Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Gibran Rakabuming Raka, Akun Fufufafa, Roy Suryo dan Pasukan Bawah Tanah (Pasbata)

7 Oktober 2024   22:10 Diperbarui: 8 Oktober 2024   03:25 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasukan Bawah Tanah (Pasbata). Sumber gambar : terasmedia.id

Nama Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah lama mencuat ke permukaan setelah mulai berani untuk masuk ke gelanggang dan panggung politik Indonesia, khususnya sejak maju sebagai calon walikota Solo dari PDIP dan  terpilih. Kini, panggung politik itu memuncak setelah ia dinyatakan terpilih sebagai wakil presiden terpilih yang akan mendampingi Prabowo Subianto, sang mantan Panglima Kopassus di TNI Angkatan Darat. 

Namun, belakangan ini sorotan terhadap Gibran bukan hanya mengenai posisinya yang semakin strategis di pemerintahan, melainkan juga terkait dengan akun Kaskus dengan inisial nama Fufufafa yang viral di media sosial. Kasus ini membuka debat panas dan ragam kalahgan dan mulai menjadi topik perbincangan publik di dunia nyata, ataupun dunia maya, baik dari pihak dari yang secara terbuka menyatakan pro maupun yang kontra atas tudingan yang disampaikan terhadap anak sulung Joko Widodo ini.

Akun Kaskus dengan nama Fufufafa pertama kali mencuri perhatian publik ketika secara aktif mengkritik Prabowo Subianto sejak tahun 2014, yang secara kebetulan pada tahun 2024 adalah calon presiden yang kini berpasangan dengan Gibran, dan terpilih. Akun ini tak hanya menjadi perbincangan biasa, tetapi berkembang menjadi perdebatan besar setelah netizen menemukan bahwa pemilik akun Fufufafa menggunakan ID "Raka Gnarly," yang menunjukan keterkaitan dengan beberapa id di sosial media mikik Gibran, sebagai contoh twitter yang sering adiknya, Kaesang Pangarep mention memiliki id yang sama. 

Begitupun halnya gerak cepat netizen Indonesia yang menggunakan semua platform dan aplikasi dari Gopay, Get Contact sampai "Forget Password" dari akun Kaskus Fufufafa yang menunjukan  nama asli Gibran Rakabuming. Klaim ini memicu spekulasi luas tentang bagaimanakan nasib dari Gibran, selaku Wakil Presiden terpilih dari pasangan Prabowo Subianto dan juga putra dari presiden Jokowi tersebut?.

Sebelumnya, wartawan pernah beberapa kali mencoba meminta klarifikasi langsung kepada Gibran, tanggapannya cukup singkat dan terkesan ringan. Ia hanya mengatakan, "Lha mbuh, takono sing nduwe akun (Ya nggak tahu, tanya saja yang punya akun)," tanpa memberikan jawaban pasti apakah ia terlibat atau tidak. Jawaban ini, alih-alih meredakan spekulasi, justru memicu berbagai teori dan ragam spekulasi di kalangan netizen tanah air. 

Publik semakin gemar mengaitkan setiap langkah Gibran dengan isu ini, seolah-olah akun Fufufafa menjadi "jendela" untuk melihat sisi lain dari sosok yang selama ini dianggap sopan dan terlihat jauh dari kontroversi.

Dalam konteks transisi politik menuju era Prabowo-Gibran, Di satu sisi, masyarakat Indonesia, yang memiliki tingkat partisipasi tinggi di media sosial, tentu merasa memiliki hak untuk mengawasi dan menyoroti gerak-gerik tokoh politik. Di sisi lain, persoalan privasi tetap menjadi isu yang sensitif. Tidak semua yang ada di ranah publik layak dihakimi sebagai representasi resmi dari kehidupan seorang politikus, apalagi jika hal tersebut melibatkan platform media sosial yang seringkali anonim dan bersifat spekulatif.

Dalam beberapa hari terakhir, jagat media sosial ramai membicarakan dugaan bahwa akun Kaskus bernama Fufufafa adalah milik Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo. Jejak digital akun ini menjadi sorotan setelah sejumlah unggahan lama yang dianggap menghina beberapa tokoh publik, termasuk Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono, serta tokoh politik lainnya, kembali muncul ke permukaan. Jika benar akun tersebut dikelola oleh Gibran, ini memunculkan pertanyaan besar tentang etika berpolitik dan dampak negatif ujaran yang berasal dari figur publik.

Bukti pertama yang mengaitkan Gibran dengan akun Fufufafa muncul dari tangkapan layar unggahan akun tersebut di tahun 2014, di mana Fufufafa marah ketika disebut sebagai anak yang disembunyikan oleh Jokowi. Salah satu komentar Fufufafa menantang secara langsung tuduhan tersebut dengan kalimat kasar, "Sini gue ladenin," yang menunjukkan emosi yang tinggi. Tangkapan layar ini menjadi viral di media sosial, mengundang berbagai spekulasi tentang siapa sebenarnya di balik akun tersebut.

Selain itu, terdapat beberapa unggahan yang bersifat menghina tokoh politik seperti Prabowo Subianto. Salah satu contohnya, Fufufafa menyebut Prabowo sebagai "tentara pecatan" dengan "anak melambai" serta menuduh pendukungnya sebagai kelompok radikal.

 Unggahan ini muncul pada 13 Desember 2018, dan menjadi sorotan ketika Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 2019. Fufufafa juga menyerang putra Prabowo, Didit Hediprasetyo, yang berprofesi sebagai perancang busana, dengan menyebutnya secara homofobik dalam beberapa kesempatan. Ini menambah lapisan kompleksitas pada kontroversi tersebut.

Tidak hanya Prabowo, akun Fufufafa juga menyerang keluarga SBY, termasuk anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang disebutnya sebagai "anak ingusan." Bahkan, komentar kasar lainnya ditujukan kepada Ibas, anak bungsu SBY, dengan menyebutnya tidak lebih dari anak yang terus bersembunyi di balik bayang-bayang orang tuanya.

Yang juga tak kalah kontroversial adalah hinaan akun tersebut terhadap PKS (Partai Keadilan Sejahtera), dengan menggunakan istilah "pramuria" dan "penjual agama" untuk mendeskripsikan partai tersebut. Unggahan ini juga menyinggung isu poligami yang sering dikaitkan dengan anggota partai tersebut.

Bukti terakhir yang membuat banyak netizen yakin bahwa akun ini memang dikelola oleh Gibran adalah hubungan waktu dan peristiwa antara komentar yang diunggah Fufufafa dengan karir politik Gibran. Banyak komentar muncul pada masa-masa Pemilu, baik 2014 maupun 2019, di mana Gibran mulai lebih sering muncul di publik bersama sang ayah.

Opini publik terpecah menyikapi kasus ini. Di satu sisi, beberapa orang menganggap bahwa ini adalah bagian dari dinamika politik yang keras, di mana serangan verbal sering terjadi. Di sisi lain, banyak yang mengecam ujaran kebencian yang berlebihan, terutama jika benar ini berasal dari seorang calon pemimpin yang kini tengah memegang posisi penting sebagai Wali Kota Solo dan bakal calon Wakil Presiden.

Namun, terlepas dari benar atau tidaknya dugaan ini, apa yang paling mencemaskan adalah normalisasi ujaran kebencian di ruang publik oleh figur publik. Jika tidak ditangani dengan baik, ini bisa memperkuat polarisasi politik dan memperkeruh suasana demokrasi kita. Sebagai masyarakat, kita tentu menginginkan pemimpin yang mampu memberikan teladan dalam bersikap dan berbicara, bukan yang justru menambah api kebencian.

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menuntut transparansi dan akuntabilitas dari para Politisi dan figur publik, sebagai panutan, harus dapat mengendalikan diri dalam berbicara di ranah publik, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Pernyataan Roy Suryo di beberapa Podcast. sumber gambar : tribunnews.com
Pernyataan Roy Suryo di beberapa Podcast. sumber gambar : tribunnews.com

Dalam situasi ini, wajar jika banyak pihak, seperti Pasukan Bawah Tanah (Pasbata) Jokowi, merasa perlu melakukan langkah-langkah untuk melindungi reputasi Gibran. Mereka melaporkan Roy Suryo, seorang mantan menteri yang secara terbuka menyebut 99% akun Fufufafa adalah milik Gibran. Menurut mereka, tuduhan Roy Suryo yang tidak dilengkapi bukti kuat justru menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama di masa transisi yang seharusnya berjalan damai dan kondusif.

Pasukan Bawah Tanah (Pasbata). Sumber gambar : terasmedia.id
Pasukan Bawah Tanah (Pasbata). Sumber gambar : terasmedia.id

Namun, tanggapan Roy Suryo terhadap pelaporan ini cukup menggelitik. Alih-alih merasa tertekan, ia justru menanggapinya dengan santai, bahkan memberikan pernyataan bahwa ia belum perlu bersikap karena masyarakatlah yang seharusnya menilai terlebih dahulu. Tanggapan ini menunjukkan bahwa kontroversi di media sosial sering kali dianggap sebagai bagian dari permainan opini publik yang akan berlalu seiring waktu.

Pengamat politik Ujang Komarudin menilai bahwa hal ini tidak akan mempengaruhi pelantikan Gibran sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo. Menurut Ujang, pelantikan tersebut sudah diatur secara konstitusional dan tidak mungkin digagalkan hanya karena isu-isu di media sosial. Namun, ia juga menambahkan bahwa nasib Gibran pasca pelantikan akan sangat bergantung pada proses hukum, jika terbukti ada masalah yang lebih serius terkait dengan akun tersebut.

Sikap Ujang ini menggarisbawahi, meski media sosial berperan besar dalam membentuk persepsi publik, proses hukum tetap menjadi faktor utama dalam menentukan masa depan politik seseorang. Isu Fufufafa, pada akhirnya, harus diuji melalui mekanisme hukum yang berlaku, bukan sekadar opini yang berkembang di dunia maya.

Kasus Fufufafa dan kontroversi seputar Gibran membawa kita pada refleksi lebih dalam tentang bagaimana politik harus dikelola di era disrupsi digital. Teknologi dan media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dengan para pemimpin politik, sekaligus membuka ruang yang lebih luas bagi spekulasi dan rumor yang bisa dengan mudah menyebar dan diterima sebagai kebenaran.

Di satu sisi, keterbukaan ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk lebih dekat dengan para pemimpin mereka. Di sisi lain, hal ini juga menciptakan tantangan baru dalam menjaga keseimbangan antara transparansi dan perlindungan terhadap privasi. Tokoh politik seperti Gibran harus belajar untuk menghadapi era di mana setiap tindakan mereka, baik di dunia nyata maupun digital, dapat langsung menjadi sorotan publik.

Isu Gibran dan Fufufafa, meski tampak kecil di permukaan, mencerminkan tantangan besar yang dihadapi politik Indonesia saat ini. Di era di mana batas antara dunia nyata dan dunia digital semakin kabur, para pemimpin politik harus siap menghadapi segala bentuk tantangan yang muncul, termasuk dari spekulasi yang beredar di media sosial. Namun, pada akhirnya, penilaian terhadap seorang pemimpin harus didasarkan pada kinerja dan integritasnya, bukan pada rumor yang belum tentu benar.

Bagi Gibran, tantangan ini bisa menjadi ujian awal dalam perjalanannya sebagai wakil presiden. Bagaimana ia merespons dan menghadapi isu ini akan mencerminkan seberapa siap ia memimpin di tengah tekanan dan sorotan publik. Pada saat yang sama, masyarakat juga harus belajar untuk lebih kritis dalam menanggapi setiap informasi yang beredar di media sosial, memastikan bahwa setiap keputusan dan pandangan didasarkan pada fakta, bukan sekadar spekulasi.

Kasus Fufufafa seakan menjadi contoh nyata bagaimana kehidupan pribadi seseorang, terutama seorang tokoh politik dapat terjebak dalam pusaran sorotan publik yang tak terus tidak terkendali. Ketika akun-akun media sosial misterius dikaitkan dengan nama besar seperti Gibran, banyak yang segera terjun dalam spekulasi tanpa bukti kuat, dan hal ini mencerminkan betapa mudahnya reputasi seseorang dihancurkan oleh isu-isu dari ketikan di masa lalu.

Namun, ada yang lebih mendasar dari sekadar perbincangan akun Fufufafa. Kasus ini memperlihatkan bagaimana media sosial menjadi alat utama dalam membangun persepsi politik di Indonesia. Setiap unggahan, komentar, atau cuitan yang muncul dari akun misterius bisa langsung menjadi amunisi dalam perang opini di kalangan masyarakat. Tidak dapat disangkal, media sosial kini berperan sebagai arena pertarungan pengaruh politik yang lebih luas, melibatkan tidak hanya elite politik, tetapi juga masyarakat biasa yang memiliki akses ke berbagai platform digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun