Bangsa Viking tidak meninggalkan artefak besar seperti coloseum, tembok raksasa, atau borobudur. Namun, bangsa yang berasal dan mendiami tanah skandinavia ini masih dibicarakan hingga kini. Apa rahasianya?
Konon, seperti dikutip dari buku The Viking Manifesto, Bangsa Viking adalah pemuja syair dan cerita. Karena itu, mereka kerap mendengarkan syair dan cerita sebelum mengenakan pelindung kepala dan memastikan zirahnya terpakai dengan baik.
Dan, dalam setiap aksinya, bangsa yang juga disebut Norsemen alias orang-orang dari utara itu hampir tidak pernah lupa untuk 'mengamankan' penduduk setempat yang pandai bersyair atau bercerita.
Orang-orang yang pandai bercerita itu, kemudian, dikumpulkan dan diminta menceritakan adat/budaya daerah setempat. Setelah itu, mereka dibebaskan dan diusir dari daerahnya untuk menceritakan ke wilayah-wilayah lain tentang kekuatan, keberanian dan kekejaman Bangsa Viking.
Maka, keberanian, ketangguhan dan kekejaman Bangsa Viking pun makin menyebar dari mulut ke mulut di seantero Eropa. Mengular dan menular. Melahirkan kengerian dan ketakutan. Tak ada yang tak merinding mendengar kebrutalan Viking. Mereka ibarat sekawanan hantu yang datang tak diundang dan tak dapat diduga dari arah mana mereka akan datang. Dan jika mereka datang, tak ada yang mampu menghadang. Kabut pun berkalang.
Saking takutnya, orang-orang Eropa pada masa itu memiliki doa khusus. "Ya Tuhan, selamatkanlah kami dari kekejaman bangsa Viking."
Seiring berjalannya waktu, perangai bangsa Viking mulai berubah menjadi lembut. Hal itu terjadi sejak mereka mulai mengenal ajaran Kristen. Beberapa aspek kehidupan dan cara pandang mereka juga turut berubah. Penaklukan demi penaklukan mulai dihentikan. Pembantaian dan perompakan berangsur menghilang. Namun, budaya bersyair, bercerita dan mendengarkan cerita tidak pernah berubah.
Bagi Bangsa Viking, syair dan cerita bukan sekadar kumpulan kata, ia memiliki kekuatan yang tak tertandingi. "Sebuah cerita yang bagus," tulis Strid dan Andreasson, "memiliki kekuatan dasar yang melebihi kata-kata. Kebenarannya terletak pada kekuatannya dan kekuatannya terletak pada kebenarannya. Sebuah cerita yang bagus akan dapat memindahkan gunung, menciptakan agama, negara, dan keberuntungan."
Maka, jangan heran jika keturunan mereka melahirkan cerita atau dongeng yang mendunia dan melegenda. Sebut saja beberapa. Itik Buruk Rupa, Putri Duyung, serta Putri dan Kacang Polong. Itu hanya tiga contoh karya Hans Christian Andersen, orang Denmark, yang tak lain adalah keturunan Bangsa Viking. Lebih dari itu, tentu, cerita tentang Bangsa Viking itu sendiri.
Jika kita tarik garis ke ranah bisnis, khususnya dalam hal membangun merek (branding), pandangan Bangsa Viking itu menjadi sangat menarik dan relevan. Apalagi, selain dikenal sebagai perompak, bangsa Viking juga dikenal sebagai pedagang yang hebat. Maka, falsafah hidup yang sudah turun temurun itu juga terjejak dalam cara mereka berdagang.
Mari kita ingat Volvo. Pada periode 1950-an sampai 1970-an, pasar Amerika dimanjakan oleh sabda produsen mobil yang mengatakan bahwa mobil itu indah. Dan, keindahan tak ada hubungannya dengan keamanan. Maka, jangan pernah menuntut keduanya dari sebuah mobil. Dalam situasi seperti itu, sebuah produsen mobil asal Swedia datang membawa Volvo.