Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Gastrodiplomasi, Menaikan Citra Bangsa melalui Diplomasi Makanan

18 Oktober 2024   02:50 Diperbarui: 18 Oktober 2024   03:01 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pariwisata Sandiaga Uno mempromosikan kuliner di event G20. sumber gambar: swa.co.id

Gastrodiplomasi adalah salah satu instrumen yang kuat dalam diplomasi modern yang memanfaatkan daya tarik budaya melalui makanan. Melalui makanan, negara-negara dapat memperkenalkan identitas dan nilai-nilai budaya mereka kepada dunia, membangun pemahaman lintas budaya, serta memperkuat brand awareness di panggung global. Meski menghadapi tantangan, gastrodiplomasi menawarkan peluang besar bagi negara-negara untuk mempromosikan citra positif dan memperkuat hubungan internasional. Di masa depan, kita mungkin akan melihat lebih banyak negara yang mengadopsi gastrodiplomasi sebagai bagian integral dari strategi soft-power mereka, menjadikan makanan sebagai simbol persatuan di dunia yang semakin terpecah belah.

Dalam era globalisasi yang semakin maju, diplomasi tidak lagi semata-mata diartikan sebagai pertemuan formal antar negara di meja konferensi atau upaya pertukaran ideologi politik. Sebuah konsep baru dalam hubungan internasional telah muncul, yaitu gastrodiplomasi---sebuah bentuk diplomasi yang mengandalkan makanan dan tata boga sebagai alat untuk menjembatani kesenjangan antar budaya. Melalui makanan, sebuah negara dapat membangun pemahaman lintas budaya yang mendalam, meningkatkan citra bangsa, dan memperkuat hubungan internasional. Artikel ini akan mengeksplorasi pentingnya gastrodiplomasi sebagai salah satu instrumen soft-power dalam diplomasi modern dan bagaimana negara-negara memanfaatkannya untuk memperkuat brand awareness di panggung global.

 Apa Itu Gastrodiplomasi?

Gastrodiplomasi, yang kadang-kadang disebut diplomasi kuliner, adalah bentuk diplomasi yang menggunakan makanan atau tata boga sebagai alat utama untuk memperkenalkan budaya suatu negara kepada dunia. Gastrodiplomasi bertujuan untuk membangun pemahaman lintas budaya melalui pengalaman bersama menikmati dan memahami makanan khas suatu negara. Melalui makanan, nilai-nilai budaya, sejarah, dan identitas suatu bangsa dapat dihadirkan dalam wujud yang lebih konkret dan dapat dinikmati oleh orang-orang dari berbagai latar belakang.

Dalam pengertian yang lebih luas, gastrodiplomasi juga dapat dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran global tentang kuliner khas suatu negara, dengan harapan bahwa orang-orang yang mengenal dan mencicipi makanan tersebut akan memiliki pandangan yang lebih positif terhadap negara asalnya. Hal ini menciptakan apa yang disebut sebagai "diplomasi rasa," di mana makanan menjadi medium untuk membangun hubungan baik dan mengatasi perbedaan-perbedaan budaya yang mungkin ada.

 Soft Diplomacy melalui Gastrodiplomasi 

Gastrodiplomasi merupakan salah satu varian dari soft diplomacy, sebuah bentuk diplomasi yang lebih menitikberatkan pada daya tarik dan pengaruh budaya daripada ancaman atau paksaan. Berbeda dengan hard-power yang mengandalkan kekuatan militer atau ekonomi, soft-power menarik perhatian melalui kekuatan budaya dan nilai-nilai yang dimiliki suatu negara. Dalam hal ini, gastrodiplomasi menonjol karena memanfaatkan makanan---sesuatu yang secara universal bisa diterima dan dihargai---sebagai instrumen untuk mendekatkan negara-negara.

Gastrodiplomasi memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bentuk soft diplomacy lainnya, seperti help diplomacy dan science diplomacy. Help diplomacy adalah bentuk diplomasi yang melibatkan pemberian bantuan, seperti bantuan kemanusiaan atau bencana, kepada negara lain. Diplomasi ini berfokus pada tindakan nyata dalam menawarkan bantuan kepada negara-negara yang membutuhkan. Science diplomacy, di sisi lain, melibatkan pertukaran pengetahuan ilmiah dan teknologi antara negara-negara untuk memecahkan masalah global, seperti perubahan iklim, energi, dan kesehatan. Kedua bentuk diplomasi ini berbasis pada tindakan dan teknologi, sementara gastrodiplomasi mengandalkan aspek budaya dan emosional melalui makanan.

Karakteristik soft-power yang melekat pada gastrodiplomasi terletak pada daya tarik budaya yang melekat pada makanan suatu bangsa. Misalnya, ketika seseorang di negara asing mencicipi pad thai dari Thailand atau sushi dari Jepang, mereka bukan hanya menikmati hidangan tersebut, tetapi juga terpapar pada sejarah, nilai-nilai, dan warisan budaya dari negara tersebut. Dalam jangka panjang, pengalaman ini dapat menciptakan kesan positif terhadap negara asal makanan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi hubungan bilateral yang lebih luas.

 Gastrodiplomasi untuk Branding Bangsa

Selain mempererat hubungan diplomatik, gastrodiplomasi memiliki fungsi penting dalam membentuk citra atau brand awareness suatu negara di mata dunia. Dalam konteks ini, makanan berperan sebagai salah satu elemen yang kuat dalam branding bangsa, terutama dalam usaha untuk membedakan suatu negara dari negara-negara lain. Seperti halnya sebuah perusahaan yang menggunakan brand untuk menonjolkan produk atau jasa yang mereka tawarkan, negara-negara menggunakan makanan sebagai bagian dari identitas nasional mereka yang dapat dikenali di panggung internasional.

Thailand, misalnya, adalah salah satu negara yang sukses memanfaatkan gastrodiplomasi sebagai bagian dari strategi branding nasional. Melalui program yang disebut "Global Thai," pemerintah Thailand secara aktif mempromosikan restoran-restoran Thailand di seluruh dunia dan memberikan sertifikasi kepada restoran-restoran tersebut untuk memastikan kualitas makanan yang disajikan. Hasilnya, makanan Thailand menjadi terkenal secara global, dan restoran Thailand dapat ditemukan di hampir setiap sudut dunia. Kesuksesan ini tidak hanya membantu memperkenalkan budaya Thailand kepada dunia, tetapi juga berkontribusi terhadap peningkatan pariwisata dan investasi asing ke negara tersebut.

Contoh lain adalah Korea Selatan, yang menggunakan makanan sebagai bagian dari kampanye diplomasi budayanya yang lebih luas, sering disebut "Korean Wave" atau Hallyu. Melalui dorongan kuat dari pemerintah dan media Korea Selatan, makanan Korea seperti kimchi, bibimbap, dan bulgogi telah mendapatkan popularitas global. Hal ini tidak hanya meningkatkan minat pada makanan Korea, tetapi juga mempengaruhi sektor lain seperti musik K-pop, drama Korea, dan fashion, yang semuanya menjadi bagian dari brand Korea di dunia internasional.

 Gastrodiplomasi di Berbagai Negara

Seiring dengan meningkatnya kesadaran tentang pentingnya gastrodiplomasi, semakin banyak negara yang menyadari potensi besar dari diplomasi makanan untuk meningkatkan pengaruh dan hubungan internasional. Negara-negara seperti Jepang, Perancis, dan Italia telah lama dikenal karena kekayaan kuliner mereka, tetapi gastrodiplomasi juga telah menjadi alat yang efektif bagi negara-negara berkembang untuk menonjolkan diri di panggung global.

Di Asia Tenggara, Malaysia dan Indonesia juga mulai mengembangkan program gastrodiplomasi untuk memperkenalkan kuliner lokal mereka ke dunia internasional. Indonesia, misalnya, melalui kampanye "Wonderful Indonesia," berusaha untuk mempromosikan kekayaan kuliner Nusantara seperti rendang, sate, dan nasi goreng di panggung internasional. Meskipun tantangan untuk menembus pasar global tidak mudah, upaya ini menunjukkan bahwa makanan dapat menjadi alat yang ampuh untuk memperkenalkan identitas budaya yang lebih kaya kepada dunia.

Sementara itu, di Timur Tengah, negara seperti Turki telah menggunakan gastrodiplomasi sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki citra internasional dan memperkenalkan kebudayaan mereka yang kaya melalui makanan. Restoran-restoran Turki kini telah banyak ditemukan di berbagai negara, dan makanan seperti kebab, baklava, dan hummus telah menjadi populer di kalangan masyarakat global. Upaya-upaya ini mencerminkan bagaimana gastrodiplomasi dapat membantu mengubah persepsi tentang suatu negara dan mendekatkan hubungan antar budaya.

 Tantangan dan Peluang Gastrodiplomasi

Meski gastrodiplomasi menawarkan peluang besar, tidak berarti jalan yang ditempuh selalu mulus. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa kualitas makanan dan pengalaman kuliner yang dihadirkan di luar negeri tetap sesuai dengan standar yang diharapkan. Negara-negara yang terlibat dalam gastrodiplomasi perlu memastikan bahwa restoran dan koki yang mewakili mereka di luar negeri benar-benar memahami esensi dan keunikan makanan yang mereka sajikan. Selain itu, mereka juga harus menghadapi tantangan logistik, seperti distribusi bahan-bahan makanan yang autentik dan kesulitan dalam mereproduksi makanan asli di negara lain.

Namun, di balik tantangan-tantangan tersebut, terdapat peluang besar bagi negara-negara untuk terus memperkuat hubungan internasional melalui gastrodiplomasi. Di dunia yang semakin terhubung, makanan dapat menjadi bahasa universal yang menjembatani kesenjangan budaya dan membuka jalan bagi dialog yang lebih luas antara bangsa-bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun