Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Habis Gelap Tak Kunjung Terang

21 April 2017   15:03 Diperbarui: 22 April 2017   04:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RADEN AJENG KARTINI adalah simbol kebangkitan perempuan Indonesia. Bangkit dari kedangkalan berfikir, bangkit dari ketidakadilan perlakuan sosial, dan bangkit dari sistem feodal yang merupakan warisan kaum bangsawan dan kolonial

Korespondensi R.A. Kartini tentang berbagai masalah sosial yang terjadi di tanah air dikisahkan kepada sahabatnya di negeri Kincir Agin—Belanda. Catatan-catatan Kartini diterjemahkan selues mungkin oleh Armijn Pane lewat sebuah buku karyanya Habis Gelap Terbitlah Terang.

R.A. Kartini sudah tiada, tapi kekhawatiran Kartini dalam surat-suratnya kepada sahabatnya di Belanda belum sepenuhnya tuntas sampai sekarang.

Di negeri kita, masih banyak perempuan yang belum mendapat perlakuan dengan baik dalam masyarakat. Pendidikan belum sepenuhnya merata. Bahkan sudah seabad lebih Kartini meninggal dunia, Indonesia belum bisa merubah paradigma sebagaian besar masyarakat Indonesia bahwa perempuan tidak perlu berlajar tingi-tinggi karena toh akhirnya akan masuk ke dapur.

Ratusan tahun gaya masyarakat feodal tetap tumbuh dan berkembang di Indonesia. Demokrasi dan politik di Indonesia belum bersih dari warna-warni feodalistik itu sehingga pewarisan tahta, kepemilikan harta, empayar bisnis yang menggurita sehingga yang kaya makin kaya dan yang miskin selalu terinjak-injak, membuat peringatan Hari Kartini hanya sebatas seremonial belaka.

Gambaran tersebut di atas, menurut saya justru akan menjadi potensi terciptanya kelas-kelas sosial sebagaimana disebutkan oleh Kartini bahwa di negerinya terbentuk Kastadalam kehidupan masyarakat feodal.

Kartini telah curhat segala hal tentang ketimpangan di Indonesia. Kemiskinan, pungutan dan distribusi pajak yang tidak adil, narkoba merajalela, pendidikan yang belum merata dan bahkan masih jauh tertinggal, kehidupan antar umat beragama yang kadang berkonflik, penegakakan hukum yang cenderung tebang pilih serta berbagai masalah sosial lainnya.

Pada hemat saya, zaman kegelapan memang sudah habis, tetapi sinar terangnya bangsa besar yang kaya raya ini tak kunjung datang.

Kerisauan Kartini dalam surat-suratnya itu masih belum terjawab dan akan selalu menjadi PR kita seluruh rakyat Indonesia dari tokoh emansipasi wanita kelahiran Jepara supaya tetap berjuang menuju masyarakat Indonesia yang berwawasan luas.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun