Ada yang menarik dari dua cuitan @srimulatism pada Senin, 1 Januari 2018. Yang pertama adalah cuitan yang dilontarkan pada pukul 20:44 WIB
Jaman wolak-walik.
Ngomong waton, dipuja-puja. Ngomong nganggo waton, dikuya-kuya.
Pada baris selanjutnya, masih dalam cuitan yang sama, akun twitter yang diikuti oleh lebih dari 604 ribu followers tersebut menampilkan terjemahan bebasnya dalam bahasa Indonesia. "Asal ngomong, dipuja-puja. Ngomong pakai landasan jelas, diolok-olok."
Cuitan kedua disampaikan pada pukul 21:51 WIB, masih pada tanggal yang sama.
Gepeng: Saya ini pernah bodoh
Asmuni: Pandai?
Gepeng: Belum pernah.
Asmuni: Hehe~ Jaman skrg (sekarang, pen.) orang model kamu itu banyak. Paribasane; blilu tau, pinter durung nglakoni (bodoh pernah, pandai belum mengalami). Hasile, kakehan cangkem kurang cangkruk!
Meskipun kedua cuitan tersebut disampaikan secara terpisah, tidak menggunakan fitur thread, namun keduanya memiliki hubungan yang erat. Cuitan kedua yang disampaikan menggunakan gaya khas -- dalam bentuk dialog -- srimulatism ini seperti ingin  memperkuat cuitan pertamanya.
Jaman wolak-walik
Wolak-walik dalam bahasa Jawa berarti terbolak-balik. Hitam jadi putih, putih jadi hitam. Benar nampak salah, salah nampak benar. Sebuah situasi yang dalam peribahasa Jawa digambarkan sebagai Dhandhang diunekake kuntul, kuntul diunekake dhandhang. Burung elang (hitam) dibilang bangau kecil, bangau kecil dibilang elang (hitam).