Pada awal tahun 2025 ini, Donald Trump resmi kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk kedua kalinya. Meski pelantikannya berlangsung dengan kemegahan, agenda kebijakan kontroversialnya segera memantik perdebatan publik, terutama terkait rencana deportasi massal imigran tanpa dokumen. Kebijakan ini bukan hanya menjadi topik politik panas, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran besar terhadap stabilitas ekonomi dan sosial AS.
Kebijakan Ekonomi
Pada 2024, AS mencatatkan inflasi yang relatif terkendali. Tingkat inflasi tahunan pada Desember mencapai 2,9%, sesuai dengan perkiraan ekonom, meskipun terdapat lonjakan harga energi di akhir tahun. Peningkatan harga bahan bakar seperti bensin (4,4%) memberikan tekanan tertentu, tetapi inflasi inti, yang mengecualikan makanan dan energ turun ke 3,2%, menunjukkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya.
Namun, langkah Trump untuk mendeportasi jutaan imigran tanpa dokumen mengancam kestabilan ini. Para ekonom, seperti David J. Bier dari Cato Institute, memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat mengacaukan rantai pasok dan menaikkan harga barang serta jasa di sektor-sektor kunci seperti konstruksi, pertanian, dan jasa rumah tangga. Imigran tanpa dokumen selama ini memainkan peran penting sebagai tenaga kerja di sektor-sektor tersebut, yang dikenal memiliki margin keuntungan rendah dan ketergantungan besar pada pekerja dengan upah minimum.
Menurut Chloe East, peneliti di National Bureau of Economic Research, harga barang di sektor-sektor ini berpotensi melonjak tajam jika tenaga kerja imigran hilang. Ia menambahkan bahwa efek jangka panjang bisa berupa inflasi sektoral, yang ironisnya justru bertentangan dengan upaya menjaga kestabilan ekonomi di era Trump.
Kebijakan Tenaga Kerja
Deportasi massal akan berdampak langsung pada pasar tenaga kerja AS. Studi yang diterbitkan di Journal of Labor Economics pada 2023 menunjukkan bahwa setiap 500.000 imigran yang dikeluarkan dari pasar tenaga kerja berpotensi menyebabkan 44.000 pekerja kelahiran AS kehilangan pekerjaan. Efek domino ini terjadi karena banyak pekerjaan yang saling terkait dalam rantai pasok. Misalnya, kekurangan tenaga kerja di bidang pertanian akan memengaruhi produksi, distribusi, hingga harga pangan, yang pada akhirnya membebani konsumen.
Imigran tanpa dokumen tidak hanya mengisi pekerjaan kasar; mereka juga menjadi fondasi ekonomi informal AS. Kehadiran mereka menekan biaya produksi sehingga perusahaan dapat menyediakan barang dan jasa dengan harga lebih kompetitif. Deportasi massal akan memaksa perusahaan untuk merekrut pekerja baru dengan upah lebih tinggi atau mengalihkan operasi ke luar negeri, yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan pengangguran domestik.
Selain itu, langkah ini dapat menciptakan kekosongan tenaga kerja dalam waktu singkat. Sektor-sektor seperti konstruksi dan perhotelan, yang sangat bergantung pada tenaga kerja imigran, mungkin akan menghadapi kesulitan besar untuk memenuhi kebutuhan pekerja. Kekurangan ini dapat memperlambat proyek infrastruktur, mengurangi kapasitas produksi, dan bahkan menyebabkan kebangkrutan bagi bisnis kecil yang tak mampu beradaptasi.
Paradoks Kebijakan Donald Trump
Salah satu alasan utama Trump mendorong deportasi adalah untuk melindungi lapangan kerja bagi warga negara AS dan menekan inflasi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan kompleksitas yang jauh lebih besar. Imigran tanpa dokumen sering kali mengisi pekerjaan yang tidak diminati oleh warga lokal, terutama di sektor yang membutuhkan kerja fisik berat dengan upah rendah. Menghapus tenaga kerja ini tidak serta-merta membuat pekerjaan tersebut diambil alih oleh warga AS, melainkan menciptakan kekosongan yang sulit diisi.
Selain itu, pengurangan pasokan tenaga kerja akan menaikkan biaya produksi, yang kemudian diteruskan ke konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Ini adalah paradoks kebijakan: meskipun bertujuan melindungi ekonomi domestik, deportasi massal justru dapat menciptakan tekanan inflasi baru di sektor tertentu, seperti yang diungkapkan Chloe East.
Dampak Sosial dari Kebijakan Trump
Selain dampak ekonomi, deportasi massal juga memicu kekhawatiran besar terhadap stabilitas sosial. Kebijakan ini dapat memperburuk hubungan antara kelompok etnis di AS, memicu protes besar-besaran, dan memperdalam perpecahan politik. Imigran tanpa dokumen sering kali memiliki keluarga yang mencakup warga negara AS, sehingga deportasi mereka tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga komunitas secara keseluruhan.
Trump mengandalkan narasi populis untuk mendukung kebijakannya, tetapi pendekatan ini memperkuat stereotip negatif tentang imigran dan mengabaikan kontribusi mereka terhadap masyarakat. Dalam jangka panjang, langkah ini dapat merusak reputasi AS sebagai negara yang menghargai keragaman dan peluang.
Analisis Kepemimpinan Trump
Di hari pelantikannya, Trump diperkirakan akan menandatangani sejumlah perintah eksekutif terkait keamanan perbatasan dan kebijakan energi. Kebijakan ini sejalan dengan janji kampanyenya untuk memperkuat kontrol imigrasi dan meningkatkan produksi domestik. Namun, tantangan yang dihadapi pemerintahan Trump tidaklah sederhana.
Dalam jangka pendek, deportasi massal mungkin memberikan dorongan politik kepada Trump di kalangan pendukungnya. Namun, dalam jangka panjang, dampak negatifnya terhadap ekonomi dan stabilitas sosial tidak dapat diabaikan. Pertumbuhan ekonomi AS selama ini sangat bergantung pada keberagaman tenaga kerja, termasuk kontribusi imigran tanpa dokumen.
Pemerintah AS juga perlu mempertimbangkan implikasi global dari kebijakan ini. Deportasi massal dapat menciptakan ketegangan diplomatik dengan negara-negara asal imigran, terutama di kawasan Amerika Latin. Selain itu, kebijakan ini mungkin menjadi bahan kritik dari mitra dagang internasional, yang melihat AS sebagai negara yang semakin proteksionis.
Rencana deportasi massal Donald Trump adalah kebijakan yang kontroversial dan penuh risiko. Meskipun bertujuan melindungi ekonomi domestik, kebijakan ini justru dapat menciptakan tantangan baru yang kompleks, mulai dari inflasi sektoral hingga kekurangan tenaga kerja. Selain itu, dampak sosial dan politiknya dapat memperburuk ketegangan di dalam negeri.
Sebagai alternatif, pemerintah Trump dapat mengeksplorasi kebijakan yang lebih berimbang, seperti reformasi imigrasi yang memberikan jalur legal bagi imigran untuk bekerja di sektor-sektor yang membutuhkan. Pendekatan ini tidak hanya melindungi ekonomi AS, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang menjadi landasan bangsa.
Dalam menghadapi tantangan ini, AS perlu mengingat bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman. Imigran, baik yang terdokumentasi maupun tidak, telah menjadi bagian integral dari sejarah dan pertumbuhan negara ini. Menghargai kontribusi mereka, sambil menjaga keamanan nasional, adalah langkah bijak yang dapat membawa AS menuju masa depan yang lebih stabil dan makmur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H