sigap seperti seakan ingin cepat menjawab.

“Hafal” Kepolosannya membuatku sedikit merasa tak kuasa menahan tawa. Tanpa dikomando lagi Bocah itu menyebutkan satu persatu secara berurutan.

“Bagus…bagus sekali…wah hebat ya kamu...” pujiku sambil mengusap pundaknya. Temannya yang lain pun melihatnya dengan decak kekaguman.

Bocah dengan gigi yang tidak rata itu “nyengir” karena mendapat pujian dariku dan teman-teman sepermainannya.

“Siapa yang tahu Pancasila itu apa?” kini semuanya saling pandang. Hampit 1 menit aku menunggu jawaban darinya. Dia hanya berpagut pada pandangan teman-temanya yang lain. Mereka masih bungkam mencari-cari apa yang bisa dijadikan jawaban atas pertanyaanku.

“Teeeeeet…” mulutku seakan menjadi batas waktu untuk kesempatan mereka berfikir. Time’s up gumamku. Okay, poin ini mereka tidak bisa memberikan jawaban, aku akan coba mengajukan pertanyaan lainnya.

“Kalian tahu siapa Presiden Indonesia?” pertanyaanku tidak lagi khusus untuk bocah itu, mungkin karena rasa kecewaku akibat pertanyaan ketiga yang tidak dapat dijawab. Ada harapan dimata mereka untuk menjawab. Kulihat ada api yang membara mengikut semangat nasionalisme dalam diri mereka.

“Tahu” Mereka menjawab lantang sekali, seakan memang hanya itu yang mereka ketahui. Tapi sayang punya sayang, bukanlah nama Presiden Indonesia yang mereka sebut melainkan malah nama Perdana Menteri Malaysia yang mereka alukan kepadaku. Kulempar senyum kepuasan pada mereka yang mereka tak sedikitpun mampu membaca bahwa aku sedang kecewa berat.

“Baik baik baik. Dari mana kalian tahu bahwa nama yang kalian sebut tadi adalah nama Bapak Presiden Indonesia?” nadaku dengan sedikit menelisik.

“TV bang!” serentak mereka menjawab kegirangan.

“Begini dik, nama yang kalian sebut tadi adalah Perdana Menteri Malaysia. Kalau Presiden kita adalah…

***

Pulau yang yang berpenduduk sekitar 50 ribu jiwa itu, terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Rupat dan Rupat Utara. Keduanya termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis, Riau. 

Posisi  pulau ini terletak diantara Riau (Indonesia) dan Melaka dan Seremban (Malaysia). Dengan demikian Pulau Rupat merupakan wilayah terdepan yang rentan dengan asimilasi dan akulturasi yang kuat. Selama ini, transaksi perniagaan di Pulau Rupat berlaku dua mata uang yakni Rupiah dan Ringgit yang bisa menjadi jalan mulus berlakunya integrasi sosial Indonesia-Malaysia.

Saluran televisi dan radio dominan dari negeri jiran. Tak heran kalau PM Malaysia familiar sekali di Pulau Rupat. Bahkan para artis dan penyanyi Malaysia seperti Siti Nurhaliza, Dayang Nurfaizah, M Nasir dan Ami Mastura cukup dikenal dan lagu-lagi negara tetangga itu kerap menjadi tembang hiburan masyarakat di sana.

Hasil investigasi sederhana menunjukkan bahwa Pulau Rupat disebut-sebut sebagai pulau penadah barang selundupan dari Malaysia terutama sepeda motor. Human trafficking juga berlaku dari Rupat ke Melaka dan Negeri Sembilan (Malaysia).

Tindakan preventif dari lembaga pendidikan dan media informasi perlu melakukan edukasi ke-Indonesia-an yang ekstra di wilayah terluar Indonesia supaya negeri ini benar-benar dikenal dan dijiwai oleh rakyatnya sendiri.(*)

---

Sekadar berbagi untuk integrasi Indonesia yang lebih kuat.
Jakarta:20062017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun