Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kehidupan Dirangkum dalam Upaya Mengumpulkan Memori Sebelum Ajal Menyapa

3 Desember 2024   12:37 Diperbarui: 3 Desember 2024   12:48 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehidupan adalah perihal mengumpulkan Memori. (Image Source: Kamanjaya Scholarship)

Pernahkah Kamu ngerasa kalau hidup ini cuma perihal satu cerita panjang yang ditulis di kepala kita? Setiap tawa, air mata, perjalanan, hingga patah hati terukir sebagai memori yang membentuk siapa kita. Hidup, jika dipikir-pikir, tidak lebih dari sekumpulan memori. Penggabungan dari ragam serpihan dari potongan-potongan pengalaman yang kita kumpulkan sepanjang perjalanan hidup kita.  

Namun, apa yang terjadi ketika kematian tiba? Apakah itu berarti cerita kita berhenti, atau justru memori-memori itu perlahan memudar hingga lenyap? Dalam sudut pandang ini, kematian bisa dimaknai sebagai saat di mana sebagian besar memori kita menghilang, menyisakan jejak dan ingatan yang hanya bisa dikenang oleh orang-orang di sekitar kita. Memori dari manusia dengan daya ingat yang terbatas.

Hidup adalah Memori.

Bayangkan hidup adalah kompilasi dan penggabungan dari setiap bab yang merangkai sebuah buku harian yang terus ditulis atas nama kamu. Setiap bab mewakili fase berbeda dalam hidup kita. Ada bab-bab penuh kebahagiaan, seperti momen ketika Kamu pertama kali merasakan indahnya jatuh cinta, atau pas Kamu mencapai sesuatu yang membuat diri kamu bangga. Lalu ada bab-bab yang sulit dilalui pas kehilangan orang-orang tercinta, ras apenuh kegagalan, atau hari-hari di mana semuanya terasa suram dan hari esok cuma angan.  

Namun, buku harian ini tidak tercetak di atas kertas, melainkan tersimpan dalam otak kita. Otak, dengan segala kompleksitasnya, adalah "penulis" yang mengatur semua ini. Ia menciptakan memori dengan menyerap informasi, memproses pengalaman, dan mengaitkan emosi pada setiap kejadian. Hasilnya adalah kita---sebuah individu yang unik dengan kisah hidup yang berbeda dari siapa pun di dunia ini.  

Tapi apa yang terjadi ketika otak berhenti bekerja? Ketika kita mati, apakah buku harian itu ikut hancur?  

Mati adalah seremoni Penghapus Memori. 

Dalam perspektif ini, kematian adalah akhir dari kemampuan kita untuk menciptakan dan mengakses memori. Otak, yang selama ini menjadi penjaga cerita hidup kita, berhenti berfungsi. Memori-memori yang pernah terasa begitu nyata kini hanyalah bagian dari masa lalu yang tidak bisa lagi kita pegang.  

Banyak orang berkata bahwa setelah mati, yang tersisa hanyalah kenangan orang-orang yang mencintai kita. Dan itu benar, ketika otak kita berhenti, memori kita ikut mati. Namun, tidak semua memori benar-benar hilang. Mereka meninggalkan jejak di hati orang-orang yang pernah kita sentuh. Dalam cara ini, meskipun memori kita sebagai individu telah lenyap, fragmen-fragmen kecil dari kehidupan kita tetap hidup dalam orang lain.  

Hidup Sebagai Fatamorgana, dan Memori adalah Sekumpulan Data.

Jika kita mendalami gagasan ini, kehidupan itu sendiri mulai terasa seperti ilusi. Bayangkan kalau apa yang kamu anggap sebagai "kehidupan" Kamu saat ini hanyalah koleksi memori yang sedang dimainkan ulang di otak dan kepala kamu. Apa yang kita ingat, kita anggap sebagai kenyataan.  

Namun, memori tidak sempurna. Ia bisa berubah, terdistorsi, bahkan hilang. Misalnya, sebuah lagu yang dulu membuat kamu bahagia mungkin sekarang terasa kosong karena kenangan di baliknya telah memudar. Atau sebaliknya, sebuah tempat yang pernah kamu kunjungi terasa penuh emosi, meskipun sebenarnya pengalaman itu terjadi bertahun-tahun lalu.  

Jika hidup adalah memori, maka kematian adalah saat di mana daya pemutaran ulang itu berhenti bergungsi. Tidak ada lagi "putar balik" untuk mengingat momen-momen yang telah berlalu.  

Kehidupan berarti menikmati Sekumpulan Memori.

Pertanyaan ini membawa kita pada inti dari eksistensi manusia. Jika hidup hanya sekumpulan memori, lalu apa artinya menjadi "hidup"? Apakah hidup hanya tentang mengumpulkan pengalaman dan membiarkan mereka tinggal di kepala kita?  

Jawabannya mungkin tergantung pada bagaimana kita melihat dunia. Bagi sebagian orang, hidup adalah tentang menciptakan memori-memori baru, menjalani pengalaman yang penuh makna dan mengukir cerita sebanyak mungkin. Bagi yang lain, hidup adalah tentang menjaga memori yang kita miliki tetap hidup, baik dalam pikiran kita sendiri maupun dalam hati orang lain.  

Namun, ada juga yang melihat hidup sebagai perjalanan untuk memahami bahwa memori hanyalah sebagian kecil dari apa yang membuat kita "kita."  

Kematian Sebagai Akhir dari Penggabungan Memori.

Kematian sering dipandang sebagai akhir, tetapi dalam perspektif memori, ia mungkin lebih seperti transisi. Bayangkan jika memori Anda bisa ditransfer ke medium lain, misalnya, disimpan dalam perangkat digital atau diwariskan dalam bentuk cerita kepada orang lain. Dalam cara ini, bagian dari Anda tetap hidup, meskipun tubuh Anda tidak lagi ada.  

Di sisi lain, ada aspek emosional dari kematian yang tidak bisa diabaikan. Kehilangan seseorang yang kita cintai adalah kehilangan memori bersama momen-momen yang tidak bisa lagi dibagikan atau diulang. Ini adalah sebuah pengingat yang tajam bahwa memori, meskipun kuat, juga terbentuk secara rapuh.  

Namun, meskipun kematian menghapus banyak memori, ia juga membuka ruang bagi orang lain untuk menciptakan kenangan baru. Kehidupan terus berlanjut, dan memori-memori baru terus tercipta.  

Hidup, Sekumpulan Memori, dan Kematian.

Melihat kehidupan sebagai sekumpulan memori mengajarkan kita untuk lebih menghargai momen-momen kecil yang sering kita abaikan. Sebuah tawa bersama teman, pelukan hangat dari orang yang kita cintai, atau bahkan kesunyian malam yang penuh kedamaian, semua ini adalah bagian dari memori yang membentuk siapa kita.  

Kematian, meskipun menakutkan, juga mengingatkan kita untuk tidak menyia-nyiakan waktu yang kita miliki. Jika hidup adalah tentang menciptakan memori, maka tugas kita adalah memastikan bahwa memori itu bermakna.  

Pada akhirnya, hidup adalah cerita yang kita tulis di kepala kita. Setiap bab, setiap paragraf, dan setiap kata adalah bagian dari memori yang kita kumpulkan sepanjang perjalanan. Kematian mungkin menghapus sebagian besar memori itu, tetapi jejaknya tetap ada, baik dalam hati orang-orang yang mencintai kita maupun dalam cara kita memengaruhi dunia.  

Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Hidup. Ciptakan memori. Bagikan cerita. Dan saat akhir itu tiba, biarkan memori Anda menjadi warisan yang terus hidup, meskipun Anda tidak lagi ada. Karena meskipun hidup hanyalah sekumpulan memori, itu adalah memori yang penuh dengan keindahan dan makna.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun