Kualitas pendidikan di Indonesia masih dominan diukur dengan hasil ujian. Baik itu ujian tulis maupun ujian lisan.
Untuk masuk SD, SMP dan SMA/SMK, tak luput dari tes masuk, tes lisan dan juga tulisan.
Untuk lulus dari satu jenjang pendidikan. Bermacam-macam bentuk dan tahapan ujian yang harus dilewati. Mulai dari ulangan tengah semester yang sekarang disebut PUB (Pekan Ulangan Bersama). Lalu kemudian ujian akhir semester.
Menjelang masa-masa akhir pendidikan, akan ada ujian akhir sekolah (UAS), lalu perlu mengikuti ujian sekolah berstandar nasional (USBN) untuk nilai ijazah. Terakhir sebagai tahapan pamungkas adalah Ujian Nasional (UN) yang sekarang menjadi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Seorang siswa belajar mati-matian siang dan malam menghadapi UN supaya mendapat nilai tinggi dan bisa masuk ke perguruan tinggi dengan mudah. Ternyata tetap juga terlebih dahulu harus mengikuti ujian saringan masuk. Walaupun beberapa calon mahasiswa bisa ikut jalur khsus, tetapi secara umum ada ujian/tes masuk.
Untuk bekerja di sebuah instansi/lembaga pemerintahan, ujian/tes bisa dalam beberapa tahap baik tulis maupun lisan. Bahkan mengalahkan rumitnya ujian nasional.
Bagaimana dengan negara lain?
Tidak jauh-jauh, mencermati beberapa negara ASEAN yakni Malaysia dan Brunei Darussalam walaupun bukan terbaik pendidikannya tetapi sebagai pembanding karena kedekatan wilayah geografis, pendidikan dan ujian di negara ini cukup sederhana. Masuk sekolah hanyak dilihat berdasarkan umur dan sama sekali tidak ada tes masuk.
Singapura sebagai negara yang menempati nomor urut lima kualitas pendidikan di dunia juga prosesi ujian tidaklah banyak.
Selama proses belajar, di tiga negara tersebut ada ujian akhir semester. Bagi siswa di akhir jenjang tingkat SD dan SMA ada ujian akhir saja. Sementara di tingat SMP mereka satukan dalam jenjang SMA, jadi kelas 1 sampai kelas 6 sekolah menengah hanya sekali ujian akhir.
Untuk masuk perguruan tinggi, pihak kampus cukup menyaring lewat nilai ujian akhir setingkat SMA. Tidak ada tes masuk. Mereka percaya sistem dan kredibilitas ujian sekolah menengah.
Beberapa ekspatriat Indonesia mengaku urusan mnyekolahkan anak sangat sederhana saat m awal pindah ke Malaysia. Tetapi tidak demikian saat kembali ke tanah air dan mengurus pindah sekolah anak dari sekolah kebangsaan atau sekolah internasional di luar negeri ke sekolah negeri di Indonesia. Kesannya sangat rumit dan bertele-tele.Â
Saya fikir didak salah kalau kita belajar atau meniru sistem ujian yang sederhana dari negara yang kualitas pendidikannya terbaik dunia seperti Finlandia dan Belanda (Eropa), Kanada (Amerika), Korea Selatan, Hogkong dan Jepang (Asia) dan Singapura (khusus wilayah ASEAN).
Sekadar uneg-uneg tetapi perlu ada perubahan.***