Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suara Kemanusian Paus Fransiskus di Tengah Konflik Global

6 Oktober 2024   01:40 Diperbarui: 6 Oktober 2024   12:05 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah kunjungannya ke berbagai negara dan wilayah, Paus Fransiskus tidak melupakan realitas konflik global yang tengah berlangsung. Pada 7 Oktober 2024 lalu, ia menyerukan hari doa dan puasa global sebagai respons terhadap serangan udara Israel di Lebanon yang menewaskan pemimpin Hizbullah dan para kombatan. Paus dengan tegas mengecam tindakan militer yang dianggapnya "melampaui batas moralitas". Seruan ini bukan hanya sekadar doa; ini adalah panggilan untuk menyadarkan umat manusia akan tanggung jawab moral kita dalam menghadapi kekerasan dan konflik.

Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa dalam perang, ada batasan moral yang tidak boleh dilanggar. "Bahkan dalam perang pun ada moralitas yang harus dijaga," ucapnya. Pernyataan ini menggugah kesadaran kita akan pentingnya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Ketika kekerasan menjadi pilihan, kita harus ingat bahwa ada harga yang harus dibayar, bukan hanya oleh mereka yang terlibat langsung, tetapi juga oleh seluruh umat manusia.

Dalam konteks konflik yang tengah berlangsung, Paus menyampaikan pandangannya tentang pertahanan yang proporsional. Ia mengatakan, "Pertahanan harus selalu sebanding dengan serangan. Ketika ada sesuatu yang tidak proporsional, Anda melihat kecenderungan untuk mendominasi yang melampaui moralitas." Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa penggunaan kekuatan militer tidak boleh berlebihan dan harus selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan manusia.

Pandangan ini merupakan kritik yang kuat terhadap kebijakan luar negeri yang tidak memperhatikan moralitas. Dalam dunia yang semakin kompleks ini, seringkali keputusan politik diambil tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan kemanusiaan. Kunjungan Paus Fransiskus seolah menjadi pengingat bagi kita semua bahwa tanggung jawab moral tidak boleh dilupakan, terutama dalam menghadapi konflik yang merugikan banyak pihak.

 sumber gambar : Grid.id
 sumber gambar : Grid.id

Paus Fransiskus tidak hanya berbicara tentang moralitas, tetapi juga tentang tindakan. Dia adalah seorang pemimpin yang percaya bahwa gereja harus mengambil posisi aktif dalam mempromosikan keadilan sosial dan perdamaian. Dalam kunjungannya, Paus mengajak semua pihak untuk terlibat dalam dialog dan menghindari kekerasan. Ini adalah seruan untuk membangun jembatan, bukan tembok, dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perdamaian.

Kunjungan Paus ini juga merupakan pengingat bagi kita bahwa setiap individu memiliki peran dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Baik sebagai pemimpin gereja, warga negara, maupun individu biasa, kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Ketika kita melihat penderitaan di sekitar kita, kita harus berani bersuara dan bertindak.

Seruan Paus untuk hari doa dan puasa global pada 7 Oktober adalah bentuk komitmen untuk melibatkan seluruh umat manusia dalam memikirkan masa depan yang lebih baik. Doa bukan hanya sekadar ritual; itu adalah kekuatan yang dapat menggerakkan hati dan mempersatukan orang-orang dari berbagai latar belakang. Dalam situasi sulit, doa dapat menjadi sumber harapan dan penghiburan.

Paus Fransiskus mengajak kita untuk merenungkan nilai-nilai kemanusiaan dan mengingat bahwa setiap tindakan kita memiliki dampak. Dalam menghadapi tantangan global, kita harus bersatu dan berdoa untuk perdamaian dan keadilan. "Ujung dari doa bersama tersebut sebagai peringatan satu tahun perang Hamas-Israel dan meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut," kata Paus. Ini adalah pengingat bahwa di balik angka-angka dan statistik, ada kehidupan manusia yang berharga dan hak untuk hidup dalam damai.

Paus Fransiskus telah membuat sejarah dengan kunjungannya ke Indonesia yang berlangsung dari 2 hingga 13 September 2024. Tidak hanya menjadi negara pertama yang dipilih dalam perjalanan apostoliknya, Indonesia juga menjadi lokasi kunjungan terlama Paus dalam sejarah. Ini bukan sekadar perjalanan ritual, tetapi sebuah momen penting yang mencerminkan komitmen Paus terhadap dialog antaragama dan upaya untuk menguatkan gereja lokal dalam melayani jemaat. Kunjungan ini tidak hanya membawa harapan bagi umat Katolik, tetapi juga menyiratkan pesan penting bagi dunia, terutama dalam konteks konflik global yang semakin meningkat.

Sedikit kilas balik, ketika Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke Indonesia dimaksudkan untuk membantu keuskupan-keuskupan setempat dalam meningkatkan kemampuan gereja dalam melayani jemaat. Dalam konteks ini, kunjungan ini memiliki makna yang lebih dalam. Di tengah tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi Indonesia, kehadiran pemimpin Gereja Katolik dunia menjadi sinyal penting bahwa gereja berkomitmen untuk menjawab kebutuhan umatnya.

Dalam setiap langkahnya, Paus Fransiskus menunjukkan kesederhanaan dan kedekatannya dengan rakyat. Ia memilih untuk tidak menggunakan kendaraan mewah, melainkan kendaraan sipil seperti mobil Innova dan duduk di sebelah sopir. Langkah ini menggambarkan sifatnya yang rendah hati dan berusaha menjangkau masyarakat luas, bukan hanya umat Katolik, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Paus melambaikan tangan kepada umat Katolik yang menyambutnya dengan penuh antusiasme, menciptakan momen haru yang menyentuh hati.

Selama kunjungannya, Paus memilih untuk beristirahat di Wisma Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta. Alasan di balik pemilihannya tinggal di tempat ini adalah keinginan untuk merasakan suasana yang sama dengan kediaman aslinya. Dalam situasi global yang penuh dengan ketidakpastian dan ketegangan, Paus berusaha menciptakan momen-momen ketenangan bagi dirinya dan umat. Ini adalah langkah simbolis yang menunjukkan bahwa dia ingin menyatu dengan lingkungan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia adalah lebih dari sekadar perjalanan apostolik. Ini adalah pernyataan komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan perdamaian. Dalam setiap langkahnya, Paus menunjukkan bahwa kehadiran pemimpin gereja bukan hanya untuk memberikan berkat, tetapi juga untuk mendengarkan dan merangkul semua umat manusia.

Pesan moral yang dibawa Paus sangat relevan di tengah kondisi global saat ini. Ketika dunia menghadapi tantangan besar, kita semua diingatkan untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Kunjungan ini adalah panggilan untuk bersatu, mendengarkan satu sama lain, dan berjuang demi keadilan dan kedamaian bagi semua.

Dalam dunia yang sering kali dikuasai oleh kekerasan dan konflik, Paus Fransiskus mengajak kita untuk melihat kemanusiaan di balik setiap peristiwa, untuk menjadikan kasih sebagai fondasi dalam hubungan antar manusia, dan untuk memperjuangkan nilai-nilai yang menjunjung tinggi martabat setiap individu. Dengan demikian, kunjungan ini menjadi momentum penting bagi kita untuk merefleksikan diri dan mengingatkan bahwa perubahan dimulai dari kita, dari tindakan kita, dan dari komitmen kita untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun