Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Buruh dan Sekelumit Pesan dari Perantauan

30 April 2017   06:52 Diperbarui: 30 April 2017   12:02 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saban tahun, setiap tanggal 1 Mei, dunia istirahat dari aktivitas biasanya. Kononnya untuk menghormati para buruh yang selama ini menyumbang devisa kepada negara dengan sebutan May Day.

Para birokrat dan pakar sosial duduk khusuk menyimak masukan tentang kerangka penanganan buruh migran di luar negeri.

Tiga hal yang harus dicatat, dicermati dan dibereskan terkait buruh di luar negeri adalah mekanisme pengiriman, penempatan, dan perlindungan.

Kelompok masyarakat yang tak jarang selalu dipersalahkan karena dilihat sebagai masyarakat marginal. Maka dari itu, kaum buruh selama ini sering dieksploitasi dan haknya juga sering diabaikan bahkan dinistakan.

Seandainya tidak menyumbang devisa besar kepada negara, kira-kira bagaimana sikap dan perlakukan para birokrat kepada kelompok kerja yang satu ini? Bisa dibayangkan dan bisa ditebak dengan pasti apa jawabannya.

Tentang penanganan buruh migran, sangat diperlukan tindakan nyata, cepat dan tepat. Karena menyangkut kebutuhan ekonomi dan masa depan sebuah keluarga. Sementara waktu bergulir cepat, angka migrasi ke luar negeri semakin meningkat drastis.

Mereka telah berjuang bahkan telah memberi tambahan pendapatan bagi para birokkrat yang duduk di singgah sana kekuasaan.

**

Masyarakat harus meiliki empati yang dalam karena saya melihat selama ini seperti untain kata di bawah ini…

Meninggalkan kampung, bukan pilihan yang disukai….

Menuju negeri orang, bukan tujuan yang pasti….

Mengais rezeki di lahan orang, bukan tidak dicibiri….

Merantau dan bertahan di negeri orang bukan tiada alibi….

**

Para penguasa dan wakil rakyat, senantiasalah menjenguk kami yang menjadi buruh di luar negeri!

Di luar sana, nun jauh dari kampung halaman, ada mereka yang dengan berat mengumpulkan uang demi dapat membeli sepasang baju baru di hari lebaran untuk keluarga tercinta.

Di luar sana, nun jauh dari dunia pendidikan, ada mereka yang rela menyisihkan uangnya untuk belajar di tengah kesibukannya mencari uang untuk keluarganya

Di luar sana, nun jauh dari peradaban modern, ada mereka yang cinta akan pendidikan, sanggup mempertaruhkan nyawa di luar negeri agar bisa menyekolahkan anak-anaknya karena ingin supaya anak mereka bisa mengenyam pendidikan seperti anak tetangga dengan segala perlengkapan belajar.

Di luar sana, nun jauh dari peradaban dan gemerlapnya gedung pencakar langit, ada mereka yang berjuang siang dan malam mengumpulkan biaya untuk sekadar membangun gubuk agar bisa berlindung dari hujan dan panas.

Di luar sana, nun jauh dari kasih sayang orang tua banyak para belia yang tak kenal lelah bekerja agar keluarga di kampung dapat bertahan hidup sebagaimana maksud hidup yang layak seperti termaktub dalam Undang-Undang Dasar 45.

Di luar sana, nun jauh dari jaminan keselamatan, puluhan bahkan ratusan saudara kita yang sanggup keluar masuk negara orang secara illegal. Mereka menumpang kapal tongkang merentas deru ombak dalam gelap dan dinginnya malam yang mencekam. Di sana hanya ada dua pilihan, sampai tujuan atau karam ditelan ombak.

Merantau adalah sebuah perjuangan yang tidak bisa diceritakan begitu saja. Namun hanya bisa dirasakan dan dihayati dengan hati nurani supaya kita tidak hanya bisa berkoar-koar sinis tentang pahlawan devisa.

Buruh migran tidak minta dikasihani. Tidak juga minta diekspos dalam media yang picik dan licik. Mereka hanya ingin agar uang yang kononnya menjadi devisa menggiurkan itu tidak dikorupsi supaya bisa kembali untuk kesejahteraan rakyat.***

Kota Ipoh, Perak: 30042017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun