Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca, Penulis dan Analis Sosial

Hidup dimulai dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keterasingan dalam Hidup: Menemukan Makna di Tengah Dunia yang Absurd

4 Januari 2025   23:51 Diperbarui: 4 Januari 2025   23:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam jiwa dan relung hati terdalam, mungkin disana berada perasaan seolah-olah kita adalah tokoh utama dalam drama besar yang naskahnya tak pernah kita pahami. Kita hidup dalam dunia yang penuh kontradiksi, di mana manusia terus-menerus mencari makna, tetapi realitas yang dihadapi seolah-olah tak memberi jawaban yang pasti. Inilah yang oleh Albert Camus disebut sebagai dunia absurd, temoat sebuah dunia yang terbatas, sulit diuraikan, dan penuh dengan ketidakjelasan.  

Dalam kehidupan sehari-hari, absurditas dapat muncul dalam bentuk pengalaman yang sederhana. Misalnya, pertanyaan mendasar seperti "Mengapa kita ada?" atau "Apa tujuan hidup ini?" sering kali berujung pada kebuntuan. Jawaban yang kita temukan dari agama, filsafat, atau sains terasa kurang memuaskan bagi sebagian orang. Ada jurang antara harapan manusia untuk menemukan kejelasan dan kenyataan bahwa dunia ini tidak memberikan jawaban yang rasional atau universal.  
 Sebuah Konfrontasi  dalam memahami Absurditas
Menurut Camus, absurditas lahir dari konfrontasi antara hasrat manusia untuk mencari makna dan keterbatasan dunia yang tidak bisa memberikan jawaban itu. Dunia ini tidak sepenuhnya rasional, dan upaya manusia untuk menjelaskan segala sesuatu sering kali berakhir dengan kehampaan. Namun, absurditas bukanlah sesuatu yang negatif atau pesimistis. Sebaliknya, bagi Camus, absurditas adalah sebuah titik awal untuk memahami diri dan dunia.  
Kaum absurdis tidak menolak kemungkinan adanya makna dalam hidup, tetapi mereka juga tidak sepenuhnya yakin bahwa makna itu benar-benar ada. Ini berbeda dengan pandangan nihilisme, terutama nihilisme pasif, yang percaya bahwa tidak ada makna hakiki dalam hidup, sehingga semua usaha untuk mencari atau menciptakan makna adalah sia-sia.  
Camus menolak nihilisme karena baginya, menyerah pada kekosongan adalah bentuk pelarian. Sebaliknya, absurditas mengajarkan kita untuk menerima dunia sebagaimana adanya dan tetap hidup dengan sepenuh hati, meskipun tanpa kejelasan makna.  
  Realitas Manusia Modern  dalam keterasingan.

Dalam dunia modern, keterasingan muncul sebagai salah satu manifestasi dari absurditas. Manusia merasa terpisah dari dirinya sendiri, orang lain, bahkan dari alam. Teknologi, industrialisasi, dan gaya hidup yang serba cepat telah menciptakan jarak yang semakin besar antara manusia dan realitas di sekitarnya.  Keterasingan ini bisa dilihat dalam berbagai aspek kehidupan, diantaranya Pertama, Keterasingan dari Diri Sendiri.  Banyak orang merasa kehilangan arah dalam hidup. Identitas menjadi kabur, sementara tekanan sosial menuntut kita untuk menjadi "seseorang" sesuai standar tertentu. Dalam situasi ini, manusia sering kali merasa terjebak dalam rutinitas yang kosong.  Kedua, Keterasingan dari Orang Lain.  Di era media sosial, ironi keterhubungan menjadi nyata. Kita memiliki ribuan "teman" atau "pengikut," tetapi percakapan yang mendalam dan hubungan yang bermakna semakin langka. Interaksi yang dangkal sering kali mempertegas rasa kesepian.  
Ketiga, Keterasingan dari Alam . Manusia modern hidup jauh dari alam, baik secara fisik maupun emosional. Kehidupan urban yang sibuk membuat kita lupa akan keterhubungan mendalam dengan bumi, pohon, langit, dan lautan.  
 Menghadapi Absurditas, dan Menerimanya.
Jika absurditas adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari, bagaimana manusia dapat menghadapinya? Camus menawarkan solusi yang sederhana, namun menantang: menerima absurditas tanpa menyerah pada harapan palsu atau nihilisme.  
Pertama, Pemberontakan Tanpa Harapan.  Pemberontakan, bagi Camus, bukanlah bentuk perlawanan fisik, tetapi sebuah sikap batin. Ini berarti menerima absurditas dunia tanpa mencoba menghilangkannya. Kita harus terus hidup, bekerja, dan mencintai meskipun tahu bahwa hidup ini mungkin tidak memiliki makna universal.  
Kedua, Menciptakan Makna Secara Subjektif . Dalam dunia yang tidak memberikan makna inheren, manusia memiliki kebebasan untuk menciptakan maknanya sendiri. Ini bisa berupa mengejar mimpi, membangun hubungan, atau menciptakan karya seni. Apa pun yang memberi kehidupan rasa tujuan, meskipun bersifat sementara, adalah bentuk makna yang sah.  
Ketiga, Merayakan Kehidupan.  Daripada terjebak dalam pertanyaan yang tak terjawab, Camus mendorong manusia untuk merayakan kehidupan. Hal-hal kecil seperti menikmati keindahan matahari terbenam, mendengar musik, atau tertawa bersama teman adalah cara untuk mengapresiasi momen tanpa terobsesi pada makna besar.  
Secarik Kisah Sisyphus.

Dalam esainya The Myth of Sisyphus, Camus mengangkat kisah Sisyphus, seorang tokoh mitologi Yunani yang dihukum untuk mendorong batu besar ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya menggelinding kembali ke bawah. Hukuman ini berulang tanpa akhir, mencerminkan absurditas hidup manusia.  Namun, Camus mengubah cara pandang terhadap cerita ini. Ia menganggap Sisyphus sebagai pahlawan absurd, seseorang yang menemukan kebahagiaan dalam ketidakberdayaan. Saat Sisyphus menerima nasibnya dan terus mendorong batu, ia menunjukkan bahwa hidup dapat memiliki kebahagiaan meskipun tanpa tujuan akhir.  Bagi Camus, pesan dari cerita ini adalah tentang bagaimana manusia bisa menemukan kebahagiaan dalam perjuangan itu sendiri, bukan pada hasilnya.  
 Relevansi Absurditas di Dunia Modern  Dalam konteks kehidupan modern, absurditas menjadi semakin relevan. Di tengah kompleksitas dunia yang terus berubah, kita sering merasa kehilangan pijakan. Pandangan Camus memberikan kerangka untuk menghadapi situasi ini dengan keberanian dan kreativitas. Di saat pandemi global, misalnya, banyak orang merasa kehilangan kontrol atas hidup mereka. Rasa takut, ketidakpastian, dan kehilangan menjadi pengalaman universal. Namun, absurditas mengajarkan kita untuk tetap hidup, tetap mencintai, dan tetap berjuang, meskipun dunia terasa tidak masuk akal.   Menghadapi Dunia yang Absurd  
Meskipun hidup ini absurd, itu tidak berarti kita harus menyerah pada keputusasaan. Sebaliknya, absurditas memberi kita kebebasan untuk menciptakan hidup yang otentik. Kita dapat memilih untuk melihat keindahan dalam kekacauan, menemukan makna dalam momen-momen kecil, dan menjalani hidup dengan penuh kesadaran.  Albert Camus pernah berkata, "The struggle itself toward the heights is enough to fill a man's heart. One must imagine Sisyphus happy." Kalimat ini adalah pengingat bahwa meskipun hidup tidak memberikan jawaban, perjalanan itu sendiri adalah alasan untuk terus berjalan. Di dunia yang absurd, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang ditemukan di luar diri kita, melainkan sesuatu yang kita ciptakan sendiri. Keterasingan dan absurditas adalah bagian dari hidup, tetapi melalui penerimaan dan keberanian, manusia dapat menemukan cara untuk hidup dengan penuh arti, meskipun tanpa makna yang absolut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun