Menyelami Kejahatan Perang dan Genosida
Kejahatan yang mereka lakukan bukan hanya soal perang biasa. Ini adalah kejahatan yang melampaui imajinasi. Kejahatan terhadap perdamaian, yang mencakup perencanaan dan pelaksanaan perang agresif. Kejahatan perang, yang meliputi pembunuhan, perbudakan, dan penjarahan. Namun, tuduhan yang paling mengerikan adalah *kejahatan terhadap kemanusiaan*: genosida, pembersihan etnis, dan pemusnahan sistematis terhadap jutaan orang Yahudi, Roma, disabilitas, dan kelompok lainnya. Â
Contohnya, Gring. Sebagai tokoh kunci, ia tidak hanya berpartisipasi dalam merancang kamp kematian tetapi juga memperkaya dirinya sendiri dengan mencuri harta benda korban Holocaust. Atau Rudolf Hess, yang tetap setia pada ideologi Nazi hingga akhir. Ia terlihat seperti bayang-bayang dari manusia yang pernah berkuasa---rapuh, bingung, tetapi tetap tidak menyesali tindakannya. Â
Lalu ada Speer, seorang tokoh unik. Ia tidak menyangkal keterlibatannya, tetapi mencoba menjauhkan dirinya dari kekejaman Nazi dengan menyatakan bahwa ia hanya "seorang teknokrat". Dalam kesaksiannya, Speer menunjukkan penyesalan, meski banyak yang meragukan ketulusannya. Â
Hasil Pengadilan, Hukuman dan Harapan Dunia Baru.
Pada 1 Oktober 1946, setelah hampir setahun persidangan, putusan dijatuhkan. Dari 24 terdakwa, 12 dijatuhi hukuman mati, termasuk Gring (meskipun ia akhirnya bunuh diri di selnya sebelum dieksekusi). Tiga terdakwa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, termasuk Hess. Beberapa dijatuhi hukuman penjara lebih ringan, sementara tiga lainnya dibebaskan karena kurangnya bukti. Â
Namun, pengadilan ini lebih dari sekadar menjatuhkan hukuman. Ini adalah upaya membangun kembali standar moralitas global yang telah dihancurkan oleh perang. Dunia ingin menunjukkan bahwa bahkan dalam kekacauan, prinsip hukum dan keadilan tetap harus ditegakkan. Â
Kacamata Hannah Arendt dalam Melihat Pengadilan Numberg.
Di tengah hiruk-pikuk pengadilan, seorang filsuf asal Jerman, yang juga merupakan ilmuan keturunan Yahudi turut terlibat untuk mengamati kejadian ini dengan sorotan perspektif politik yang amat tajam dari Hannah Arendt.Â
Bagi Arendt, pengadilan ini adalah eksperimen besar dalam memahami kejahatan manusia. Ia mempertanyakan, apakah kejahatan yang dilakukan oleh para terdakwa itu semata-mata hasil dari monster dalam diri mereka, ataukah akibat dari sistem yang memanipulasi manusia untuk melakukan hal-hal diluar kemanusiaan? Â