Mohon tunggu...
thrio haryanto
thrio haryanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Penikmat Kopi Nusantara

Menyukai kopi tubruk dan menikmati Srimulat. Pelaku industri digital. Pembaca sastra, filsafat, dan segala sesuatu yang merangsang akalku. Penulis buku Srimulatism: Selamatkan Indonesia dengan Tawa (Noura Book Publishing, 2018).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Majelis Kera

17 April 2017   11:44 Diperbarui: 17 April 2017   20:00 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi baru saja melek. Sinarnya mengintip dari sela-sela pepohonan. Embun belum luruh dari pucuk dedaunan. Burung-burung berkicau bersahutan. Delapan ekor kera berjumpalitan dari satu pohon ke pohon lainnya pada delapan penjuru mata angin yang berbeda. Mereka membawa tugas untuk mengingatkan kera-kera lainnya agar segera berkumpul di majelis. Kera-kera yang masih tidur dibangunkan, yang masih nyantai disegerakan, dan yang sedang bersenggama dileraikan.

Ini adalah hari penting buat para kera. Hari dimana sebuah sikap akan ditetapkan dan dikitabsucikan. Hari dimana eksistensi mereka sebagai kera akan dinoktahkan.

Tetua kera berdiri di podium. Pandangan matanya disebarkan ke seluruh hadirin yang menyesaki majelis. Diangkatnya tangan kanannya untuk meredam keriuhan. Majelis pun mendadak senyap. Acara akan segera dimulai, tetua akan segera menyampaikan petuah.

“Saudara-saudaraku dalam kekeraan, salam sejahtera untuk kita semua. Apa yang akan kita bicarakan hari ini adalah sama dengan apa yang pernah dibicarakan oleh nenek moyang kita seratus tahun lalu,” Tetua membuka pidatonya, “Di tempat ini, di majelis ini pula nenak moyang kita berkumpul,”

“Dan selama seratus tahun itu pula kita, bangsa kera, terbelah dalam dua sikap, dalam dua kelompok, dalam dua isme,” lanjutnya, “Meskipun demikian kita harus bersyukur karena perbedaan tersebut tidak sampai membuat kita terpecah belah, tidak membuat kita saling mencaci dan memboikot satu sama lain,”

“Saudara-saudaraku dalam kekeraan. Seperti kita tahu, ada seorang manusia yang pernah berhujah bahwa mereka adalah keturuan kita. Manusia itu, Darwin namanya, telah dengan sepihak mengatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi kita,”

Mendengar bagian ini, majelis tiba-tiba riuh oleh teriakan, “Huuuuu…..!” Tetua pun segera  mengangkat tangan kanannya untuk meredam keriuhan tersebut.

“Saudara-saudaraku,” lanjut Tetua, “Karena pendapat itulah maka nenek moyang kita mewariskan perbedaan pendapat. Ada yang setuju, ada pula yang menolak. Perbedaan pendapat itu masing-masing punya argumen kuat hingga tak menemukan titik temu. Maka dibiarkanlah perbedaan itu secara turun temurun hingga ke anak, cucu, cicitnya. Dan sampailah ke jaman kita sekarang ini,”

“Hari ini, di majelis yang tertinggi ini, kita akan kembali menyikapi teori Darwin itu. Apakah kita akan menerima, menolak, atau membiarkan kondisinya seperti saat ini,” ucap Tetua kera yang rambutnya mulai memutih itu.

Sesuai undang-undang yang berlaku, Tetua kemudian mempersilahkan masing-masing kelompok untuk mengajukan juru argumen. Dari kelompok yang menolak Darwin dipilihlah seekor kera berambut hijau, dan dari kelompok yang menerima dipilihkan seekor kera putih.

Kera Hijau mendapatkan kesempatan pertama, “Saudara-saudaraku dalam kekeraan, baik yang sependapat maupun yang tidak, yang sekubu maupun tidak. Salam sejahtera untuk kita semua. Tidak ada yang perlu disampaikan panjang lebar lagi. Kami masih mengimani pendapat dari nenek moyang kami. Percayalah, kita tidak seburuk itu hingga kita memiliki keturunan manusia. Bagi kami, Darwin telah lancang berpendapat seperti itu tanpa bertabayun terlebih dahulu dengan kita. Maka, sekali lagi, kami tegas menolak pendapat Darwin. Kita tidak seburuk itu hingga memiliki keturunan manusia!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun