Gerakan literasi bukan hal baru bagi manusia. Jauh sebelum ini, sejak manusia pertama kali diciptakan, sudah ada konsep membaca tanda-tanda alam yang disebut ayat qouniyah. Wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW adalah "Iqra" yang merupakan perintah untuk membaca. Dalam surat tersebut, menekankan perintah membaca diulangi sebanyak dua kali, menandakan begitu pentingnya masalah baca tulis. Inilah spirit literasi langsung dari Allah, sang pemilik ilmu pengetahuan.
Kalau kita telusuri konsep kenabian dalam Islam, juga diturunkan kitab suci seperti Kitab Taurat (Nabi Musa), Kitab Zabur (Nabi Daud), Kitab Injil (Nabi Isa), dan Kitab Al-Quran (Nabi Muhammad SAW). Demikian juga halnya dengan Suhup berupa lembaran-lembaran berisi konsep nilai dan norma dalam beribadah (hubungan vertikal) dan aturan-aturan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan (bungan horizontal) sebagai pegangan dan bekal yang dipedomani setiap waktu dalam berinteraksi antara nabi utusan Allah dengan kaumnya.
Agama-agama lain seperti Hindu dan Budha juga mengacu kepada kitab sucinya yang secara keseluruhan berada dalam bingkai membaca, menulis dan menelaah yang dijadikan referensi dasar untuk membangun ummat dalam arti ibadah kepada Tuhan yang disembah dan hubungan sosial kemasyarakat antar sesama manusia.
Membaca dan menulis menjadi dasar yang transendental dalam menghidupkan hubungan komunikasi dan interaksi dengan Sang Maha Pencipta dan juga dengan sesama mahluk yang dalam bahasa agamanya disebut hablun minallah dan hablun minannas.
**
Bagi masyarakat Indonesia, kita mengenal dua konsep yaitu GLN (Gerakan Literasi Nasional) dan GLS (Gerakan Literasi Sekolah). Kedua hal ini pada perinsipnya sama yakni menumbuhkan budi pekerti masyarakat dan siswa melalui kegiatan membaca dan menulis di kalangan masyarakat dan siswa sekolah.Â
Keluarga merupakan agen pendidikan pertama yang membentuk karakter seorang anak, maka Pemerintah Indonesia juga perlu menggaungkan Gerakan Literasi Keluarga (GLK) sebagaimana GLS dan GLN karena membaca dan menulis merupakan kunci memperoleh ilmu pengetahuan.Â
Artikel ini bukan untuk menyorot banyak atau sedikit jumlah terbitan buku setiap tahun di Indonesia dan juga bukan mengukur tinggi rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, tetapi menyorot bagaimana upaya kita menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia supaya semangat literasi membudaya di tanah air.Â
Banyak pihak yang sudah bergerak untuk hal ini sejak Indonesia belum merdeka hingga sekarang. Dan tentu masyarakat menyambut baik gerakan pengentasan buta aksara di negara tercinta Indonesia. Bentuk gerakan positif dalam upaya memastikan 100 persen masyarakat Indonesia melek huruf, perlu dukungan semua pihak dari pusat hingga ke desa.
Sebaiknya ketika Pemerintah menghembuskan semangat literasi, juga pada saat yang sama secara bertahap mencicil bantuan perpustakaan di setiap desa. Memastikan semua sekolah memiliki ruang perpustakaan yang memadai dengan koleksi buku yang banyak serta up to date.
**
Malam ini, di malam ke-17 bulan suci Ramadan diperingati Nuzulul Qur'an, malam turunnya wahyu pertama yang isinya perintah untuk membaca. Semoga semangat "iqra" dapat meningkatkan budaya membaca, menulis dan menelaah di kalangan masyarakat Indonesia yang dalam bahasa kerennya adalah semangat literasi karena Nuzulul Qur'an merupakan semangat literasi yang dihembuskan langsung dari langit.
Sekadar ilustrasi Ramadan untuk menjadi bahan renungan bersama di malam turunnya wahyu pertama, yakni perintah untuk membaca.(*)
KL: 12062017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H