Beberapa hari terakhir muncul isu "Makzulkan Jokowi "Â di beberapa sosial media, terutama di X/twitter. Isu ini berangkat dari kekecewaan atau keresahan masyarakat melihat keberpihakan Jokowi dalam proses Pemilihan Presiden 2024. Pemakzulan dalam KBBI berarti; berhenti memegang jabatan, turun takhta. Pemakzulan Presiden diatur dalam Pasal 7A Undang - Undang Dasar 1945 dengan syarat terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal selanjutnya yaitu Pasal 7B mengatur teknis pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden .
Keresahan masyarakat bermula dari pernyataan Presiden yang ingin ikut cawe - cawe, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sampai dengan jawaban bahwa Presiden hendak ikut dalam Kampanye. Pada dasarnya Presiden diperbolehkan mengikuti dalam kegiatan kampanye, hal ini diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 281 dan Pasal 299. Namun kebolehan itu harus memenuhi syarat, seperti tidak menggunakan fasilitas negara dalam jabatannya (kecuali fasilitas pengamanan), menjalani cuti diluar tanggungan negara, dan mengutip Pasal 299 ayat (1) yang berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye". Namun jika ditarik dengan nilai -nilai etika, Pilpres kali ini tidaklah fair karena Jokowi seperti telah memihak pada salah satu Pasang Calon Presiden dan Wakil Presiden, siapa lagi siapa bukan kalau tidak anaknya. Dalam kuliah umum yang diisi oleh Prof. Yusril Ihza Mahendra, beliau mengatakan bahwa etika lebih tinggi dibandingkan hukum.
Selain Presiden Jokowi, masyarakat juga mempertanyakan apakah diperbolehkan menteri - menteri ikut dalam kampanye atau dalam tim sukses. Adapun menteri yang menjadi top of mind ialah Bahlil Lahadalia (Menteri Investasi Indonesia), Erick Thohir (Menteri BUMN), Airlangga Hartarto (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia), Zulkifli Hasan (Menteri Perdagangan). Para Menteri juga diperbolehkan dalam mengikuti kampanye dengan dasar hukum Pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan syarat harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.Â
Menurut hemat penulis, sangat riskan jika pejabat negara dan pejabat politik yang hendak mengikuti kampanye untuk tidak menggunakan fasilitas negara. Seperti misalnya Prabowo dalam kunjungan kerja pada saat Gunung Merapi di Sumatera Barat meletus, ia melanjutkan perjalan ke Padang untuk membagi - bagikan kaos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H