Penjaga perdamaian (Peacekeeping) berperan penting dalam menciptakan stabilitas di wilayah yang berkonflik. Dengan prinsip-prinsip seperti persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat, imparsialitas, dan penggunaan kekerasan hanya untuk membela diri, peacekeeping bertujuan untuk menghentikan kekerasan dan melindungi warga sipil. Namun, sebagai solusi sementara, peacekeeping harus disertai dengan upaya peacemaking dan peacebuilding untuk mengatasi akar masalah konflik dan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan. Secara umum, tugas dan fungsi dari Peacekeeping adalah mengelola konflik global dengan pendekatan Diplomasi dan Keamanan.
Dalam dunia yang penuh dengan konflik, peacekeeping tetap menjadi salah satu alat paling efektif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas. Dengan dukungan komunitas internasional dan kerja sama yang erat antara berbagai pihak, misi peacekeeping dapat membantu mengurangi kekerasan dan menciptakan dunia yang lebih aman bagi semua orang. Tugas utama pasukan penjaga perdamaian adalah membantu mengurangi ketegangan, melindungi warga sipil, dan menjaga stabilitas di wilayah yang berkonflik. Mereka hadir sebagai pihak netral yang berupaya memastikan bahwa kekerasan dapat dihentikan sementara proses negosiasi dan resolusi berlangsung.
Penjaga perdamaian atau peacekeeping juga merupakan konsep penting dalam upaya internasional untuk mengatasi konflik bersenjata, baik yang terjadi antarnegara maupun di dalam negara itu sendiri. Secara sederhana, peacekeeping merujuk pada penempatan pasukan nasional atau, lebih sering, pasukan multinasional dengan tujuan untuk mengendalikan dan menyelesaikan konflik yang sedang berlangsung atau berpotensi terjadi.
Dalam sejarahnya, peacekeeping telah menjadi alat penting bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menciptakan perdamaian di daerah yang terkena konflik. Misi peacekeeping pertama kali dilakukan pada tahun 1948, dan sejak saat itu, berbagai misi telah dilakukan di berbagai belahan dunia, baik di Afrika, Timur Tengah, Asia, hingga Amerika Latin. Tujuannya adalah menjaga stabilitas di daerah-daerah yang rentan, memastikan hak asasi manusia dilindungi, serta mendorong masyarakat untuk membangun kembali kehidupan yang hancur akibat perang atau konflik berkepanjangan.
 Tingkatan Otoritas dalam PeacekeepingÂ
Dalam menjalankan misi peacekeeping, PBB memiliki tiga tingkat otoritas yang penting, yaitu tingkat strategis, operasional, dan taktis. Ketiga tingkatan ini mencerminkan hierarki kekuasaan, komando, dan kontrol yang mengatur operasi peacekeeping. Tingkat strategis adalah yang paling tinggi, di mana otoritas dan tanggung jawab berada di tangan Dewan Keamanan PBB, Sekretaris Jenderal, dan Sekretariat PBB. Pada tingkatan ini, kebijakan utama terkait peacekeeping dibentuk dan keputusan besar diambil mengenai kapan dan di mana misi perlu dilaksanakan.
Pada tingkat operasional, komando berada di tangan pasukan militer yang bertugas menjalankan keputusan strategis di lapangan. Mereka memastikan bahwa tujuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB dijalankan dengan baik di negara atau wilayah yang berkonflik. Terakhir, tingkat taktis adalah pelaksanaan langsung di lapangan oleh pasukan penjaga perdamaian yang berhadapan langsung dengan para pihak yang berkonflik. Mereka memainkan peran penting dalam menjaga perdamaian di antara berbagai pihak yang bertikai, serta melindungi warga sipil dari kekerasan yang mungkin terjadi.
Prinsip Dasar dan  Tugas Utama Peacekeepers
Peacekeeping didasarkan pada tiga prinsip utama yang harus dipatuhi agar misi dapat berjalan dengan efektif dan mendapat dukungan dari semua pihak yang terlibat. Pertama adalah persetujuan dari pihak-pihak yang berkonflik. Tanpa persetujuan ini, misi peacekeeping sulit untuk dilaksanakan karena pasukan penjaga perdamaian tidak akan diterima di wilayah konflik. Kedua adalah imparsialitas. Pasukan penjaga perdamaian harus bertindak netral dan tidak berpihak pada salah satu pihak yang terlibat dalam konflik. Imparsialitas ini penting untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugas dengan efektif tanpa dituduh memihak.
Prinsip ketiga adalah tidak menggunakan kekerasan, kecuali untuk membela diri atau untuk mempertahankan mandat yang telah diberikan oleh PBB. Pasukan penjaga perdamaian tidak hadir untuk berperang atau menaklukkan, tetapi untuk menjaga perdamaian. Namun, jika mereka diserang, mereka memiliki hak untuk membela diri. Selain itu, jika ada pihak yang melanggar perjanjian perdamaian atau mengancam stabilitas yang telah dicapai, pasukan penjaga perdamaian juga dapat menggunakan kekerasan untuk melindungi mandat yang mereka jalankan.
Peran utama pasukan penjaga perdamaian adalah melindungi warga sipil yang terkena dampak konflik. Mereka hadir untuk memastikan bahwa masyarakat yang rentan, seperti wanita, anak-anak, dan orang tua, tidak menjadi korban kekerasan. Selain itu, pasukan ini juga berperan aktif dalam mencegah terjadinya konflik lebih lanjut. Dengan menempatkan pasukan di daerah-daerah rawan, penjaga perdamaian berupaya mengurangi ketegangan dan mencegah eskalasi konflik yang lebih besar.
Selain melindungi warga sipil, pasukan penjaga perdamaian juga bekerja untuk memperkuat keamanan di wilayah yang mereka tempati. Hal ini dilakukan dengan membantu pihak berwenang setempat menjaga ketertiban dan mencegah kekerasan lebih lanjut. Mereka juga bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk memberdayakan otoritas nasional agar mampu mengelola keamanan secara mandiri setelah pasukan penjaga perdamaian meninggalkan wilayah tersebut. Ini penting karena keberadaan pasukan penjaga perdamaian hanyalah solusi sementara; tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan stabilitas yang berkelanjutan di wilayah yang berkonflik.
Contoh Misi Peacekeeping
Seiring dengan perkembangannya, misi peacekeeping di dunia telah mengambil berbagai bentuk, salah satunya adalah misi observasi. Misi seperti ini bertujuan untuk memantau situasi dan memastikan bahwa gencatan senjata atau perjanjian perdamaian yang telah disepakati berjalan dengan baik. Salah satu contohnya adalah misi UNAVEM II yang berlangsung di Angola pada tahun 1991, di mana PBB mengirim tim untuk memantau proses perdamaian setelah perang saudara yang panjang. Contoh lain adalah MINURSO di Sahara Barat, di mana pasukan penjaga perdamaian ditempatkan untuk memastikan bahwa perjanjian gencatan senjata antara Maroko dan Front Polisario dipatuhi.
Selain misi observasi, ada juga misi yang dikenal sebagai misi interpositional atau traditional peacekeeping, di mana pasukan yang lebih besar dan bersenjata ringan ditempatkan di antara dua pihak yang berkonflik. Tujuan utama dari misi ini adalah menciptakan zona penyangga antara pihak-pihak yang bertikai untuk mencegah mereka melanjutkan perang. Misi ini sangat penting dalam menciptakan kondisi stabil yang memungkinkan proses politik dan diplomasi untuk berjalan tanpa gangguan kekerasan. Dengan adanya kehadiran fisik pasukan penjaga perdamaian, pihak-pihak yang berkonflik diharapkan akan merasa lebih sulit untuk melanjutkan permusuhan, karena mereka berada di bawah pengawasan internasional.
Salah satu kritik yang sering diajukan terhadap peacekeeping adalah bahwa ia hanya menawarkan solusi sementara terhadap masalah kekerasan dan konflik. Pasukan penjaga perdamaian memang dapat menghentikan kekerasan dan menciptakan stabilitas jangka pendek, tetapi mereka tidak dapat mengatasi akar masalah yang menyebabkan konflik. Inilah mengapa upaya peacekeeping sering kali harus disertai dengan upaya lain, seperti peacemaking dan peacebuilding.
Peacemaking adalah upaya untuk memahami dan menyelesaikan masalah yang mendorong konflik atau tindak kekerasan terjadi. Ini melibatkan negosiasi antara pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan. Sementara itu, peacebuilding adalah proses jangka panjang yang berupaya membangun kembali masyarakat yang telah hancur akibat konflik. Ini termasuk membangun institusi demokratis, memperbaiki ekonomi, dan memperkuat hak asasi manusia agar masyarakat dapat hidup dengan damai dan stabil setelah konflik berakhir.
Kedua upaya ini sangat penting karena peacekeeping hanya dapat menghentikan kekerasan untuk sementara waktu. Untuk memastikan bahwa perdamaian yang lebih langgeng tercapai, masalah-masalah mendasar seperti ketidakadilan, diskriminasi, dan kemiskinan harus diselesaikan. Dengan demikian, peacekeeping, peacemaking, dan peacebuilding bekerja secara bersama-sama untuk menciptakan perdamaian yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H