Teknologi media baru membuka ruang publik bagi masyarakat untuk saling berbagi informasi dan mengemukakan pendapat tanpa adanya tekanan pihak yang mendominasi. Media baru memungkinkan penggunaan komunikasi secara digital sehingga siapapun mampu memproduksi konten atau disebut sebagai user generated content (UGC). Konten yang diproduksi dapat berbentuk blog seperti Blogspot, Kompasiana, Tumblr, dan Wordpress. Selain itu, bisa berbentuk microblogging di media sosial seperti Facebook dan X serta bentuk video lewat media sosial seperti Youtube dan TikTok. Maka dari itu, media baru membuka potensi bagi individu atau masyarakat berpartisipasi secara aktif (participatory) untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan bagi publik.
Menurut Pots, dkk (Yuniar, 2019) participatory merupakan keterlibatan audiens secara aktif sebagai pembuat (producer) pesan dan pengguna (consumer) atau disebut sebagai prosumer. Kemunculan media yang mendukung aktifitas prosumer kini mengarah menjadi bidang jurnalisme (Yuniar, 2019). Sebelum banyaknya media tersebut, kegiatan jurnalisme pure dilakukan oleh seorang jurnalis tetapi kini siapapun mampu menjadi penulis tanpa memiliki skill jurnalistik. Menurut Carr, dkk (Yuniar, 2019) praktik tersebut dipicu oleh lemahnya peran jurnalis dalam memuat berita homogen. Maka dari itu, hadirnya jurnalisme warga diharapkan berita atau informasi menjadi lebih beragam.
Jurnalisme warga menurut Bowman dan Bills (Yuniar, 2019) adalah kegiatan yang dilakukan oleh warga secara individu atau kelompok yang mempunyai peran aktif dalam melakukan proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisa, dan mendistribusikan informasi. Alat teknologi informasi seperti smartphone ditambah adanya koneksi internet menjadi pendukung kegiatan proses jurnalisme warga. Maka dari itu, peraan warga saat ini beralih dari sebelumnya hanya seorang konsumen informasi sekarang mampu memproduksi bahkan membagikan informasi sendiri kepada publik. Hal tersebut juga didukung dengan adanya media yang mengakomodasi kegiatan tersebut.
Di Indonesia terdapat blog yang dimiliki oleh media arus utama seperti Kompas mempunyai Kompasiana, Tempo mempunyai Indonesiana, Detik mempunyai Pasang Mata, Net Mediatama mempunyai NET CJ dan sebagainya (Yuniar, 2019). Kompasiana merupakan pemrakarsa media jurnalisme warga yang berbasis web blog di Indonesia (Yuniar, 2019). Berdasarkan artikel Alexa Inc tahun 2016 kompasiana hadir pada tahun 2008 dan menjadi media jurnalisme warga terbesar di Indonesia dengan jumlah visitor rata-rata 264.140 perhari (Yuniar, 2019). Melalui penelitian Macharashvili (2012) arus utama memiliki keuntungan dalam memberikan akomodasi bagi warga yaitu murah, membuka kesempatan bagi warga, berita lebih beragam, tidak terhambat oleh editorial content, dan alternatif bagi wilayah terpencil.
Akan tetapi, terdapat keprihatinan terhadap permasalahan etika ketika memuat konten lewat blog pribadi. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya pengetahuan akan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Masyarakat dengan tidak mempunyai latar belakang seorang jurnalis akan cukup menghawatirkan karena terjadi kemungkinan adanya fitnah atau pencemaran nama baik. Menurut Brooks, dkk (2014) individu yang melakukan fitnah kepada orang lain melalui internet dapat dimintai pertanggungjawaban. Melalui berita dari Detik.com terdapat blogger asal Singapura yang dihukum ganti rugi karena melakukan fitnah kepada PM Lee di blog miliknya. Hal tersebut disebabkan berita yang dipublikasikan cenderung subjektif sehingga hanya berdasarkan opini dan tidak mengandalkan data atau fakta yang jelas.
Tahun 2022 lalu juga terjadi kesalahpahaman antara blogger Irfan Maulana dengan atlet bulu tangkis Indonesia Marcus Gideon (Gautama, 2022). Irfan Maulana menuliskan berita di blog Kompasiana dengan judul "Marcus Gideon: Saya Juga Ingin Situasi Ini Segera Mereda, Segera Membaik, Supaya Tidak Berlarut-larut Masalah Ini". Namun, Marcus Gideon langsung menanggapi lewat Instagram Story bahwa dirinya tidak merasa diwawancarai dan menjawab seperti yang dituliskan dalam blog tersebut. Selain itu, istrinya juga menanggapi blog tersebut bahwa suaminya tidak merasa menjawab dengan tanggapan yang dituliskan dalam artikel. Berita tersebut menjadi cukup viral dan menjadi bahasan berbagai pihak hingga akhirnya pihak Irfan Maulana melakukan permintaan maaf dan menghapus blog tersebut.
Menurut Lecheler dan Kruikemeier (Yuniar, 2019) literasi dalam proses produksi berita di media digital merupakan hal yang harus diperhatikan lebih detail dan hati-hati dalam kegiatan jurnalime online. Maka dari itu, literasi digital perlu dilakukan oleh setiap individu supaya terhindar dari emosional yang dapat memecah belah persatuan. Jika terjadi permasalahan terhadap berita yang diposting oleh blogger, maka saat ini di Indonesia hanya perbatokan dengan UU ITE. Hal tersebut dikarenakan belum terdapat aturan kaidah penulisan jurnalistik bagi warga. Â
Kompasiana membuat kebijakan untuk bebas mengemukakan, mengekspresikan, dan menyampaikan berbagai informasi, gagasan ulasan, ataupun komentar. Namun Kompasiana juga memberikan peringatan kepada penulis sebelum melakukan posting artikel dengan tidak melanggar syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan. Kompasiana membuat aturan terkait konten, hak cipta, pelaporan konten, dan UU ITE No. 9 Tahun 2016. Peraturan tersebut bertujuan untuk warga supaya tidak melakukan pemberitaan hoax dan konten negatif lainnya. Jika permasalahan sudah menyangkut dengan pihak lain maka Kompasiana tidak akan bertanggung jawab tetapi individu sendiri yang mengurus permasalahan tersebut.
Tentu ini cukup mengerikan bagi warga karena hukuman yang diberlakukan merugikan bagi dirinya sendiri. Apalagi banyak orang yang menyukai blog miliknya tiba-tiba ketidaksengajaan terjadi maka orang lain tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap blog tersebut. Apakah dengan perkembangan teknologi informasi saat ini dengan memunculkan banyak jurnalisme warga kedepannya akan ada aturan tersendiri bagi citizen journalism? Atau di Indonesia yang sudah memiliki UU ITE tetap berpedoman dengan UU tersebut. Namun, karena UU ITE yang masih cukup abstrak dipahami oleh beberapa orang maka dapat kemungkinan terjadi kedepannya akan ada peraturan tersendiri bagi platform jurnalisme warga. Â Â
Hal tersebut dengan tujuan supaya warga lebih memperhatikan kaidah penulisan yang baik sehingga hoax tidak semakin meraja lela dikalangan masyarakat. Apalagi literasi digital masyarakat Indonesia yang masih rendah, maka perlu pendampingan dan tata kelola yang lebih terorganisasi supaya tujuan demokrasi tercapai sesuai dengan keinginan masyarakat. Selain itu, menghindari adanya perpecahan kelompok yang ditujukan pada kalangan tertentu.
Daftar Pustaka:Â
Brooks, Kennedy, Moen & Ranly. (2014). News Reporting and Writing. United State of America: Bedford/St. Martin's.
Gautama, W. R. (2022, September 28). Blogger Kompasiana Ketahuan Wawancara fiktif Marcus Gideon, Ternyata Bukan Hanya Sekali. Suaralampung.id. https://lampung.suara.com/read/2022/09/28/072500/blogger-kompasiana-buat-wawancara-fiktif-dengan-marcus-gideon-ternyata-bukan-hanya-sekali
Macharashvili, Nino. (2012). Citizen Journalism And Traditional Media: 5Ws & H. Washington: University of Warwick.
Yuniar, A. D. (2019). [retraksi] Dinamika Praktik Jurnalisme Warga melalui media baru. Komuniti: Jurnal Komunikasi Dan Teknologi Informasi, 11(1), 15--27. https://doi.org/10.23917/komuniti.v10i3.6272
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI