Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perubahan Sikap Orang Tua Seiring Tingkat Pendidikan Anaknya

9 Juni 2017   23:54 Diperbarui: 11 Juni 2017   02:28 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEMUA kita tentu pernah sekolah bukan? Atau sekarang sudah menjadi orang tua kepada anak-anak? Atau bahkan menjadi kakek/nenek kepada cucu yang lucu dan pintar? Apapun posisi kita dari pertanyaan tadi, mari untuk mengamati bagaimana sikap orang tua terhadap anaknya yang sedang menempuh pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Perguruan Tinggi.

Secara sederhana, disimpulkan ada kecenderungan perubahan regres sikap orang tua seiring meningkatnya umur dan jenjang pendidikan anaknya di bangku sekolah. Namun kembali mengalami hal yang berbeda yakni perubahan menuju progres saat anak di bangku kuliah atau di menara gading. 

Dalam artikel ini saya kerucutkan pengamatan khusus pada respon orang tua pada hari pembagian rapor siswa di sekolah. Walaupun faktanya bisa saja berbanding terbalik dari kesimpulan awal tadi, namun secara umum bisa saya ilustrasikan seperti di bawah ini:

Ketika seorang anak berada di bangku TK, orang tua dengan penuh perhatian berusaha untuk mengantar dan menjemput sang anak. Alasannya jelas karena sang buah hati masih kecil dan sangat riskan bila berjalan sendirian. Tentu ini alasan keselamatan yang tidak bisa dipandang remeh. Pada fase ini, orang tua akan mengikuti setiap saat perkembangan anaknya bahkan rajin ke sekolah bila ada even-even seni dan budaya, baik saat itu anaknya tampil atau tidak. Yang paling saya soroti adalah perilaku orang tua di hari pembagian rapor bisa dibilang tidak satupun orang tua yang tidak datang mengambil rapor anaknya.

Ketika seorang anak berada di bangku SD, orang tua masih rajin mengantar dan menjemput anaknya. Demikian juga saat anaknya tampil di pentas seni sekolah, biasanya orang tua tetap mengikutinya termasuk hadir ke sekolah untuk mengambil rapor anaknya. Bahkan dengan antusias yang tinggi, saat berhadapan dengan wali kelas, secara detail dan panjang lebar mendiskusikan perkembangan pendidikan anaknya bersama bapak ibu guru di sekolah.

Ketika seorang anak berada di bangku SMP, orang tua sudah menginginkan agar anaknya lebih mandiri, pergi ke sekolah dan pulang ke rumah sendiri menggunakan moda transportasi umum. Orang tua akan mengurangi intensitas mengikuti acara sekolah walaupun anaknya tampil di acara tersebut. bahkan saat pembagian rapor, banyak orang tua yang tidak hadir karena mementingkan kesibukan di tempat kerja masing-masing.

Ketika seorang anak berada di bangku SMA, orang tua memastikan anaknya sudah sangat mandiri, pergi ke sekolah dan pulang ke rumah sendiri menggunakan moda transportasi umum. Orang tua akan mengurangi intensitas mengikuti acara sekolah walaupun anaknya tampil di acara tersebut. Saat pembagian rapor, kebanyak orang tua tidak hadir, meminta anaknya untuk mengambil rapornya sendiri karena orang tua mementingkan kesibukan profesi di dunia kerjanya.

Ketika seorang anak menuju menara gading, pada fase ini tidak sedikit orang tua yang membiarkan anaknya mengurus sendiri segala-galanya tanpa harus mendampingi proses pendidikan anaknya secara langsung. Namun laiknya pembagian rapor di perguruan tinggi adalah prosesi wisuda. Kesempatan ini para orang tua yang mengikuti prosesi anaknya yang wisuda bisa dibilang sama dengan saat anaknya berada di jenjang TK dan SD belasan tahun yang lalu. 

Rata-rata orang tua berkeinginan untuk mengikuti acara wisuda anaknya. Karena dengan keberhasilan anggota keluarga memperoleh gelar kesarjanaan, maka secara otomatis status kelas sosial sebuah keluarga akan berubah minimal di mata tetangga dan keluarga dekat.

**

Sekali lagi saya katakan bahwa tidak semuanya demikian. Namun fakta di lapangan, mayoritas orang tua mengalami siklus perubahan sikap sebagaimana paparan di atas. Oleh karena itu "mungkin" muncul gagasan dari mantan Menteri Pendidikan Anies Baswedan ketika menjadi menteri yang menganjurkan orang tua siswa supaya dapat mengantar anaknya ke sekolah pada hari pertama persekolahan dimulai.

Hal yang kecil dari kiprah orang tua untuk anaknya akan senantiasa terpatri dalam ingatan anak. Untuk itu, mumpung anak masih di bangku sekolah jangan sia-siakan kesempatan indah untuk melukis sejarah hidup bersama buah hati yang merupakan amanat Yang Maha Kuasa.***

Sekadar berbagi ilustrasi karakter masyarakat urban.

Semoga berkenan.

Kuala Lumpur: 09062017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun