Mohon tunggu...
Thomson Cyrus
Thomson Cyrus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta, blogger, vlogger

Untuk Kerjasama, Bisa hub Kontak Email : thomsoncyrus74@gmail.com DM IG : @thomsoncyrus74

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mispersepsi tentang Toba Pulp Lestari

27 Mei 2021   12:14 Diperbarui: 27 Mei 2021   12:34 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 18 Mei 2021 ada insiden bentrok terjadi antara masyarakat dan perusahaan PT Toba Pulp Lestari Tbk di lahan konsesi Perusahaan di Desa Natumingka, Kecamatan Habinsaran, Kabupaten Toba. Dalam insiden ada korban luka baik dari pihak masyarakat maupun dari pihak perusahaan. Kejadian ini langsung menjadi pusat perhatian masyarakat, aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan banyak tokoh-tokoh masyarakat yang bersuara dengan pendapat pro dan kontra nya masing-masing.

PT Toba Pulp Lestari Tbk sendiri adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan kayu eucalyptus menjadi pulp kertas sebelumnya, tetapi belakangan kayu eucalyptus itu sudah berubah menjadi pulp untuk bahan baku tekstil. Dalam perijinannya, Pemerintah memberikan ijin konsesi di Hutan Tanaman Industri dibeberapa lokasi yang kemudian PT Toba Pulp Lestari Tbk membagi dalam beberapa sector yaitu Sektor Habinsaran untuk (Toba dan Taput), Sektor Aek Nauli di Simalungun, Sektor Tele di Humbang Hasundutan, Sektor Aek Raja, dan lain-lain. Dimana, menurut info yang pernah saya dapatkan bahwa keseluruhan total lahan konsesi ini berkisar 167 ribu Hektar, tetapi yang masih bisa dikelola (ditanami) tanaman eucalyptus baru berkisar 45 ribu hektar, sisanya belum bisa ditanami karena masih ada berbagai pihak yang menklaim lahan konsesi itu sebagai lahan adat dan jenis lahan lainnya.

Salah satu lahan konsesi yang sudah bisa ditanami adalah lahan di desa Natumingka ini sebanyak 5 kali panen (umur panen 5 tahun, artinya sudah 25 tahun lahan itu ditanami oleh PT TPL). 

Menurut Direktur PT Toba Pulp Lestari Tbk, Bpk Jandres Silalahi, insiden ini bermula karena masyarakat mengklaim bahwa lahan yang sedang mereka tanami eucalyptus untuk ke enam kalinya. Bpk Jandres Silalahi sangat menyayangkan sikap masyarakat yang mengklaim tiba-tiba lahan itu sebagai lahan adat mereka padahal sudah 25 tahun lebih diusahai oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk. PT TPL sangat menghormati hak-hak masyarakat disekitar konsesi. Dalam menjalankan usahanya juga PT Toba Pulp Lestari juga selalu bermitra dengan masyarakat setempat. Pekerja-pekerja yang TPL pekerjakan juga adalah kebanyakan warga sekitar baik itu Karyawan Tetap, Outsourching maupun mitra TPL.

Akibat insiden di desa Natumingka, isu #TutupTPL menggelinding kembali. Bahkan isu ini sudah sampai ke Jakarta. Adanya beberapa tokoh yang angkat bicara dalam kasus ini seperti Bambang Susatyo (Ketua MPR RI) yang meminta ijin Konsesi TPL dicabut oleh Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Ada juga Elisa Lumbantoruan (Komisaris Garuda Indonesia) yang memberi analisanya tentang TPL yang tidak memberikan dampak yang baik kepada masyarakat berdasarkan data yang beliau terima.  Selain itu ada LSM KSPPM dan Lembaga AMAN yang memang rutin menyoroti tentang aktifitas PT Toba Pulp Lestari Tbk selama ini.

Bila kita mencermati berbagai narasi yang berkembang di masyarakat, sebenarnya ada banyak miss persepsi yang selama ini terjadi, seperti :

Pertama,  Katakanlah misalnya soal banyaknya truk-truk pinus yang melewati jalan-jalan disekitar Danau Toba. Meski masyarakat mengetahui bahwa TPL hanya menggunakan eucalyptus dalam produksinya, masyarakat masih tetap memahami bahwa truk-truk pinus itu adalah untuk PT TPL, padahal salah. Truk-truk pinus itu dikirim ke Siantar, Tebing Tinggi, Medan hingga ke Binjai sana. Nah, ini yang saya sebut miss persepsi. Orang lain yang memakai pinus, tetapi PT TPL yang menjadi "tersangka"

Kedua, Ada banyak lahan yang tandus (tanamannya ditebangi baik itu pinus atau kayu alam lainnya) yang lokasi lahan yang tandus itu berada di Areal Penggunaan Lain (APL) yang selama ini dianggap itu milik masyarakat bukan hutan. Padahal HTI itu berada diareal kehutanan yang kemudian dikategorikan sebagai Hutan Tanaman Industri. Nah, lahan-lahan APL yang tandus ini tetap saja yang dituduh adalah PT Toba Pulp Lestari Tbk.  Padahal bukan mereka pelakunya. Itu yang saya sebut miss persepsi. Orang lain pelakunya, tetapi "TPL Tersangkanya"

Ketiga, Ada banyak anggapan bahwa TPL memiliki lahan. Padahal Toba Pulp Lestari tidak memiliki lahan sama sekali. Yang dimiliki PT TPL hanyalah lahan konsesi (bahasa sederhananya lahan sewa). Yang memberikan lahan konsesi (sewa) itu adalah Pemerintah (Negara). Yang namanya sewa, tentu ada pemiliknya dalam hal ini pemilik lahan adalah Negara. 

Nah, bila ada masalah dalam pemberian ijin konsesi itu baik itu batas-batas lahan yang dikonsesikan ataupun soal lain, seharusnya yang digugat adalah Negara (pemerintah), sebab merekalah yang memberikan ijinnya. Agar apa? Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara perusahaan dengan masyarakat. Sebab pihak penyewa harus bertanggung jawab juga terhadap lahan yang disewa nya.

Bila masyarakat ingin memperjuangkan lahan Negara itu agar bisa menjadi milik masyarakat atau minimal agar masyarakat bisa mengusahakannya maka yang harus kita perjuangkan bersama adalah agar status lahan itu dirubah terlebih dahulu. Ada contoh lahan konsesi TPL yang telah berubah fungsinya oleh Negara yaitu lahan Food Estate di Humbang Hasundutan. Tadinya itu lahan konsesi PT TPL Kalau tidak salah seluas 16 ribu Hektar, kini diubah menjadi food estate dan saya melihat PT TPL tidak mempermasalahkannya meski bisa dimasalahkan karena terkait waktu sewa belum habis. Tetapi itu tidak dilakukan karena diubah oleh Negara.

Jadi pola berpikirnya seperti itu. Bukan membenturkan masyarakat dengan perusahaan.

Persepsi yang seperti ini perlu disampaikan ke masyarakat dengan jelas agar apa? Agar masyarakat tidak ikut-ikutan terprovokasi dan terhasut dengan isu-isu yang tidak bertanggung jawab.

Bahwa PT Toba Pulp Lestari pernah melakukan kesalahan...iya...apalagi saat masih di bawah naungan PT Inti Indorayon Utama, masih ada sedikit trauma di tengah-tengah masyarakat saat itu. Tetapi kan PT Toba Pulp Lestari Tbk sudah beroperasi dengan paradigm barunya yang dituangkan bersama masyarakat saat itu tahun 2003 kalau tidak salah yang disebut dengan AKTA 54, dimana perusahaan menyisihkan 1 persen dari Net Penjualannya untuk Community Development (Dana CD) dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar lewat pembangunan dan kemitraan usaha dan social.

Nah, yang perlu kita bahas dan evaluasi sebenarnya adalah bagaimana pelaksanaan dan penerapan Dana CD itu setiap tahun. Apakah benar dilaksanakan? Atau Tidak? Jangan lagi membawa masa-masa saat masih menjadi Inti Indorayon Utama sebab Toba Pulp Lestari sudah hidup dengan paradigm barunya.

Menurut yang saya perhatikan belakangan ini, PT Toba Pulp Lestari justru lagi giat-giatnya membina masyarakat berusaha mulai dari usaha pertanian seperti kopi, cabai, tanaman kehidupan seperti buah durian, petai, alpukat, aren dan lain-lain dengan memberikan bantuan bibit, pupuk kompos, pupuk kimia, pestisida, dan peralatan lainnya untuk pertanian. Demikian juga untuk peternakan seperti ayam, ikan, bebek, dan lain-lain. Yang pendanaannya diambail dari dana CD tadi.

Selain itu, proyek-proyek infrastruktur jalan baik untuk pemeliharaan maupun untuk pembukaan jalan baru juga terus mereka kerjakan di berbagai daerah. PT Toba Pulp Lestari juga bekerjasama dengan pemkab-pemkab yang ada sekitar danau toba baik dalam penanganan covid 19 maupun dalam program pemberdayaan masyarakat.

Kondisi ekonomi lagi terpuruk karena pandemic covid 19 ini, sebaiknya semua pihak menahan diri dulu untuk menyuarakan #TutupTPL. Mari kita biasakan membangun komunikasi yang baik antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah demi kemajuan daerah yang kita cintai ini.

Salam kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun