Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca, Penulis dan Analis Sosial

Hidup dimulai dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Leo Tolstoy, Penulis Besar dan Kesederhanaan Hidupnya.

20 Januari 2025   20:00 Diperbarui: 20 Januari 2025   16:21 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Leo Tolstoy, Penulis Besar asal Rusia (image: idntimes.com)

Lev Nikolayevich Tolstoy, yang lebih dikenal sebagai Leo Tolstoy, adalah salah satu penulis terbesar dalam sejarah sastra dunia. Lahir pada 9 September 1828 di Yasnaya Polyana, sebuah perkebunan keluarga yang terletak di Tula, Rusia, ia tumbuh dalam lingkungan aristokrat yang penuh dengan kenyamanan dan berkecukupan secara materil.

Dibalik kehidupan yang terlihat sempurna, Tolstoy adalah seorang pemuda yang selalu merasa gelisah dengan segala pertanyaan tentang makna hidup yang akan menjadi inti dari karya-karyanya.  

Tolstoy lahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara dalam keluarga bangsawan. Ketika ia baru berusia dua tahun, ibunya meninggal dunia. Kehilangan ini diikuti oleh kematian ayahnya saat Tolstoy berumur sembilan tahun. Pengasuhan Tolstoy dan saudara-saudaranya kemudian diambil alih oleh kerabat dekat. Masa kecilnya yang penuh kehilangan membentuk jiwa Tolstoy menjadi seorang pemikir yang terus-menerus merenungkan penderitaan manusia.  

Sebagai seorang anak, Tolstoy menunjukkan bakat akademik yang luar biasa, tetapi ia juga memiliki sifat keras kepala. Ketika memasuki Universitas Kazan pada usia 16 tahun, ia mendaftar untuk mempelajari bahasa Timur dan hukum, tetapi ia segera meninggalkan studinya karena merasa bosan dengan pendidikan formal. Setelah meninggalkan universitas, Tolstoy kembali ke Yasnaya Polyana dan mencoba menjalani kehidupan sebagai tuan tanah, tetapi gaya hidupnya yang penuh pesta pora dan kebiasaan berjudi membuatnya tidak bahagia.  

Pada tahun 1851, Tolstoy bergabung dengan militer dan dikirim ke Kaukasus. Pengalaman hidup sebagai tentara memberikan inspirasi untuk karya-karya awalnya, termasuk The Cossacks dan Sevastopol Sketches*l. Di sinilah Tolstoy mulai menunjukkan bakatnya sebagai penulis yang mampu menangkap kompleksitas emosi manusia. Pengalamannya di medan perang juga memperkenalkan Tolstoy pada absurditas dan kekejaman konflik, tema yang kelak mendominasi karya-karyanya.  

Setelah meninggalkan militer, Tolstoy melakukan perjalanan ke Eropa Barat, di mana ia bertemu dengan beberapa filsuf, reformis, dan tokoh sastra. Namun, ia merasa kecewa dengan apa yang ia anggap sebagai kebobrokan moral yang dialami oleh masyarakat Barat. Tolstoy kembali ke Rusia dengan keyakinan bahwa reformasi harus dimulai dari dalam diri sendiri, bukan melalui institusi-institusi yang sudah ada.  

Pada tahun 1862, Tolstoy menikah dengan Sophia Andreevna Behrs, seorang wanita muda yang berasal dari keluarga bangsawan. Pernikahan mereka menjadi titik balik dalam hidupnya. Sophia, yang berusia 16 tahun lebih muda dari Tolstoy, menjadi mitra yang setia dalam mendukung karier sastra suaminya. Ia membantu menyalin manuskrip Tolstoy, termasuk dua karya monumentalnya, War and Peace (1869) dan Anna Karenina (1877).  

War and Peace adalah sebuah karya tulis yang menggambarkan kehidupan masyarakat Rusia selama invasi Napoleon. Melalui karya ini, Tolstoy menggambarkan tema cinta, perang, dan takdir dengan kedalaman sisi psikologis manusia yang diakui oleh komunitas sastra. Karya ini bukan hanya sebuah novel, tetapi juga refleksi filosofis tentang sejarah dan peran individu dalam perubahan sosial. Sementara itu, Anna Karenina adalah kisah tragis tentang cinta, kesetiaan, dan konflik moral. Kedua novel ini adalah karya hebat yang menunjukan bakat luar biasa dari Tolstoy sebagai salah satu penulis terbesar sepanjang masa.  

Namun, di balik kesuksesan sastranya, Tolstoy adalah seorang penulis yang mengalami krisis eksistensial yang mendalam. Ia merasa terjebak dalam kehidupan aristokrat yang mewah tetapi dengan rasa hampa. Pada tahun-tahun berikutnya, ia mulai merenungkan makna hidup, agama, dan moralitas. Ia menulis buku-buku filsafat dan esai, termasuk A Confession (1879), di mana ia menceritakan pergulatannya dengan keputusasaan dan pencariannya akan iman.  

Pada puncak krisis spiritualnya, Tolstoy menolak ajaran Gereja Ortodoks Rusia dan mengembangkan pandangan agama yang unik, yang ia sebut "Kristen Tolstoyan." Ia menekankan pentingnya hidup sederhana, anti-kekerasan, dan pandangan cinta yang universal. Pandangan ini menginspirasi banyak orang, termasuk Mahatma Gandhi, yang mengadopsi prinsip-prinsip Ahimsa yang diadopsi dari gagasan anti-kekerasan Tolstoy dalam perjuangannya melawan kolonialisme.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun