“Badan wadag yang menyembunyikan ruh,”
“Apakah keduanya akan mati?”
“Hanya yang nampak yang akan mati. Yang tak nampak tak pernah mati,”
Si entah siapa itu lama tak membalas. Kupikir dia sudah puas dengan jawaban-jawabanku, atau mungkin pulsanya sudah habis. Tetapi tidak. Setelah kurang lebih lima menit, ia malah memberondongku dengan rentetan pesan pendek.
“Kehidupan dan kematian adalah dua alam yang berhimpitan. Mereka hanya dibatasi oleh kelambu tipis,”
“Saking tipisnya, banyak orang yang tak sadar bahwa dia hidup dalam kematian, atau mati dalam kehidupan,”
“Saking tipisnya, banyak orang yang bahkan untuk kaget pun tak sempat ketika tiba-tiba dia sudah berada di alam kematian.”
“Kehidupan dan kematian adalah dua pendulum yang dimainkan waktu. Begitulah, karena mereka dalam penguasaannya,”
“Dan sampai kapan pun, kehidupan dan kematian tak dapat menguasai waktu. Jika ada kehidupan yang abadi maka itu adalah kematian, jika ada kematian yang abadi maka itu adalah kehidupan.”
“Ada yang bilang, kehidupan adalah misteri; kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam kehidupan kita. Kepada mereka, aku lebih suka bilang, misteri adalah kehidupan; karena ketidaktahuan maka kita hidup.”
“Ada yang bilang, kematian adalah misteri; kita tidak tahu kapan kematian akan datang. Kepada mereka, aku lebih suka bilang, misteri adalah kematian; karena ketidaktahuan maka kita mati.”