Berburu dengan waktu, namun tidak grusa-grusu, Soekarno-Hatta segera menyusun kabinetnya. Maka, pada 4 September 1945, kabinet terbentuk. Mereka yang diangkat sebagai menteri adalah putra-putra bangsa yang sebelumnya menjabat sebagai wakil kepala di departemen masing-masing. Perlu diketahui, selama Jepang berkuasa, Jepang membentuk departemen-departemen yang dikepalai oleh orang Jepang dan orang pribumi sebagai wakilnya. Para wakil kepala departemen itulah yang dijadikan menteri oleh Soekarno-Hatta.
Hal yang sama juga berlaku di daerah-daerah. Kepala daerah adalah orang Jepang, sementara wakilnya adalah pribumi. Nah, para wakil kepala di daerah itu kemudian diangkat sebagai gubernur dan residen. Meskipun sempat mendapat pertentangan dari kaum muda, namun strategi itu tetap dijalankan. "Ini adalah sebuah siasat merebut kekuasaan dari dalam." tulis Roem.
Lengkaplah sudah segala komponen yang dibutuhkan oleh sebuah negara. Memiliki wilayah, UUD, kepala negara/pemerintahan beserta kabinetnya, serta aparatur di seluruh wilayahnya. Ada wilayah, ada pemerintah, dan ada yang diperintah.
Dan, semakin lengkaplah ketika seluruh aparatur dan rakyat mematuhi perintah Soekarno untuk mengambil alih kekuasaan dan wewenang di masing-masing departemen dan daerah. Yang artinya, para kepala departemen dan daerah, yang orang-orang Jepang itu, dipaksa turun. Yang menolak turun, ditawan oleh para pemuda (rakyat).
Benar-benar siasat jitu merebut kekuasaan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Merdeka!
***
@thriologi
Bintaro, 21 Agustus 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H