Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengapa Pernikahan Jadi Momok yang Menakutkan Bagi Generasi ini?

28 Oktober 2024   16:20 Diperbarui: 28 Oktober 2024   16:23 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pernikahan sumber gambar: tirto.id

Bagi sebagian orang, pernikahan adalah sebuah impian, simbol cinta dan kebersamaan yang abadi. Namun, bagi sebagian lainnya, pernikahan justru dianggap sebagai proses yang rumit dan penuh ketidakpastian. Tidak semua orang merasakan kegembiraan ketika membicarakan tentang pernikahan. Sebaliknya, mereka merasakan ketakutan, kecemasan, bahkan keengganan yang mendalam.

Ketakutan ini seringkali muncul dari berbagai pengalaman pribadi, seperti trauma dalam keluarga, trauma dari hubungan sebelumnya, atau pengaruh dari lingkungan sekitar yang penuh konflik. Banyak orang yang tumbuh dalam lingkungan rumah tangga yang penuh ketegangan dan pertikaian, sehingga mereka melihat pernikahan bukan sebagai tempat yang aman dan nyaman, tetapi sebagai medan pertempuran yang sulit dihindari. Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang mengapa seseorang bisa merasa takut menikah dan bagaimana hal ini dapat disikapi dengan lebih bijaksana.

Pengalaman Menyaksikan Ketegangan Orang Tua

Bagi seseorang yang tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak harmonis, pernikahan bisa menjadi hal yang menakutkan. Ketika seseorang tumbuh dengan melihat orang tua mereka sering bertengkar, berpisah, atau bahkan mengalami kekerasan, gambaran tentang pernikahan menjadi sangat negatif. Dalam situasi seperti ini, pernikahan bukan lagi tentang kebahagiaan, melainkan tentang pengorbanan, pertikaian, dan rasa sakit.

Trauma ini seringkali menetap di alam bawah sadar dan membentuk persepsi seseorang tentang cinta, komitmen, dan kebersamaan. Orang yang mengalami trauma dalam keluarga mungkin merasa takut bahwa mereka akan mengulangi pola yang sama. Mereka khawatir akan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau menjadi bagian dari siklus konflik yang tak berkesudahan.

Perasaan ini sangat wajar, terutama jika seseorang telah mengalami trauma sejak usia dini. Pengalaman masa kecil sering membentuk cara kita melihat dunia, termasuk cara kita memandang hubungan. Ketakutan ini bisa menjadi penghalang besar untuk menikah karena mereka percaya bahwa pernikahan hanyalah sumber penderitaan.

Luka yang Belum Pulih dari Hubungan Sebelumnya

Selain trauma keluarga, pengalaman buruk dalam hubungan sebelumnya juga bisa menjadi faktor besar mengapa seseorang takut menikah. Hubungan yang berakhir dengan menyakitkan, dikhianati oleh pasangan, atau bahkan mengalami kekerasan dalam hubungan, dapat meninggalkan luka mendalam yang sulit disembuhkan. Trauma ini sering kali membuat seseorang merasa enggan untuk membuka diri lagi, apalagi membayangkan komitmen seumur hidup seperti pernikahan.

Bagi orang yang pernah terluka, pernikahan bisa dianggap sebagai risiko yang terlalu besar. Mereka takut bahwa pernikahan hanya akan membuka peluang untuk terluka lagi, mungkin bahkan lebih dalam. Rasa percaya yang telah hancur dalam hubungan sebelumnya membuat mereka skeptis tentang apakah pernikahan bisa benar-benar membawa kebahagiaan atau justru menambah beban emosional.

Proses penyembuhan dari trauma hubungan sering memakan waktu. Setiap individu memiliki waktu pemulihan yang berbeda-beda, dan tidak semua orang merasa siap untuk memulai hubungan baru, apalagi menikah. Mereka mungkin terus-menerus bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya akan terluka lagi?" dan "Apakah saya bisa mempercayai seseorang sepenuhnya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun