Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Menganalisis Makin Maraknya Paslon Tunggal dalam Pilkada 2024

5 Oktober 2024   22:36 Diperbarui: 7 Oktober 2024   06:57 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Paslon Tunggal. (Sumber: KOMPAS/CHY)

Dengan diperpanjangnya masa pendaftaran calon kepala daerah di 43 wilayah, kita hanya bisa berharap bahwa partai-partai politik mampu berani mengusung calon baru yang kompeten. 

Namun, melihat tren yang terjadi, tampaknya harapan ini kecil. Partai-partai politik besar sudah terlalu nyaman dengan status quo, dan kotak kosong, meski mungkin menjadi opsi protes bagi masyarakat, bukanlah solusi jangka panjang.

Kita memerlukan reformasi dalam sistem politik dan partai politik. Partai-partai harus kembali pada fungsi utamanya: sebagai penjaga demokrasi yang menyediakan ruang bagi kompetisi dan alternatif politik. 

Kaderisasi dan rekrutmen politik harus diperbaiki, sehingga calon-calon yang kompeten dan berani bisa muncul, terutama di tingkat lokal. Jika tidak, kita hanya akan melihat semakin banyak calon tunggal di masa depan, dan demokrasi kita akan semakin terkikis oleh pragmatisme politik yang sempit.

Pilkada 2024 dengan fenomena calon tunggal di 43 daerah bukan hanya sebuah anomali, tetapi krisis representasi yang mengkhawatirkan. 

Partai-partai politik, dengan perhitungan pragmatisnya, memilih mendukung calon tunggal daripada membuka ruang kompetisi. Kotak kosong, meski tampak sebagai alternatif, hanyalah solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar masalah demokrasi kita. 

Jika kita ingin demokrasi yang sehat, kita harus menuntut lebih dari partai politik dan memastikan bahwa Pilkada tidak hanya menjadi ajang formalitas, tetapi ruang bagi kompetisi politik yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun