Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tripartite Pact, Awal Kebangkitan Poros Berlin-Roma-Tokyo Periode Perang Dunia Kedua

4 Desember 2024   08:30 Diperbarui: 4 Desember 2024   08:36 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan perwakilan Tiga Negara Poros, Italia-Jerman-Jepang. (Image Source: Historia wiki)

Di pagi yang cerah, pada tanggal tanggal 27 September 1940, di Berlin, tiga negara besar dengan kesamaan cara pandang, Ideologi dan ambisi imperialistik bertemu dalam satu perjamuan mewah yang bertujuan untuk merancang konsolidasi kekuatan dari tiga negara, yakni Jerman, Italia, dan Jepang yang bertemu untuk menandatangani perjanjian yang akan mengubah sejarah dunia. 

Di dalam ruang pertemua  yang dilangsungkan secara formal dan penuh seremoni, para diplomat dan pemimpin dari ketiga negara bertemu untuk menyetujui "Tripartit Pact", sebuah kesepakatan yang memproklamirkan aliansi militer diantara tiga negara poros. Semula, pertemuan ini adalah momok yang menakutkan di Eropa. 

Pertemuan tiga perwakilan dari negara superpower yang berusaha untuk melakukan penggabungan kekuatan yang tak dapat ditolak oleh pihak manapun, perjanjian ini adalah awal dari sebuah konsolidasi kekuatan negara poros yang penuh intrik, perbincangan strategis, dan visi untuk melakukanekspansi di seluruh darat dan lautan, hingga akhirnya menemui kehancuran telak.

Pertemuan Pertama Tripartit

Tripartit Pact bukanlah angan ataupun gagasan muncul dari ruang kosong. Sebelumnya, masing-masing negara memiliki tujuan yang selaras, yaitu membangun kekuatan mereka di panggung global. Jerman di bawah Adolf Hitler sudah menunjukkan kekuatannya melalui invasi ke Polandia dan jatuhnya Prancis. 

Benito Mussolini dari Italia, meskipun tidak sekuat Jerman, juga memiliki mimpi untuk membangkitkan kejayaan Kekaisaran Romawi di Mediterania. Sementara itu, Jepang, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hideki Tojo, melihat Asia Timur sebagai lahan subur untuk ekspansi wilayah kekuasaannya.  

Ketiganya memiliki musuh bersama, yakni pihak Sekutu. Dengan Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uni Soviet sebagai negara-negara kuat yang juga dianggap memenangkan Perang Dunia dan lewat skema kolonialnya mereka menguasai sebagian besar dunia. 

Dalam hal ini, Jerman, Italia, dan Jepang yang sama-sama kuat jadi membutuhkan satu sama lain untuk menantang dominasi tersebut. Tripartit Pact menjadi simbol persatuan mereka, atau setidaknya terlihat begitu di atas kertas.  

Pertemuan pertama ini sebenarnya tidak hanya soal formalitas. Di balik pintu tertutup, para pemimpin berdiskusi panjang tentang pembagian wilayah dan strategi masa depan. Di bawah pakta ini, Eropa akan menjadi wilayah kekuasaan Jerman dan Italia, sementara Jepang akan mengendalikan Asia Timur dan Pasifik. 

Namun, meski kelihatannya sederhana, persetujuan ini menyimpan benih konflik internal, karena masing-masing pihak memiliki ambisi yang seringkali tumpang tindih.

Perserikatan Tiga Rezim Totaliter Nazi Jerman-Jepang-Italia, 1940. (Image source: ww2incolour.com)
Perserikatan Tiga Rezim Totaliter Nazi Jerman-Jepang-Italia, 1940. (Image source: ww2incolour.com)

Konsolidasi Kekuatan Tiga Kepala Rezim Totaliter.

Setelah Tripartit Pact ditandatangani, ketiga negara mulai mengkonsolidasikan kekuatan mereka. Jerman, dengan teknologi dan taktik militernya yang superior, menjadi pemimpin de facto dalam aliansi ini. Operasi Blitzkrieg, yang berarti perang kilat, menjadi senjata utama Jerman dalam memperluas kekuasaannya di Eropa.  

Di sisi lain, Italia memanfaatkan aliansi ini untuk melancarkan kampanye di Afrika Utara dan Balkan. Namun, meski ambisi Mussolini besar, pasukan Italia sering kali bergantung pada bantuan Jerman untuk mencapai keberhasilan. Salah satu contoh paling mencolok adalah invasi Yunani, di mana pasukan Italia mengalami kekalahan memalukan hingga Jerman harus turun tangan.

Sementara itu, Jepang memanfaatkan situasi di Eropa untuk memperluas kekuasaannya di Asia. Dengan perhatian Amerika Serikat yang terpecah antara Eropa dan Pasifik, Jepang melancarkan invasi besar-besaran ke China dan Asia Tenggara. Serangan mereka ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941 menjadi puncak agresi ini, menarik Amerika Serikat ke dalam perang dan memperluas konflik menjadi perang dunia sejati.

Pembagian Wilayah Kekuasaan.

Meski Tripartit Pact membagi dunia menjadi tiga zona pengaruh, realitas di lapangan jauh lebih rumit. Ketegangan mulai muncul ketika ambisi salah satu pihak mengancam pihak lainnya. Jerman, misalnya, mulai menunjukkan keinginan untuk mengendalikan Timur Tengah dan Kaukasus, wilayah yang juga diincar Jepang sebagai sumber minyak dan bahan mentah.  

Selain itu, Italia sering kali menjadi beban dalam aliansi ini. Mussolini, dengan militernya yang kurang terlatih dan peralatan yang usang, tidak mampu memenuhi ambisinya di Mediterania tanpa bantuan Jerman. Ketegangan internal ini membuat aliansi mereka lebih terlihat seperti hubungan transaksional daripada persahabatan sejati.

Alur Strategi melalui Gerak Terkonsolidasi.

Tripartit Pact dirancang untuk menciptakan ilusi kekuatan yang tak terhentikan. Strategi mereka adalah menyerang dari berbagai arah untuk memecah fokus Sekutu. Jerman akan mendominasi Eropa Barat dan Utara, Italia berusaha menguasai Mediterania dan Afrika Utara, sementara Jepang akan menghancurkan kekuatan kolonial di Asia.  Namun, dalam praktiknya, strategi ini sering kali tidak berjalan seperti yang direncanakan. 

Pertama, kegagalan Jerman dan Front Timur. Keputusan Hitler untuk melancarkan Operasi Barbarossa pada 1941 adalah titik balik yang fatal. Dengan menyerang Uni Soviet, Jerman membuka perang dua front yang tidak dapat mereka tangani. Meskipun mereka sempat mencapai gerbang Moskow, musim dingin Rusia yang brutal dan perlawanan Tentara Merah yang sengit memaksa Jerman mundur. 

Kedua, kegagalan Italia dan Afrika Utara. Di Afrika Utara, Italia gagal mengalahkan pasukan Inggris tanpa bantuan Jerman. Field Marshal Erwin Rommel, yang dikenal sebagai "Rubah Gurun," berhasil memenangkan beberapa pertempuran besar, tetapi kekurangan suplai dan tekanan dari pasukan Sekutu akhirnya membuat mereka kehilangan kendali di wilayah tersebut.

Ketiga, kegagalan Jepang di Pasifik. Serangan Jepang di Pasifik awalnya sangat sukses. Namun, kemenangan di Pearl Harbor menjadi bumerang. Serangan tersebut memobilisasi Amerika Serikat, yang akhirnya menjadi kekuatan industri dan militer terbesar dalam perang. Jepang, yang mengandalkan sumber daya terbatas, mulai kehilangan wilayah strategis mereka setelah kekalahan di Midway pada 1942.

 Perpecahan, Kekalahan dan Kehancuran.

Seiring berjalannya waktu, kelemahan aliansi Tripartit mulai terlihat jelas. Mereka tidak memiliki koordinasi strategis yang efektif. Jarak geografis yang sangat jauh di antara mereka membuat komunikasi dan dukungan langsung hampir mustahil.  

Pada 1943, Italia menjadi pihak pertama yang keluar dari perang. Setelah invasi Sekutu ke Sisilia, Mussolini digulingkan, dan Italia menyerah. Kehilangan sekutu utama ini menjadi pukulan besar bagi Jerman, yang kini harus mempertahankan wilayah di Eropa Selatan tanpa bantuan.  

Jerman, meskipun terus bertahan, menghadapi tekanan besar dari Front Timur dan Barat. Invasi Normandia pada Juni 1944 membuka jalan bagi pasukan Sekutu untuk membebaskan Eropa Barat. Di Timur, Tentara Merah Soviet terus mendorong pasukan Jerman hingga ke Berlin.

Di Pasifik, Jepang semakin terdesak. Setelah serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945, Jepang menyerah, menandai akhir resmi Perang Dunia II.  

Akhir dari Tripartit Pact

Tripartit Pact adalah perjanjian yang lahir dari ambisi besar tetapi akhirnya gagal karena perpecahan internal, strategi yang buruk, dan tekanan luar. Meski sempat menciptakan ilusi kekuatan yang tak terkalahkan, kenyataannya aliansi ini tidak pernah benar-benar solid.  

Dalam sejarah, Tripartit Pact adalah pelajaran penting tentang bagaimana aliansi yang didasarkan pada kepentingan semata tanpa fondasi kepercayaan yang kuat akan runtuh di bawah tekanan. Dunia hari ini adalah hasil dari kegagalan aliansi ini, yang membuka jalan bagi kekuatan Sekutu untuk membentuk tatanan global baru setelah perang. 

Sebuah ironi yang pahit, mengenai apa yang dimulai dengan semangat persatuan untuk menaklukkan dunia, justru berakhir dengan kehancuran total bagi semua pihak yang terlibat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun