Mohon tunggu...
Thoriq Bariklana
Thoriq Bariklana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional UMY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Politik Nahdlatul Ulama Sebelum Masa Orde Baru

23 Juni 2023   16:19 Diperbarui: 23 Juni 2023   16:33 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nahdlatul ulama (NU) merupkan salah satu organisasi islam terbesar yang ada di Indonesia. NU didirikan oleh Kiai Hasyim Asy'ari pada tanggal 31 januari 1926. Tujuan didirikannya NU adalah untuk menciptakan hubungan antara ulama yang berpegang pada empat mazhab sunni dan meneliti buku-buku teks agama untuk mengetahui apakah buku-buku tersebut mengandung pikiran-pikiran para reformis atau tidak. NU dalam perjalanannya terus berkecimpung dalam pemerintahan politik Indonesia. Bahkan ketika belanda masih menjajah Indonesia pada saat itu, NU telah melalui banyak hal. Hal ini dikarenakan keterlibatan NU untuk bergabung dengan Masyumi sebagai partai politik. Pada saat itu untuk pertama kalinya NU memasuki urusan pemerintahan sebab NU ditempatkan sebagai subordinasi di dalamnya. Pada tanggal 7 September 1944 Jepang mengalami kekalahan perang Asia Timur, sehingga pemerintah jepang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Untuk itu dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI berangggotakan 62 orang yang diantaranya adalah tokoh NU (KH. Wahid Hasyim dan KH. Masykur). Materi pokok dalam diskusi-diskusi BPUPKI ialah tentang dasar dan bentuk Negara. Begitu rumitnya pembahasan tentang dasar dan falsafah Negara makadi sepakati dibentuk "Panitia Sembilan". Dalam panitia kecil ini NU diwakili oleh KH. Wahid Hasyim, hasilnya disepakati pada dasar Negara mengenai "Ketuhanan" ditambah dengan kalimat "Dengan kewajiaban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluknya". Keputusan ini dikenal dengan "Piagam Jakarta". Sehari setelah Indonesia merdeka, Moh Hatta memanggil empat tokoh muslim untuk menanggapi usulan keberatan masyarkat non muslim tentang dimuatnya Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD 1945. Demi menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, KH. Wahid Hasyim mengusulkan agar Piagam Jakarta diganti dengan "Ketuhanan yang Maha Esa". Kata "Esa" berarti keesaan Tuhan (Tauhid) yang ada hanya dalam agama Islam, dan usul ini diterima. NU dalam perjalanannya terus berkecimpung dalam pemerintahan politik Indonesia. Setelah Proklamasi kemerdekaan, hampir semua organisasi Islam sepakat menjadikan MASYUMI sebagai partai politik, termasuk NU. Namun pada tahun 1950, NU memutuskan untuk keluar dari MASYUMI karena terjadi konflik intern. Pada Muktamar NU ke -19 di Palembang 1952 memutuskan menjadi Partai Politik, dengan demikian NU memasuki dunia politik secara otonom dan terlibat langsung dalam persoalan-persoalan Negara. Untuk melapangkan jalan di dunia polotik, NU masuk dalam kabinet Ali Sastro Amijoyo, seperti KH. Zainul arifin (wakil perdana mentri), KH.Masykur (menteri Agama), begitu pula dengan susunan kabinet yang lain .Pada tahun 1955 diadakan pemilu yang pertama diIndonesia, NU mampu meraih suara terbanyak ketiga setelah PNI dan PKI. Hal ini tidak lepas dari peran Kyai dan Pesantren sebagai kekuatan pokok NU. Pada pereode 1960-1966 NU tampil menjadi kekuatan yang melawan komunisme, hal ini dilakukan dengan membentuk beberapa organisasi, seperti : Banser (Barisan Ansor Serba Guna), Lesbumi (lembaga Seni Budaya Muslim), Pertanu (Persatuan Petani NU), dan lain-lain. Pada tanggal 5 Oktober 1965 NU menuntut pembubaran PKI . Pada tahun 1966 sesudah peralihan dari soekarno ke soeharto, sebagian perombakan pada MPR dan DPR, sebagian diserahkan kepada NU. NU masih dianggap penting. NU juga memainkan peran yang sangat penting dalam pengambilalihan kekuasaan secara konstitusional oleh Jendral Suharto. Demikian pula, NU ikut andil dalam membumbungnya karier politik Suharto melalui reshuffle yang dilakukan DPRGR dan dua resolusi, yang mengabsahkan peralihan kekuasaan ke tangan Suharto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun