Tanggal 28 Maret 1871 merupakan hari dilaksanakannya sidang pertama Komune Paris. Komune yang merupakan gabungan dari kelompok pekerja, orang-orang sosialis, anarkis, dan revolusioner ini sempat berhasil mengabulkan cita-cita revolusioner selama ini: membentuk tatanan masyarakat baru, di Paris.
Ini adalah imbas dari kekalahan Prancis dalam peperangan melawan Prussia (Jerman) pada 1870. Kekaisaran Prancis pun runtuh. Pemerintahan sementara dipegang oleh Presiden Louis-Jules Trochu sebagai Republik Ketiga. Namun, kepemimpinan ini pun tak juga memberikan pertanggungjawaban kepada warga Prancis atas dampak yang ditimbulkan akibat kekalahan itu. Dan rakyat geram. Garda Nasional—pertahanan Prancis dari serangan Prussia—dan sekelompok warga dari golongan pekerja memberontak. Pemberontakan ini berhasil menguasai objek-objek vital Paris, seperti gudang senjata dan pangkalan militer. Warga Paris dengan cepat membangun pertahanan dari serangan Prussia, berbekal persenjataan yang direbut dari pemerintah. Bendera merah juga berhasil berkibar di Hotel de Ville dan gedung-gedung di kota ini.
Komune Paris saat itu berhasil memenuhi cita-cita revolusioner, termasuk perombakan beberapa kebijakan pemerintahan. Hak-hak kelas pekerja yang selama ini diabaikan menjadi atensi utama. Dewan yang terbentuk bukan representatif—presiden dan struktur penyelenggara negara lainnya—tetapi merupakan delegasi dari setiap kepentingan yang dipilih oleh rakyat. Komune ini sama sekali merombak absolutisme dan monarkisme yang selama ini menggerogoti kelas pekerja dan buruh di Paris. Namun, sebagaimana sejarah rebelion yang terjadi di seluruh dunia, banyak yang tak berumur panjang. Termasuk Komune Paris ini.
La semaine sanglante terjadi. Minggu yang mencekam dengan aroma darah mengalir di tubuh Paris. Ribuan komunard dibantai setelah tentara Prancis berhasil merebut kembali Paris pada 21 Mei. Tentu saja mereka tidak dapat bertahan dari militer Prancis. Ribuan orang simpatisan komune diburu dan dieksekusi mati, diasingkan, semuanya ditumpas sebagaimana penumpasan parasit yang akan mengganggu eksistensi kekuasaan. Komune Paris hanya berumur sekitar dua bulan di kota itu. Dan tentu saja, itu bisa dianggap sebagai salah satu prestasi perjuangan revolusioner yang perlu diapresiasi sekaligus dievaluasi.
Komune Paris merupakan buntut panjang Revolusi 1789. Ketegangan antara bangsawan kerajaan dengan rakyat jelata di kemudian hari tidak memandang golongan borjuis sebagai bagian dari kelompok revolusioner mereka. Pasalnya, golongan borjuis yang mendapat tampuk kekuasaaan hanya menciptakan absolutisme dan monarkisme baru: Dinasti Napoleon. Percobaan pengukuhan statifikasi sosial kembali terjadi ketika Napoleon berusaha memperbaiki hubungannya dengan Paus, sementara Revolusi 1789 mengandung gesekan konflik antara rakyat jelata dan borjuis dengan para rohaniawan gereja. Perombakan sistem dan kebijakan oleh Komune Paris yang lebih memberikan atensi kepada hak-hak kelas pekerja mencoba mencabut akar-akar kapitalisme yang menjadi momok kesengsaraan mereka. Situasi inilah yang melatarbelakangi munculnya Komune Paris.
Kondisi struktural Komune Paris saat itu juga turut melatarbelakangi kekalahan mereka mempertahankan diri dari militer Prancis. Sebab-sebab paling krusial adalah terkait dengan masalah komunikasi, strategi militer, dan juga pasokan sumber daya. Tentu pada waktu itu komunikasi jarak jauh masih banyak terkendala secara teknis. Para komunard—mereka yang terlibat perjuangan revolusioner Komune Paris—itu pun mayoritas berasal dari kelas pekerja yang minim pengetahuan militer. Dan basis penguasaan mereka yang hanya terbatas di Paris membuat mereka kesulitan untuk mengakses sumber daya yang dibutuhkan sebagai pasokan bahan bangan, sementara wilayah-wilayah di luar Paris seluruhnya masih dikuasai oleh Kekaisaran Prancis. Termasuk juga dalam pengelolaan objek-objek negara, seperti bank.
Komune Paris memiliki kekurangan dalam memahami unsur-unsur moneter pemerintahan, mereka “tidak punya nyali untuk menduduki bank dan membawanya ke bawah kontrol demokratis,” kata Vijay Prashad, “bentuk-bentuk sosialisme utopian membuat mereka kekurangan perangkat untuk memahami perlunya mensubordinasikan keuangan di bawah demokrasi.” Komune Paris lebih banyak tidak memahami bagaimana siklus perekonomian bekerja, bagaimana distribusi kekayaan berjalan.
Revolusi pada saat itu memang telah matang secara mental setelah tempaan selama berabad-abad, juga konsepsi demokrasi yang menjadi landasan yang kuat untuk memotori pergerakan. Namun, sebagaimana yang ditegaskan oleh Karl Marx, kelas pekerja tidak bisa begitu saja menggunakan unsur-unsur pemerintahan lama yang pernah digunakan untuk tindakan represif di dalam tubuh masyarakat demokratis. Hal itu tak lain akan menjadi “Kuda Troya” bagi kontra-revolusi. Ia juga menegaskan: meskipun “eksperimen” ini berjalan selama dua bulan, Komune bahkan tidak mencoba melakukan perubahan sistem dan regulasi pemerintahan ini sama sekali. Perubahan ini perlu dilakukan, dalam rangka merekontruksi ulang sistem yang tidak mengandung absolutisme dan monarkisme yang menjadi kontra-revolusi. Oleh karena itu, di dalam pidatonya, Marx berkata, “Dekrit Komune pertama adalah penghapusan tentara tetap dan menggantinya dengan rakyat yang bersenjata”. Struktur pemerintahan dirombak sehingga lebih demokratis.
Marx, sebagaimana yang disebutkan oleh Lenin, pada 1870, sebelum revolusi kaum Komunard ini terjadi, sebenarnya sudah menyadari dan memperingatkan bahwa ini akan menemui jalan buntu dari kejaran Prancis. Namun, ia juga mengapresiasi ini sebagai prestasi paling penting dalam sejarah perjuangan kaum proletar. Apa yang menjadi cita-cita revolusi selama ini berhasil ditunaikan secara praktis daripada ide dan argumentasi revolusioner yang membukit.
Referensi
Vijay Prashad. 2021. Komune Paris 150 (terjemahan). Serpong: Marjin Kiri.