Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Traumatik tersimpan di Kepala, Sebagian Pergi dan Sisanya Bertahan Selamanya

3 Desember 2024   14:30 Diperbarui: 3 Desember 2024   14:34 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganguan Psikologis biasanya dimulai dari Memori buruk dan Pengalaman Traumatik. (Image source: era.id)

Otak manusia sering digambarkan sebagai sebuah suprastruktur dan inti dari kehidupan seorang manusia. Di kepala kita, otak bekerja sebagai komputer super canggih yang bekerja tanpa henti, menyimpan, mengolah, mereduksi dan mereproduksi informasi yang kita terima dari berbagai sumber. Menghasilkan output yang secara presisi berguna dalam memgolah data menjadi sebuah informasi yang diterapkan dalam fungsi harian, baik sebagai Komputer ataupun Manusia.

Seperti halnya komputer yang bisa mengalami gangguan ketika ada kerusakan pada chip memori, otak juga rentan terhadap masalah ketika "memori" di dalamnya mengalami tekanan dan benturan, secara harfiah ataupun secara istilah. Sebuah peristiwa yang membentuk kesadaran individual dari diri seorang manusia yang ke depan akan sangat mempengaruhi pola langkahnya dalam menilai dan mengambil keputusan.

Salah satu bentuk konflik itu adalah ketidaksesuaian antara nilai-nilai yang tertanam di kepala dengan realitas di lapangan. Hal semacam ini sering kali menjadi akar dari gangguan psikologis, trauma, atau bahkan gangguan mental yang parah.  

Mereduksi Memori di Kepala Manusia.  

Setiap pengalaman hidup kita meninggalkan jejak di otak. Pengalaman positif menciptakan kenangan yang memberi rasa hangat, sedangkan pengalaman negatif, terutama yang traumatis, sering kali menjadi bayangan gelap yang sulit dihapus, atau justru dibiarkan menetap selamany. Otak, dengan kapasitasnya yang luar biasa untuk menyimpan detail, kadang seperti "chip" yang tidak memiliki tombol delete. Bukan perintah yang bisa dikostumisasi dengan gaya bahasa pemrograman, sebagaimaa para programmer menggunakan VSCode Studio. Atau, bahkan ketika kita mencoba untuk melupakan sesuatu, memori itu tetap ada, mengendap dalam struktur otak yang dikenal sebagai hippocampus.  

Trauma, khususnya, meninggalkan jejak yang dalam. Ketika seseorang mengalami peristiwa traumatis, seperti pengalaman kehilangan orang yang dicintai, post-trauma dari fase kecelakaan, atau kekerasan,  secara langsung otak memprosesnya dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan pengalaman biasa. Alih-alih hanya disimpan sebagai memori biasa, trauma sering kali terekam dengan intensitas emosional yang tinggi. Hal ini membuatnya mudah terpicu kembali, bahkan oleh detail kecil yang mungkin tampak tidak signifikan bagi orang lain.  

Menghadapi Realitas yang Terbalik dari Harapan.

Gangguan psikologis sering kali muncul dari ketidaksesuaian antara apa yang kita yakini sebagai ideal dengan apa yang kita hadapi dalam kenyataan. Misalnya, seseorang yang dibesarkan dengan nilai-nilai kejujuran akan merasa hancur ketika dihadapkan pada dunia yang penuh kebohongan. Atau seseorang yang memiliki prinsip yang dilekatkan terlalu kuat tentang cinta sejati akan kehilangan arah ketika menghadapi patah hati yang tidak direncanakan, sebuah perasaan hancur yang mendalam.  

Berbagai konflik dalam kehidupan nyata yang menciptakan tekanan yang besar bagi otak manusia. Secara biologis, otak dirancang untuk menyelesaikan masalah, mencari pola, dan menciptakan harmoni dalam kehidupa . Ketika ada ketidakselarasan antara apa yang otak harapkan dan apa yang terjadi, stres mulai muncul. Dalam beberapa kasus, konflik ini bisa menjadi begitu parah hingga mengganggu fungsi normal otak, menyebabkan gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD).  

Memori Pasca Trauma Tidak Pernah Benar-Benar Pergi. Banyak yang berharap bahwa waktu akan menyembuhkan segalanya, termasuk trauma. Tetapi kenyataannya, trauma jarang benar-benar hilang. Ia tetap ada, bersembunyi di sudut otak, menunggu untuk muncul kembali ketika dipicu oleh sesuatu yang serupa dengan pengalaman traumatis tersebut.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun