“Maaf, hari ini Tuhan sibuk,” kata pamanku, “Kalau mau, silakan kamu tunggu disini sampai Tuhan memanggilmu,”
Dan wartawan itu memilih pulang sebelum kupanggil.
Lagi-lagi, inilah hebatnya wartawan, dia tetap bisa menulis tentang aku bahkan ditambahi embel-embel sebagai hasil investigasi. Di halaman depan koran, dimana wartawan itu bekerja, hari itu menurunkan berita dengan judul tercetak tebal yang mengutip pernyataan seorang menteri menyikapi kondisi ekonomi yang terus memburuk. Judulnya, Kita Serahkan Semuanya Kepada Tuhan. Tulisan tentang aku berada persis di sampingnya dengan judul: Maaf, Hari Ini Tuhan Sibuk.
Halaman koran itu kemudian difoto oleh entah siapa dan disebarkannya di media sosial. Kirik! Lagi-lagi media sosial – yang aku sendiri nggak tahu belinya dimana.
Akibatnya, pembicaraan tentang aku semakin kencang. Ah,tunggu dulu! Jangan-jangan bukan aku yang mereka maksud, tetapi TUHAN. Jangan-jangan namaku hanya membangkitkan kenangan mereka kepada TUHAN yang sempat mereka kenal, sebelum kemudian melupakannya. Atau mungkin saja mereka sebenarnya hanya ingin bercanda – atau mengolok-olok? – dengan TUHAN, lalu memanfaatkan namaku untuk itu.
Ah sudahlah! Aku tak ingin memikirkan itu. Biarlah itu menjadi bagiannya para filusuf. Aku hanya Tuhan si tukang kayu.
Toh mereka yang membicarakan itu adalah manusia. Dan manusia adalah mahluk yang berkecenderungan. Termasuk cenderung melupakan setelah mengenal. Jadi, lambat laun – setelah menemukan mainan baru – mereka pasti juga melupakan namaku. Melupakan Tuhan.
Dan saat itu terjadi, aku bisa kembali bekerja dengan tenang membuat kusen. Bisa kembali berkumpul dengan Asih dan Anak. Dan tentu bisa kembali bercinta dengan istriku tanpa takut akan ada berita dengan judul Tuhan Ternyata Bercinta!
***
Thrio Haryanto ( @thriologi ) // Bintaro, 26 Agustus 2015
Cerita ini hanya rekaan, bukan tentang – tetapi terinspirasi – lelaki Banyuwangi yang bernama Tuhan, media sosial, menteri keuangan, dan kita. Ya, kita.