Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Buruh dan Sekelumit Pesan dari Perantauan

30 April 2017   06:52 Diperbarui: 30 April 2017   12:02 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengais rezeki di lahan orang, bukan tidak dicibiri….

Merantau dan bertahan di negeri orang bukan tiada alibi….

**

Para penguasa dan wakil rakyat, senantiasalah menjenguk kami yang menjadi buruh di luar negeri!

Di luar sana, nun jauh dari kampung halaman, ada mereka yang dengan berat mengumpulkan uang demi dapat membeli sepasang baju baru di hari lebaran untuk keluarga tercinta.

Di luar sana, nun jauh dari dunia pendidikan, ada mereka yang rela menyisihkan uangnya untuk belajar di tengah kesibukannya mencari uang untuk keluarganya

Di luar sana, nun jauh dari peradaban modern, ada mereka yang cinta akan pendidikan, sanggup mempertaruhkan nyawa di luar negeri agar bisa menyekolahkan anak-anaknya karena ingin supaya anak mereka bisa mengenyam pendidikan seperti anak tetangga dengan segala perlengkapan belajar.

Di luar sana, nun jauh dari peradaban dan gemerlapnya gedung pencakar langit, ada mereka yang berjuang siang dan malam mengumpulkan biaya untuk sekadar membangun gubuk agar bisa berlindung dari hujan dan panas.

Di luar sana, nun jauh dari kasih sayang orang tua banyak para belia yang tak kenal lelah bekerja agar keluarga di kampung dapat bertahan hidup sebagaimana maksud hidup yang layak seperti termaktub dalam Undang-Undang Dasar 45.

Di luar sana, nun jauh dari jaminan keselamatan, puluhan bahkan ratusan saudara kita yang sanggup keluar masuk negara orang secara illegal. Mereka menumpang kapal tongkang merentas deru ombak dalam gelap dan dinginnya malam yang mencekam. Di sana hanya ada dua pilihan, sampai tujuan atau karam ditelan ombak.

Merantau adalah sebuah perjuangan yang tidak bisa diceritakan begitu saja. Namun hanya bisa dirasakan dan dihayati dengan hati nurani supaya kita tidak hanya bisa berkoar-koar sinis tentang pahlawan devisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun